KONSILI JAMNIA TAK PERNAH TERJADI

Oleh : Steve Ray (mantan Protestan Injili)

Kebanyakan mitos dipercayai bukan karena mitos-mitos tersebut benar tapi sekedar karena orang ingin mempercayainya. Tapi angan-angan bukan pengganti suatu kebenaran. Selalu lebih baik untuk menggali lebih dalam dan menemukan fakta-faktanya dan tidak mempercayai sesuatu hanya karena engkau menghendaki agar itu menjadi kebenaran.

Sebagai contoh, cukup populer dalam kalangan Protestant tertentu untuk meng-klaim bahwa orang Yahudi mempunyai kanon Kitab Suci yang telah ditutup pada abad pertama, dan bahwa umat Kristen awal menerima koleksi Yahudi yang final atas tulisan-tulisan ter-ilhami tersebut sebagai [keputusan yang juga] final dan mengikat Gereja. Umumnya, Konsili Jabneh (biasanya disebut literatur Katolik sebagai Jamnia) diasumsikan sebagai "bukti" atas klaim ini. Pada "Konsili Jabneh," para Rabi Yahudi, dikatakan berkumpul—seperti konsili ekumenis di Gereja Katolik—untuk menetapkan kriteria spesifik bagi Kitab Suci yang ter-ilhami dan pada akhirnya mendefinisikan dan menutup kanon Perjanjian Lama.

Apakah ini benar? Pertama-tama, kita akan melihat bagaimana berbagai penulis mempertahankan pengecualian Protestant atas tujuh buku [ie. Deuterokanonika] yang didasarkan atas pemahaman yang cacat atas apa yang disebut "Konsili Jabneh." Kedua, apakah anggota-anggota "konsili" ini benar-benar mendiskusikan batasan kanon Perjanjian Lama, dan ketiga, kalau memang begitu, apakah mereka mempunyai otoritas untuk menutup kanon? Keempat, apakah mereka benar-benar mengkompilasi sebuah daftar final mengenai tulisan-tulisan yang diakui, dan, kelima—dan yang penting—bila keputusan semacam itu telah dibuat, apakah umat Kristen terikat oleh keputusan itu? Kita akan mengakhiri dengan ajaran Gereja Katolik dan mengapa kita bisa mempercayai [ajaran tersebut].

Mari mengklarifikasi beberapa istilah. [Yang dimaksud] kanon Kitab Suci adalah koleksi final dari buku-buku ter-ilhami yang dimasukkan dalam Alkitab. Alkitab katolik mengandung tujuh buku yang tidak tampak di Perjanjian Lama Protestant. Tujuh tulisan ini disebut sebagai deuterokanonika atau Hukum Kedua [catatan DeusVult: "deuterokanonika" = "kanon tambahan." Disebut "tambahan" karena baru diterima belakangan.

Perjanjian Baru pun mempunyai buku-buku yang diterima belakangan alias "deuterokanonika," yaitu surat Yohanes, Surat Yakobus, Surat kepada umat Ibrani dan Wahyu]. Protestant biasanya menyebut tujuh tulisan ini Apokripha (yang berarti tersembunyi), buku-buku yang menurut mereka berada diluar kanon. Termasuk didalam tujuh tulisan ini adalah Makabe 1 dan 2, Tobit, Yudit, Sirakh, Kebijaksanaan Salomo, dan Barukh, dan juga tambahan-tambahan untuk Daniel dan Ester. Sebelum jaman Kristus, tulisan-tulisan ini dimasukkan dalam Septuaginta Yunani para Yahudi (disebut juga LXX)—yaitu terjemahan Yunani atas Kitab Suci Yahudi—namun [tujuh buku dan tambahan-tambahan tersebut] tidak diikutkan dalam teks Masoretic Ibrani. [catatan DeusVult: Septuaginta tidak hanya mengandung tambahan deuterokanonika saja tapi juga buku-buku lain seperti Makabe III, Makabe IV dan lain-lain. Buku-buku lain tersebut dinilai oleh Gereja Katolik sebagai bukan bagian kanon PL meskipun baik untuk dibaca]

KANON YAHUDI
Kebanyakan orang Yahudi pada abad pertama sebelum masehi dan abad pertama sesudah masehi tinggal diluar Israel. Mereka disebut diaspora, [yang artinya] mereka yang tersebar di semerata Kekaisaran Roma. Banyak dari mereka telah ter-Hellenisasi—maksudnya, mereka telah mengasimilasi budaya Greco-Romano, termasuk bahasa Yunani. Septuaginta, yang mengandung buku-buku deuterokanonika, adalah Alkitab utama yang digunakan para umat Yahudi diaspora ini.

Kebanyakan umat Yahudi non-Kristen di abad pertama menganggap Gereja sebagai suatu kultus Yahudi yang bidat dan keliru, mungkin mirip dengan bagaimana umat Kristen menganggap Mormon atau saksi Yehuwa jaman sekarang ini. Pada abad pertama, beberapa dekade setelah kehidupan Kristus, mayoritas umat Kristen berasal dari kalangan non-Yahudi, dan mereka menggunakan Septuaginta Yunani sebagai Perjanjian Lama mereka, mengikuti contoh umat Yahudi berbahasa Yunani, termasuk Yesus dan para rasul (note 1, sidebar, page 25).

Ketika umat Kristen mulai menggunakan terjemahan Yunani ini untuk mempertobatkan orang-orang Yahudi ke iman [Kristen], para Yahudi mulai merasa jijik dengan terjemahan tersebut (note 2, sidebar, page 25). Apakah mengejutkan siapapun kalau mereka kemudian mengutuk kanon dan terjemahan yang digunakan umat Kristen, bahkan kalaupun [kanon dan terjemahan tersebut] pada awalnya diterjemahkan, diakui, dan disebarkan oleh para Yahudi sendiri tiga ratus lima puluh tahun sebelumnya (c. 250 B.C.)? Gereja awal, yang mengikuti Septuaginta Yunani dan [mengikuti teladan] para rasul yang menggunakan [Septuaginta Yunani tersebut] (Paulus mengambil kebanyakan kutipan Perjanjian Lama dari [Septuaginta Yunani]), menerima buku-buku deuterokanonika. Ketika kanon secara resmi ditutup oleh konsili-konsili Gereja Katolik, buku-buku ini telah dimasukkan.

Apa yang disebut "Konsili Jabneh" adalah sekelompok pelajar Yahudi yang diberi ijin oleh Roma pada sekitar tahun 90 untuk bertemu di Palestina didekat Laut Mediterania di Jabneh (Jamnia). Disini mereka mengadakan sebuah Sanhedrin [catatan DeusVult: semacam konsili atau mahkamah Yahudi] yang tidak otoritatif dan "reconstituted" (note 3, sidebar, page 25). Diantara hal-hal yang mereka diskusikan adalah kejelasan status dari beberapa tulisan-tulisan yang ada di Alkitab Yahudi. Mereka juga menolak tulisan-tulisan Kristen dan membuat sebuah terjemahan baru dari Septuaginta Yunani.

Karena banyak penulis Protestant yang merujuk kepada "Konsili Jabneh" sebagai argumen melawan buku-buku deuterokanonika yang terdapat di Alkitab Katolik, maka baiklah bagi kita untuk melihat beberapa contoh [dari rujukan para penulis Protestant terhadap konsili tersebut].

Dalam buku populernya Roman Catholics and Evangelicals: Agreements and Differences (ditulis bersama Ralph MacKenzie [Baker Books, 1995]), Norman Geisler, dekan dari Southern Evangelical Seminary, menolak kanon Perjanjian Lama Katolik dan mengklaim bahwa rabbi-rabbi Yahudi di Jabneh mengecualikan buku-buku deuterokanonika yang diterima umat Katolik dan [meng-klaim] bahwa kanon ditetapkan (di-finalisasi) di Jabneh.

Geisler menulis, "Para pelajar Yahudi di Jabneh (sekitar A.D. 90) tidak menerima Apokripha [ie. deuterokanonika] sebagai bagian dari kanon Yahudi yang di-ilhami [Allah]. Karena Perjanjian Lama secara eksplisit menyatakan bahwa kepada Israel dipercayakan firman Allah dan [Israel] adalah penerima perjanjian-perjanjian [covenants] dan Hukum (Rom 3:2), para Yahudi harus dianggap sebagai penjaga dari batasan kanon mereka sendiri. Dan mereka selalu menolak Apokripha [ie. deuterokanonika]" (169). Dan meskipun Geisler tampaknya menolak otoritas para rabbi di Jabneh di [bukunya] yang lain A General Introduction to the Bible (dengan W. E. Nix [Moody Press, 1996]), dia kemudian menuliskan dalam sebuah diagram, "Konsili Jabneh (A.D. 90), Kanon Perjanjian Lama ditetapkan" (286).

Geisler tidak sendirian dalam menilai bahwa pada Konsili Jabneh Apokripha ditolak dan Kanon Perjanjian Lama ditetapkan. Penilaian tersebut tampaknya bagai suatu legenda umum yang digunakan sebagai "bukti" untuk menguatkan sebuah asumsi tidak historis dan keliru. Sebelum kita melihat mitos tersebut, kita akan menunjukkan bagaimana [mitos] tersebut selalu dirujuk. Beberapa contoh akan rujukan yang dibuat pada "Konsili Jabneh" akan mencukupi:

"Pada akhir abad Kristen pertama, para rabbi Yahudi, pada Konsili Gamnia [Jamnia], menutup kanon buku Ibrani (yang dipandang otoritatif)" (Jimmy Swaggart, Catholicism & Christianity [Jimmy Swaggart Ministries, 1986], 129).

"Setelah kehancuran Yerusalem, Jamnia menjadi tempat bagi salah satu Sanhedrin Agung. Pada sekitar [tahun] 100, sebuah konsili para rabbi di tempat tersebut menetapkan kanon final Perjanjian Lama" (Ed. Martin, Ralph P., dan Peter H. Davids, Dictionary of the Later New Testament and Its Developments [InterVarsity Press, 2000, c1997], 185).

Meskipun banyak [penulis Protestant] sekarang yang mengakui bahwa Jabneh tidak mengecualikan buku-buku deuteokanonika atau secara otoritatif menutup kanon Perjanjian Lama, masih banyak sumber-sumber yang meng-klaim dan mengasumsikan bahwa hal tersebut dilakukan pada Konsili Jabneh.

Apakah Jabneh punya otoritas?

Menurut Oxford Dictionary of the Christian Church, "konsili" di Jabneh pada tahu 90 bahkan bukanlah suatu konsili "resmi" dengan otoritas mengikat untuk membuat keputusan seperti itu [ie. menetapkan kanon bagi umat Yahudi]:

"Setelah kehancuran Yerusalem (A.D.70), sebuah perserikatan guru-guru agama didirikan di Jabneh; badan ini dianggap menggantikan Sanhedrin, meskipun [badan ini] tidak memiliki karakter perwakilan atau otoritas nasional. Tampaknya salah satu subyek yang didiskusikan diantara para rabbi adalah status dari buku-buku Alkitab tertentu (sebagai contoh, Pengkhotbah dan Kidung Agung) yang kanonitas-nya masih terbuka untuk dipertanyakan pada abad pertama. Pandangan bahwa pada sinode Jabneh tertentu, yang diadakan sekitar 100 AD, yang dengan final menetapkan batasan-batasan dari kanon Perjanjian Lama, diutarakan oleh H.E. Tyle; meskipun [pandangan tersebut] beredar luas, tidak ada bukti yang meneguhkannya" (ed. oleh F. L. Cross dan E. A. Livingston [Oxford Univ. Press, 861], penekanan ditambahkan).

Bukankah menarik bahwa orang Yahudi tidak memiliki sebuah "kanon tertutup" Kitab Suci pada jaman Kristus, [atau] sebelum tahun 100, atau bahkan setelah Jabneh? Bahkan selama jaman Kristus ada pandangan-pandangan yang bersaingan mengenai buku-buku apa yang ada. Para Saduki dan Samaria menerima hanya Pentateukh, lima buku pertama, sementara Farisi menerima kanon yang lebih penuh termasuk Mazmur dan [tulisan-tulisan] para nabi. Teks Masoretic tidak mengandung deuterokanonika, sementara Septuaginta Yunani yang lebih luas dipakai [mengandung deuterokanonika].

Ketidakpastian ini berlanjut sampai abad kedua. Diskusi mengenai buku-buku di kanon Perjanjian Lama berlangsung diantara orang Yahudi jauh setelah Jabneh, [dimana hal ini] menunjukkan bahwa kanon masih didiskusikan di abad ketiga—jauh setelah periode apostolik. Tantangan [yang dibahas] pada Jabneh hanya mengenai Pengkhotbah dan Kidung Agung, tapi debat mengenai kanon [Perjanjian Lama] terus berlangsung sesudah Jabneh, bahkan sampai abad kedua dan ketiga. Bahkan kanon Ibrani yang diterima Protestant sekarang ini diperselisihkan oleh para Yahudi selama dua ratus tahun setelah Kristus.

Beberapa point yang harus diperhatikan:

1. Meskipun penulis-penulis Kristen sepertinya mengira bahwa ada sebuah konsili formal di Jabneh, [sebenarnya] tidak ada yang seperti itu. Adalah satu sekolah untuk mempelajari Hukum [Taurat] di Jabneh, dan para rabbi disana melakukan fungsi-fungsi legal dalam komunitas Yahudi.
2. Tidak hanya tidak pernah ada suatu konsili formal, tidak ada pula bukti adanya daftar buku apapun yang dihasilkan di Jabneh.
3. Suatu diskusi spesifik mengenai penerimaan di Jabneh hanyalah [penerimaan] atas buku Pengkhotbah dan Kidung Agung. Meskipun begitu, argumen mengenai [status penerimaan buku-buku tersebut] masih terus berlanjut di Yudaisme berabad-abad setelah periode Jabneh. Juga ada perdebatan-perdebatan lanjutan mengenai [buku] Ester.
4. Kita tahu bahwa tidak satupun buku dikecualikan di Jabneh. Bahkan, Sirakh, yang dibaca dan di-kopi oleh para Yahudi setelah periode Jabneh, lama-lama tidak menjadi bagian dari Alkitab Ibrani (cf. Raymond Edward Brown, Joseph A. Fitzmyer, and Roland Edmund Murphy, The Jerome Biblical Commentary [Prentice-Hall, 1996, c. 1968], vol. 2, 522).


MENGAPA GEREJA MENOLAK KANON YAHUDI
Kalaupun para rabbi di Jabneh memang mempunyai otoritas untuk menetapkan kanon dan memang telah menutup kanon. Siapa yang bisa berkata bahwa mereka punya otoritas dari Allah untuk membuat ketetapan yang mengikat tersebut? Mengapa umat Kristen mesti menerima ketetapan mereka? Allah telah secara publik berpaling dari para Yahudi sebagai "suara kenabian"-Nya dua puluh tahun sebelum [Jabneh] ketika Yerusalem dihancurkan dan dibakar api. Allah menghakimi mereka dan menolak kantong-kantong kulit yang tua [bdk.Mat 9:17]. Anggur tua dan kantongnya (Yudaisme) sekarang telah diganti dengan anggur baru (Injil) dan kantong-kantong baru (Gereja). Kenapa [malahan] menerima ketetapan para rabbi yang tidak punya otoritas daripada [ketetapan] Gereja?

Ada alasan lebih lanjut mengapa kita tidak seharusnya bersandar kepada para Yahudi abad pertama atas ketetapan mereka mengenai kanon [Perjanjian Lama], bahkan kalaupun mereka telah membuatketetapan seperti itu: Para rabbi di Jabneh kemudian menghasilkan sebuah terjemahan Yunani baru untuk menggantikan terjemahan Spetuaginta mereka sebelumnya. Mengapa? Karena umat Kristen non-Yahudi menggunakan Spetuaginta untuk tujuan apologetik dan penginjilan—dengan kata lain, mereka mempertobatkan umat Yahudi [catatan DeusVult: menjadi Kristen Katolik tentunya] dengan menggunakan Kitab Suci Yunani milik mereka sendiri!

Sebagai contoh, mereka [umat Kristen] menggunakan Septuaginta untuk membuktikan kelahiran perawan atas Yesus.

Di Alkitab Ibrani, Yesaya 7:14 ditulis, "Seorang wanita muda akan mengandung dan melahirkan seorang putra," sementara di Septuaginta Yunani, yang dikutip Matius (1:23), ditulis, "Seorang perawan akan mengandung dan melahirkan seorang putra" (penekanan ditambahkan). Para rabbi yang mestinya "menetapkan" kanon Protestant juga meng-otorisasi sebuah terjemahan Yunani baru yang secara spesifik menghalang-halangi injil. Aquila, penerjemah Yahudi untuk versi baru tersebut, mengingkari Kalahiran Perawan dan merubah kata Yunani dari perawan menjadi wanita muda [catatan DeusVult:

Salah satu issu utama dalam pemikiran Yahudi abad pertama mengenai kanon bukanlah mengenai [status] ilham [ilahi dari buku-buku Kitab Suci] tetapi melawan penginjilan Kristen terhadap orang Yahudi dan non-Yahudi. Issue [utamanya] adalah Yahudi melawan ajaran Kristen baru dan penggunaan umat Kristiani atas Kitab Suci Yahudi yang berbahasa Yunani. Cukup aneh bagi Protestant untuk memilih kanon yang dipotong pendek yang dipilih oleh pemimpin-pemimpin Yahudi, dan karena tindakan tersebut mereka menempatkan diri di sisi Yahudi yang anti-Kristen dan telah ditanggalkan [otoritasnya] (see note 4, sidebar, page 25).

Kita tidak tahu banyak mengenai hasil-hasil dari Jabneh, tapi kita tahu bahwa mereka menyebut Injil Perjanjian Baru. Mereka menyebutnya untuk secara spesifik menolaknya. F. F. Bruce menulis, "Beberapa yang berdebat juga bertanya apakah Kebijaksanaan Yesus bin Sirakh (Sirakh), dan gilyonim (tulisan-tulisan injil Aramaic) dan beberapa buku-buku dari para minim (para bidat, termasuk umat Kristen Yahudi), harus diakui, namun dalam hal ini jawabannya adalah negatif tanpa kompromi" (The Books and the Parchments [Fleming H. Revell, 1984], 88).

Kebanyakan Protestant menerima perlawanan para Yahudi atas kanon Kitab Suci Katolik karena [perlawanan tersebut] mendukung ke-anti-Katolik-an mereka. Namun umat Katolik telah menerima ketetapan dan kanon dari umat Allah Perjanjian Baru, mereka yang adalah para imamat baru (bdk. 1 Pet 2:9), kantong-kantong anggur baru. Sebagaimana kita perhatikan di awal-awal, komentar Geisler, "Karena Perjanjian Lama secara eksplisit menyatakan bahwa kepada Israel dipercayakan firman Allah dan [Israel] adalah penerima perjanjian-perjanjian [covenants] dan Hukum (Rom 3:2), para Yahudi harus dianggap sebagai penjaga dari batasan kanon mereka sendiri." (Roman Catholics and Evangelicals, 169).

Apakah aku mesti menerima ketetapan pada rabbi sebagai sesuatu yang otoritatif dan mengikat bagi jiwaku, ketika jubah otoritas telah diberikan kepada Gereja oleh tindakan Roh Kudus? Apakah Geisler memberi pembaca-pembacanya informasi historis dan timeline ini, [yang bisa] mengingatkan [para pembacanya] bahwa Allah telah berpaling dari umat Yahudi dan menghancurkan kuil mereka sebelum "konsili" tanpa otoritas tersebut menolak Injil dan "seluruh kanon Kristen," termasuk Perjanjian Baru?

Orang Yahudi tidak mempunyai kanon tertutup sebelum tahun 300AD, dan mereka "membentengi [kanon]" supaya umat Kristen tetap diluar. Mengapa bergantung kepada mereka? Aku menerima kanon para rasul dan Gereja awal, yang telah ditetapkan oleh Uskup-Uskup Gereja. Dan, seperti mereka, aku tidak menerima kanon dari pemimpin-pemimpin Yahudi anti-kristen

(Beberapa Bapa Gereja Awal, seperti Hieronimus, menerima kanon Masoretic Yahudi, tapi tidak pernah satu Bapa Gereja Awal secara individu yang membuat keputusan mengikat bagi Gereja, hanya konsili-konsili [Gereja] yang dapat melakukannya)

Kanon Perjanjian Lama tidak ditutup di Jabneh, dan deuterokanonika juga tidak dikecualikan dari Perjanjian Lama di Jabneh. Siapa yang mempunyai otoritas dari Allah untuk menetapkan dan menutup kanon Kitab Suci? Sederhananya, Gereja. Hierarkhi Yahudi pada masa Kristus meng-klaim otoritas untuk mengikat dan melepas, [dimana istilah "mengikat dan melepas"] dengan jelas dipahami sebagai istilah tekhnis, tapi Yesus secara spesifik menetapkan sebuah hierarkhi baru atas "Israel baru"—[yaitu] Gereja—dan memindahkan kepada magisterium baru ini kuasa untuk mengikat dan melepas (Matt. 16:19; 18:18). Gereja, karenanya, ditunjuk untuk berbicara bagi Allah, dan kanon final Kitab Suci termasuk dalam otoritas [Gereja].

Penulis Protestant Paul Achtemeier memberitahu kita, "tradisi Timur dan Katolik Roma umumnya menganggap buku-buku 'apokripha' Perjanjian Lama sebagai bagian dari kanon. Baru setelah munculnya Reformasi Protestantisme buku-buku tersebut ditolak status kanonikalnya (di lingkungan Protestant). Namun Gereja Roma tetap meneguhkan tempat [buku-buku tersebut] di kanon Kitab Suci" (Harper’s Bible Dictionary, 1st ed. [Harper & Row, c1985], 69).

Pada Konsili Trent Gereja menyelesaikan masalah tersebut dengan mendaftarkan secara definitif buku-buku yang diterima, termasuk deuterokanonika, dan Katekismus Gereja Katolik meneguhkan daftar ini (KGK 120). Inilah Alkitab Katolik yang kita punyai saat ini.

Tidakkah menarik bahwa Martin Luther mengakui Gereja Katolik sebagai penjaga Kitab Suci (note 5, sidebar, page 25) ketika dia menulis, "Kami mengakui—sebagaimana kami harus—bahwa banyak yang mereka [Gereja Katolik] katakan adalah benar: [yaitu] bahwa kepausan memiliki firman Allah dan jabatan para rasul, dan bahwa kami menerima kitab suci, baptisan, sakramen, dan mimbar dari mereka. Apa yang kita ketahui akan semua ini kalau tidak berkat mereka?"


Sumber:
http://www.ekaristi.org/forum/viewtopic.php?p=88567

Makam dan Pengangkatan Bunda Maria

Dimana atau apakah Bunda Maria pernah dimakamkan tidak diketahui dengan pasti. Paus Pius XII menyatakan pada 1 November 1950 di Munificentissimus Deus dogma bahwa: "...setelah menyelesaikan tugasnya di dunia, Perawan Maria diangkat jiwa dan raga ke dalam kemuliaan surga". Jadi baik pandangan bahwa Bunda Maria pernah dimakamkan atau langsung diangkat ke surga dapat diterima.Yesus berkata: "..... Aku akan datang kembali dan membawa kamu ketempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamu pun berada" (Yoh. 14: 3).

Wahyu bab 12 merupakan gambaran keberadaan Maria di surga dan pengangkatannya ke surga merupakan pula gambaran masa depan kebangkitan yang menanti murid murid Yesus yang setia. Kepercayaan pengangkatan Maria ke surga bukanlah hal baru, dokumen Liber Requiei Mariae (Buku perihal beristirahatnya Maria) dari abad 3 atau 4 menegaskan hal ini, juga uskup St. Melito de Sardis. Ada yang mempercayai Maria wafat di Ephesus tempat ia berdiam di masa tua bersama Yohanes, namun tradisi dan tulisan apokrif terdahulu menyatakan Yerusalem sebagai tempatnya. Tradisi menyatakan bahwa semua rasul, kecuali Thomas yang baru hadir 3 hari kemudian dari India, hadir saat Bunda Maria wafat. Ketika seorang Yahudi mencoba menghalangi pemakaman dengan memegang erat keranda, kedua tangan ini lepas dari tubuhnya. Tangan ini baru melekat kembali berkat doa permohonan para rasul serta pertobatannya. Dalam tulisan "Kepergian Maria" (The Passing of Mary) yang dianggap berasal dari Jusuf dari Arimathea, Rasul Thomas dianggap satu-satunya saksi pengangkatan Maria ke surga dan Maria menjatuhkan tali ikat pinggangnya dari langit sebagai bukti. Ketika atas permintaan Thomas makam Bunda Maria dibuka, ternyata makam ini kosong.

St. Birgitta menyatakan bahwa saat kunjungannya di gereja Gethsemani, Bunda Maria menampakkan diri padanya dan menyatakan kebangkitan dan pengangkatannya ke surga pada hari ke-3. Gereja Makam Maria di Yerusalem tersembunyi dibawah tanah yang ditinggikan di lembah Kidron dekat Gereja Segala Bangsa dan Taman Gethsemani. Gereja bundar diatas makam Maria yang ditemukan sekitar 455 mula-mula dibangun Mauritius Tiberius (582 - 602) namun dihancurkan orang Persia tahun 614. Gereja ini dibangun kembali dan seorang peziarah Armenia Arculf pada tahun 680 mencatat bahwa gereja ini terdiri dari dua tingkat. Di tingkat atas ada 4 altar dan bagian bawah mempunyai altar pada ujung timur dan makam Maria di sebelah kanan. Namun prajurit Perang Salib hanya menemukannya sebagai reruntuhan dan membangunnya kembali tahun 1130 ditambah biara Benediktin dengan kolom-kolom Gothik awal, fresco merah atas hijau dan 3 menara untuk melindunginya Ratu Yerusalem Melisande (1131-1153) dimakamkan 1161 di menara ini.
Saat kekalahan Perang Salib tahun 1187, Sultan Saladin menghancurkan seluruh bangunan gereja atas. Biarawan Fransiskan memelihara dan merestorasinya hingga diambil alih Orthodox Yunani tahun 1757. Umat Islam sebenarnya menghormati makam Maria, karena nabi Muhamad melihat sinar memancar dari makam ini saat Isra Mi raj Mekkah ke Yerusalem dan khalifah Umar juga berdoa di Gethsemani. 

Sebuah mihrab (Arab) menghadap Mekkah untuk tempat sholat dipahat di tembok batu sebelah selatan. Kini, turun beberapa tangga dari jalan, yang tersisa dari gereja atas hanyalah lapangan dengan portal sekitar tahun 1130 dan gerbang lengkung ditunjang 8 kolom marmer. Turun 7 tangga kedalam terdapat 48 anak tangga lebar dimana kini terdapat makam Ratu Melisande. Anak tangga ke- 20 menuju gereja bawah yang sebagian besar gua dalam batu dan memperlihatkan pertukangan Byzantin asli abad 5 serta berbentuk salib dengan palang tidak sama. Di pusat palang sebelah timur, panjang 52 kaki lebar 50 kaki terdapat makam abad pertama kosong Bunda Maria. Pada sisi menghadap pintu barat 3 lubang dibuat di batu makam untuk memungkinkan melihat isi dalamnya.

(Sumber: Sacred destinations)(Ansano Widagdyo - Ratu Damai IV)
 http://www.parokimbk.or.id/warta-minggu/serba-serbi/15-08-2010-makam-dan-pengangkatan-bunda-maria-ke-surga/

Editor: Silvester Detianus Gea

Latar Belakang Rasul Paulus

Rasul Paulus
Rasul Paulus dikenal sebagai Rasul yang dipanggil oleh Tuhan Yesus untuk mewartakan Injil kepada bangsa-bangsa lain/ non- Yahudi (lih. Rom 11:13, 15:16; Gal 1:16, Kis 26:20) dan dengan demikian menjadi jembatan antara bangsa Yahudi dengan bangsa-bangsa lain. Untuk tugas ini, Tuhan telah mempersiapkan Rasul Paulus sejak awal, sebab ia menerima pendidikan yang baik, baik dalam kalangan Yahudi maupun di kalangan Yunani.

Demikianlah keterangan sekilas tentang Rasul Paulus[1]:

1. Latar belakang Yahudi

a) Kelahiran:
Rasul Paulus dilahirkan di Tarsus, sebuah kota metropolis Romawi, propinsi Kilikia (Kis 22:3). Tarsus, di sisi utara, melalui gerbang Kilikia, tergabung dengan budaya Asia Kecil; sedangkan di sisi timur melalui gerbang Syria berhubungan dengan negara-negara Asia, dan di sisi selatan dengan daerah Mediterania.

Di saat St. Stefanus dibunuh sebagai martir -kemungkinan di tahun yang sama dengan tahun Kristus wafat- Saulus dijabarkan sebagai seorang pemuda (lih. Kis 7:57). Maka disimpulkan Paulus dilahirkan setelah Kristus, di antara 3-10 AD.

Rasul Paulus dilahirkan oleh orang tua berkebangsaan Yahudi, dari suku Benyamin (Rom 11:1; Flp 3:5). Menurut St. Hieronimus, orang tua Rasul Paulus bermigrasi ke Tarsus dari Palestina, namun tetap adalah kaum Yahudi yang taat (Flp 3:5). Mereka kemungkinan adalah orang-orang yang cukup berada, sebab mereka dapat memberikan pendidikan yang baik kepada Rasul Paulus.

b) Pendidikan secara Yahudi:

Pendidikan bahasa Yahudi dipromosikan oleh Joshua ben Gamala, namun kita tidak dapat mengetahui dengan pasti, apakah Rasul Paulus menjadi murid di sekolah ini, ataukah menerima pendidikan dasar dari ayahnya, sebagaimana yang umum terjadi pada kebanyakan anak-anak Yahudi. Pendidikan lanjutan (semacam SMP) telah ada di tengah-tengah kaum Yahudi, sejak tahun 75 BC, yang didirikan oleh Simon ben Shetah. St. Paulus menerima pendidikan yang lebih tinggi yang ada di kalangan Yahudi sejak zaman Nabi Ezra, sejak tahun 450 BC. Karena menerima pendidikan tinggi ini, dikatakan dalam Kisah para Rasul bahwa Rasul Paulus dididik dengan teliti di bawah pimpinan Gamaliel (lih. Kis 22:3).

2. Latar belakang pendidikan secara Yunani:
Kita tak dapat mengetahui dengan pasti apakah Paulus pernah menempuh pendidikan Yunani secara formal di sekolah Yunani, ataukah ia mempelajari bahasa Yunani melalui kehidupan di tengah-tengah bangsa Yunani.

Dari beberapa kutipan sastra Yunani dalam Kisah Para Rasul tentang Areopagus di Athena, menunjukkan kutipan-kutipan yang sering digunakan dalam masyarakat. “Di dalam Dia kita hidup, kita bergerak dan kita ada” (Kis 17:28) berasal dari perkataan Epimedes dari Kreta (550-449 BC), atau kelanjutannya: “Sebab kita semua adalah keturunan Allah juga.” (Kis 17:28), adalah dari Aratus (310-240 BC) atau Cleanthes (320-230 BC). Oleh karena itu pakar teologi, Fernand Prat SJ, berpendapat bahwa bahasa Yunani Rasul Paulus diperolehnya bukan dari sekolah, namun dari permbicaraan sehari-hari.

Namun jika kita melihat gaya penulisan Yunani dalam surat-suratnya sebagai yang tulisan yang terindah dalam kitab Perjanjian Baru, yang juga memasukkan ekspresi-ekspresi yang jarang digunakan, maka kita cenderung percaya bahwa Rasul Paulus telah menerima pendidikan bahasa Yunani secara formal. Pandangan ini dipegang oleh Frederick William Farrar.

3. Panggilan rahmat
Namun di atas panggilannya sebagai jembatan kaum Yahudi dan Yunani, pertama-tama Rasul Paulus menerima bahwa ia dipanggil secara khusus oleh Tuhan dan memperoleh rahmat-Nya dalam keadaan yang tidak layak. Panggilan Tuhan Yesus atasnya terjadi dalam perjalanannya ke Damaskus (Damsyik). Sebelum ke Damaskus, ia memberikan diri sepenuhnya kepada hukum Taurat, dan setelah peristiwa Damaskus, ia memberikan sepenuhnya kepada Kristus. Lukas melaporkan hal ini sebanyak tiga kali (Kis 9:1-9, 22:6-16, 26:12-18).

Rasul Paulus dapat menerapkan perkataan Allah kepada Nabi Yeremia di dalam kehidupannya sendiri, “Sebelum Aku membentuk engkau di rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, sebelum engkau dilahirkan Aku telah menentukan engkau, sebagai nabi bagi bangsa- bangsa yang Kutunjukkan kepadamu.” (Yer 1:5). Apa yang dulu ia pikir berharga, kemudian ia anggap rugi (lih. Flp 3:7-8) jika dibandingkan dengan pengenalan akan Kristus.

Fr. Fernand Prat SJ menuliskan empat acuan ayat yang sangat penting, agar kita dapat memahami keotentikan pengalaman Rasul Paulus pada saat pertobatannya, yaitu justru karena sebelumnya ia adalah seorang Yahudi yang sangat taat dan yang karena ketaatannya itu ia menganiaya jemaat Allah, sebab ia berpikir bahwa dengan melakukannya ia berbuat sesuatu yang benar menurut hukum taurat: “Sebab kamu telah mendengar tentang hidupku dahulu dalam agama Yahudi: tanpa batas aku menganiaya jemaat Allah dan berusaha membinasakannya.

Dan di dalam agama Yahudi aku jauh lebih maju dari banyak teman yang sebaya dengan aku di antara bangsaku, sebagai orang yang sangat rajin memelihara adat istiadat nenek moyangku.” (Gal 1:13-14)…. “Karena aku adalah yang paling hina dari semua rasul, sebab aku telah menganiaya Jemaat Allah.” (1Kor 15:9)…”…aku yang tadinya seorang penghujat dan seorang penganiaya dan seorang ganas, tetapi aku telah dikasihani-Nya, karena semuanya itu telah kulakukan tanpa pengetahuan yaitu di luar iman.” (1 Tim 1:13) …”tentang pendirian terhadap hukum Taurat aku orang Farisi, tentang kegiatan aku penganiaya jemaat, tentang kebenaran dalam mentaati hukum Taurat aku tidak bercacat.” (Flp 3:5-6).

Seseorang yang sedemikianlah yang kemudian dipanggil oleh Tuhan Yesus untuk menjadi Rasul-Nya, dan sungguh rahmat Tuhan-lah yang mengubahnya menjadi seorang Rasul yang luar biasa, yang kita kenal dengan nama Rasul Paulus. Kasih Tuhan Yesus mengubah seluruh hidup Rasul Paulus, dan karena pengalaman dikasihi oleh Tuhan ini, Rasul Paulus dapat mengatakan ungkapan yang indah ini, yang juga dapat menjadi ungkapan hati kita semua yang mengimani Kristus: “namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku.” (Gal 2:20)

Menerima mahkota di Sorga

Tradisi Gereja mencatat kematian Rasul Paulus di sekitar tahun 64-67, sebagaimana dicatat oleh ahli sejarah Gereja, Eusebius. Eusebius mencatat kematian Rasul Petrus dan Paulus di bawah penganiayaan Kaisar Nero. Rasul Petrus wafat dengan disalib terbalik sedangkan Rasul Paulus dengan dipenggal kepalanya (lih. Eusebius, History of the Church, Book II, ch. 25).

CATATAN KAKI:
lih. Laur, Gebhard M Heyder a. S., Paul of Tarsus, translated by Herman Mueller, SVD, (Manila: Logos Publication, 1994), p. 7-8 [↩]
http://www.katolisitas.org/latar-belakang-rasul-paulus/

Editor: Silvester Detianus Gea

Rasul Paulus Tidak Pernah Memalsukan Injil

Rasul Paulus
Mungkin kita sering mendengar tuduhan dari saudara kita non-Kristen yang mengatakan bahwa Injil telah dipalsukan. Pertama-tama, jika kita mendengar ada tuduhan-tuduhan seperti itu, janganlah kita terlalu cepat emosi namun sebaliknya juga jangan mudah goyah. Silakan tanyakan sumbernya dari mana rumor itu berasal, dan silakan pula mempelajari dari fakta yang obyektif yang dapat kita peroleh mengenai Kitab Suci (dalam hal ini Injil yang menjadi bagian dari Kitab Perjanjian Baru), sehingga kita dapat semakin memahami duduk masalahnya.

Mari bersama kita melihat fakta-fakta obyektif yang mendukung ke-aslian Injil tersebut:
1. Kesaksian para Bapa Gereja mengenai penulisan kitab Injil memberikan kredibilitas atas ke-otentikan Injil. Menurut kesaksian St. Irenaeus (180 AD), yang menjadi murid dari St. Polycarpus, yang adalah murid Rasul Yohanes, dan murid St. Ignatius Martir yang adalah murid langsung dari Rasul Petrus dan Rasul Yohanes. Dengan demikian, kesaksian St. Irenaeus menjadi sangat penting tentang para penulis Injil. Dalam bukunya yang terkenal Against the Heresies, Buku III, bab 1,1 ia menggarisbawahi asal usul apostolik dari kitab Injil,

“Kita telah mengetahui bukan dari siapapun tentang rencana keselamatan kita kecuali dari mereka yang melaluinya Injil telah diturunkan kepada kita, yang pada suatu saat mereka ajarkan di hadapan publik, dan yang kemudian, sesuai dengan kehendak Tuhan, diturunkan kepada kita di dalam Kitab Suci, untuk menjadi dasar dan tonggak dari iman kita…. Sebab setelah Tuhan kita bangkit dari mati [para rasul] diberikan kuasa dari atas, ketika Roh Kudus turun [atas mereka] dan dipenuhi oleh semua karunia-Nya, dan mempunyai pengetahuan yang sempurna: mereka berangkat menuju ujung-ujung bumi, mengajarkan kabar gembira yang diberikan oleh Tuhan kepada kita…. Matius... menuliskan Injil untuk diterbitkan di antara orang Yahudi di dalam bahasa mereka, sementara Petrus dan Paulus berkhotbah dan mendirikan Gereja di Roma…. Markus, murid dan penerjemah Petrus, juga memmeneruskan kepada kita secara tertulis, apa yang biasanya dikhotbahkan oleh Petrus. Dan Lukas, rekan sekerja Paulus, juga menyusun Injil yang biasanya dikhotbahkan Paulus. Selanjutnya, Yohanes, murid Tuhan Yesus ….juga menyusun Injil ketika tinggal di Efesus, Asia Minor.

Hal serupa dituliskan juga oleh Origen (185-254) tentang asal usul Injil, dalam In Matthew. I apud Eusebius, His eccl 6.25.3-6:

“[Injil] yang pertama dituliskan oleh Matius, yang adalah seorang publikan tetapi kemudian menjadi rasul Yesus Kristus, yang menerbitkannya untuk umat Yahudi, dituliskan dalam bahasa Ibrani. [Injil] kedua oleh Markus, yang disusun di bawah bimbingan St. Petrus, yang telah mengangkatnya sebagai anak… (1 Pet 5:13). Dan ketiga, menurut Lukas, yang menyusunnya untuk umat non-Yahudi, Injil yang dibawakan oleh Rasul Paulus; dan setelah semuanya itu, [Injil] menurut Yohanes.

Dari kesaksian para Bapa Gereja, yaitu Papias, St. Irenaeus, Origen, Eusebius dan St. Jerome, kita mengetahui bahwa St. Matius menuliskan Injilnya untuk umat Yahudi agar mereka dapat bertobat dan mempercayai Kristus sebagai Anak Daud yang telah dinubuatkan dalam Perjanjian Lama. Para ahli sejarah seperti Eusebius, TheophylactEuthymius dan Nicephorus memperkirakan bahwa Injil pertama ini dituliskan sekitar 8-15 tahun setelah kenaikan Kristus ke surga (antara 38-45 AD).

Berikutnya Injil dituliskan oleh Markus dan Lukas yang diperkirakan dituliskan pada jangka waktu yang hampir sama (64-67) dan Yohanes (90-100), dan dari ketiga penulis ini yang memiliki hubungan dengan Rasul Paulus adalah Lukas. Namun demikian, tidak dapat dikatakan bahwa Paulus memalsukan Injil, karena:

1) Banyaknya saksi yang telah menerima pengajaran dari Injil lainnya (Matius dan Markus), sehingga apa yang dituliskan dalam Injil Lukas (rekan kerja Paulus) justru malah dapat dicek kebenarannya.

2) Sebab, kalau benar dipalsukan, pasti akan ada bukti tertulis juga yang menolak pemalsuan tersebut, mengingat para saksi mata yang menerima pengajaran Yesus maupun para rasul masih hidup. Namun fakta sejarah menunjukkan tak ada satupun tulisan pada jaman itu yang menentang kebenaran Injil, terutama tentang ke-Allahan Yesus dan mukjizat kebangkitan-Nya dari mati. Protes atau ketidakpercayaan akan ke-Allahan dan kebangkitan Yesus baru timbul pada abad-abad berikutnya, yang terkenal misalnya Arianism pada sekitar tahun 320, pada saat generasi para saksi hidup kebangkitan Yesus yang terdiri lebih dari 500 orang itu sudah tidak ada yang hidup. Atau bahkan tulisan jaman sekarang yang menentang kebangkitan Kristus; alibinya hanya berdasarkan hipotesa, karena terpisah jauh [dan tak terseberangi] dengan para saksi dan keadaan yang sesungguhnya.

Suatu kenyataan bahwa suatu legenda tidak mungkin ditulis pada saat saksi mata masih hidup, karena mereka yang menjadi saksi akan dengan mudah mengkoreksi dan menyampaikan hal yang sesungguhnya. Maka Rasul Paulus juga tidak mungkin mengubah isi Injil, karena masih banyaknya saksi hidup tentang pemberitaan Injil tersebut, seperti dikatakannya sendiri dalam 1 Kor 15:6. Justru, karena Injil ini dituliskan oleh orang-orang yang berbeda, di tempat berbeda, namun secara garis besar menceritakan hal yang sama tentang Kristus dan ajaran-Nya, maka kita dapat melihat karya Roh Kudus yang memimpin mereka dalam menuliskan wahyu ilahi tersebut.

2) Sekarang, mari kita melihat, apakah Injil dalam kitab Perjanjian Baru tersebut adalah sungguh dari Allah atau hanya rekayasa manusia.
Pertama, bagaimana kita melihat suatu karya tulis merupakan dokumen sejarah yang otentik?
a. Kita harus menemukan jangka waktu dari ketika kejadian itu ada/ ketika karya itu dituliskan sampai ketika manuskrip pertama ditemukan. Semakin pendek jangka waktunya, maka semakin sedikit kemungkinan kesalahan dan korupsi dari kisah kejadian yang sesungguhnya oleh kesalahan penulisan.
b. Kita harus menemukan berapa banyak manuskrip original yang ada. Semakin banyak manuskrip yang ada tentang kisah kejadian yang sama, terutama jika dilakukan pada waktu yang sama, tetapi pada lokasi yang berbeda, maka akan menambah nilai integritas dan ke-otentikan dokumen.

Sekarang mari kita lihat melihat fakta karya tulis yang penting dalam literatur sejarah:
Karya tulis Kapan ditulis Copy pertama Jangka waktu Jumlah copy

Herodotus  488-428 BC 900 AD 1,300 8

Thucydides  100 AD 1100 1,000 20

Caesar’s Gallic War  58-50 BC 900 AD 950 9-10

Roman History  59 BC-17 AD 900 AD 900 20

Homer (Iliad) 900 BC 400 BC 500 643

Injil dan PB  38-100 AD 130 AD 30-50 5000 ++ Yunani
10,000 Latin, 9,300 bhs lain

Maka kita melihat bahwa dokumen tentang sejarah Romawi ditemukan sekitar 900 tahun atau hampir 1 millenium setelah kejadian terjadi, dan hanya ada 20 copy yang masih eksis. Sedangkan, manuskrip Injil ditemukan sekitar 30 tahun setelah kejadian, dan bahwa terdapat 5000 manuskrip asli dalam bahasa Yunani (dan sekitar 20,000 non-Yunani) yang eksis. Kitab Injil dan Perjanjian Baru yang asli seluruhnya dituliskan dalam bahasa Yunani, karena bahasa Yunani pada saat itu merupakan bahasa yang umum dipakai, bahkan oleh kaum Yahudi. Banyaknya manuskrip Yunani yang asli tersebut dapat membantu mengidentifikasi adanya kelainan teks dan dengan demikian dapat diketahui teks aslinya. Banyaknya teks asli Perjanjian Baru juga tidak mendukung perkiraan bahwa teks tersebut dipalsukan. Dengan melihat tabel di atas, secara obyektif kita melihat bahwa karya tulis sejarah Romawi bahkan terlihat sangat ‘minim’ jika dibandingkan dengan Injil, dari segi ke-otentikannya, akurasi dan integritasnya. Padahal orang jaman sekarang tidak mempunyai kesulitan untuk menerima sejarah Romawi tersebut sebagai kebenaran. Suatu permenungan adalah bagaimana Injil yang secara obyektif lebih ‘meyakinkan’ keasliannya dibandingkan sejaran Romawi malah mengundang perdebatan.

Keaslian Injil juga kita ketahui dari tulisan Bapa Gereja, seperti St. Klemens (95) sudah mengutip ayat-ayat Injil, berarti pada saat itu Injil sudah dituliskan, demikian pula Kisah para rasul, Roma, 1 Korintus, Efesus, Titus, Ibrani dan 1 Petrus. Demikian St. Ignatius (115) telah mengutip ayat Injil Matius, Yohanes, Roma, 1dan 2 Korintus, Galatia, Efesus, Filipi, 1 & 2 Timotius dan Titus.

Dari banyaknya manuskrip asli tersebut, maka memang banyak orang menyangka bahwa akan terdapat banyak perbedaan-perbedaan teks. Namun ternyata, fakta menunjukkan tidak demikian. Tingkat kesesuaian manuskrip Perjanjian Baru adalah 99.5 % (dibandingkan dengan Iliad 95%). Kebanyakan perbedaan adalah dari segi ejaan dan urutan kata. Tidak ada perbedaan yang menyangkut doktrin yang penting yang dapat mengubah doktrin Kristiani.

3) Sebenarnya, tuduhan Rasul Paulus yang memalsukan Injil adalah spekulasi kaum skeptik jaman sekarang, seperti Bart Erhman dalam bukunya Misquoting Jesus, atau para tokoh liberal dalam the Jesus Seminar, dan mungkin juga kaum skeptik lainnya yang tidak mempercayai keliahian pesan Injil. Namun sesungguhnya jika mereka mau melihat kepada fakta objektif tentang keberadaan lebih dari 5000 teks asli Yunani Perjanjian Baru, maka sudah selayaknya mereka dapat melihat, bahwa sesungguhnya tidak benar bahwa Injil tidak mempunyai teks asli dan hanya merupakan buatan orang-orang tertentu dan merupakan hasil ‘copy’ dari ‘copy’ yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Meskipun memang terdapat perbedaan teks karena faktor penyalinan yang dilakukan oleh para rahib pada jaman itu, namun perbedaan itu tidak mengandung perubahan ataupun penambahan pernyataan doktrinal. Kanon Kitab Perjanjian Baru (termasuk Injil) telah diterima oleh jemaat awal, yang nyata sejak abad awal abad ke-2. Dan penerimaan secara berkesinambungan pada abad-abad sesudahnya sendiri merupakan bukti yang tak terhapuskan tentang keaslian Injil. Hal ini tidak bisa dihapuskan oleh pandangan seseorang atau sekelompok orang yang ingin membatalkan keseluruhan fakta sejarah, tanpa melihat dengan obyektif betapa kuatnya fakta yang sudah ada tersebut.

4) Ada juga orang-orang yang membandingkan Injil dengan suatu karya tulis lainnya yang dituliskan oleh seorang penulis pada suatu waktu tertentu, atau karya tulis yang pernah mengalami suatu standarisasi.

Namun, kita ketahui Injil tidak disusun oleh satu orang, dan tidak ada proses standarisasi yang dibuat oleh satu orang yang dapat dikatakan sebagai penulis ataupun penyalin utama Alkitab. Hal ini seharusnya malah menambah kredibilitas Alkitab, karena meskipun melibatkan jangka waktu ribuan tahun dan banyak orang untuk menuliskannya (tentu atas ilham Roh Kudus) namun dapat menyampaikan isi yang kurang lebih sama, saling mendukung dan melengkapi, dengan tingkat akurasi yang masih tetap sangat tinggi. Sedangkan, jika suatu karya tulis merupakan karya satu orang pada suatu saat tertentu, atau pernah distandarkan oleh satu orang, maka tidak ada yang mengherankan jika karya tersebut konsisten, dan tidak mengandung kesalahan.

Alkitab sendiri yang terdiri dari Perjanjian Lama dan Baru melibatkan sekitar 2000 tahun penyusunan. Sebelum penemuan penemuan Dead Sea Scroll (1947-1956), teks Perjanjian Lama yang tertua adalah teks Masoretik yang disusun sekitar tahun 800, sedangkan teks Septuagint (terjemahan Yunani dari Perjanjian Lama) dibuat sekitar abad ke-2 sebelum Masehi. Maka perbandingan antara teks-teks ini yang berselang antara 800-1000 tahun malah memberikan fakta yang sangat kuat, karena ternyata teks-teks tersebut 95% identik, dan hanya mempunyai variasi yang minor, dan hanya sedikit ketidakcocokan. Sedangkan ke-otentikan Perjanjian Baru dapat dilihat jika dibandingkan dengan karya tulis bersejarah lainnya pada jaman itu, seperti terlihat dalam tabel di atas.

Stefanus Tay, MTS dan Ingrid Listiati, MTS adalah pasangan suami istri awam dan telah menyelesaikan program studi S2 di bidang teologi di Universitas Ave Maria - Institute for Pastoral Theology, Amerika Serikat. Pengarang buku: Maria, O, Maria

Website : http://katolisitas.org

Editor: Silvester Detianus Gea

MENGUAK INJIL-INJIL RAHASIA

Menguak Injil-Injil Rahasia
Tulisan ini boleh dikatakan merupakan ringkasan/resensi dari buku ‘Menguak Injil-injil Rahasia’ yang ditulis oleh Romo Deshi Ramadhani, diterbitkan oleh Penerbit Kanisius, tahun 2007.

Kitab Suci orang Kristen yang  biasa disebut Alkitab adalah kebenaran mutlak bagi orang Kristen. Ia merupakan suatu identitas yang melekat pada umat ini. Hubungan antara orang Kristen dan Alkitab itu adalah seperti antara umat Islam dengan Al Quran, Negara Indonesia dengan mata uang Rupiah, atau antara Negara Indonesia dengan bahasa Indonesia. Dengan kata lain keduanya tak terpisahkan. Apalagi bagi umat Kristen, sepertinya, Alkitab merupakan DNA yang mengandung kode genetik dirinya.

Memang pada sekitar abad ke-4 sangat marak dengan ditemukannya banyak sekali injil-injil atau tulisan-tulisan suci yang lain dari yang diakui oleh jemaat Kristen. Dengan itu berkembang pula bidat-bidat dengan ajaran-ajarannya yang sesat, yang mau menumpang nama Kristen. Situasi ini mirip sekali sebuah negara yang sedang dibanjiri dengan uang palsu. Tentu saja tujuan dari semua itu adalah untuk mencegah orang luar untuk masuk memeluk iman Kristen yang benar, dan juga untuk membingungkan umat Kristen dan menghancurkan pesan suci. Situasi tersebut kemudian dapat dikendalikan dengan melalui penegasan para Bapa Gereja mengenai kanon Alkitab yang benar. Antara lain melalui Konsili Nicea yang terkenal itu.

Gereja Katolik atas kuasa Paus Roma telah mengkanonkan Kitab Suci.
Di bawah kepemimpinan Paus ke-37, St. Damasus I (366-384), dengan kuasa infallible (tidak dapat salah), Paus Roma menentukan kitab-kitab yang dimasukkan ke dalam Kanon Kitab Suci dan membuang beberapa kitab untuk tidak dimasukkan ke dalam Kanon Kitab Suci. Demikianlah umat Kristen menjadi yakin bahwa Alkitabnya yang digunakan sekarang sesuai dengan iman Gereja perdana.

Jangan terkejut! Demikianlah fakta sejarah. Ada RATUSAN Injil. Hanya 4 yang diakui oleh GEREJA. Mengapa?
Daftar kitab-kitab yang DITERIMA oleh Paus St. Damasus I untuk dimasukkan ke dalam Kanon Kitab Suci antara lain :
Injil Matius
Injil Markus
Injil Lukas
Injil Yohanes
- Kisah Para Rasul
- Surat Paulus kepada jemaat di Roma
- Surat Paulus kepada jemaat di Korintus 1
- Surat Paulus kepada jemaat di Korintus 2
- Surat Paulus kepada jemaat di Galatia
- Surat Paulus kepada jemaat di Efesus
- Surat Paulus kepada jemaat di Filipi
- Surat Paulus kepada jemaat di Kolose
- Surat Paulus kepada jemaat di Tesalonika 1
- Surat Paulus kepada jemaat di Tesalonika 2
- Surat Paulus kepada Timotius 1
- Surat Paulus kepada Timotius 2
- Surat Paulus kepada Titus
- Surat Paulus kepada Filemon
- Surat kepada orang Ibrani
- Surat Yakobus
- Surat Petrus 1
- Surat Petrus 2
- Surat Yohanes 1
- Surat Yohanes 2
- Surat Yohanes 3
- Surat Yudas
- Wahyu kepada Yohanes

Selain injil-injil kanonik yang tercantum dalam alkitab Perjanjian Baru seperti Injil Matius, Markus, Lukas dan Yohanes, sebetulnya terdapat lebih dari 300 Injil yang berbeda yang tersebar di masing-masing Gereja tanpa diketahui siapa penulisnya. Ada banyak injil dan surat-surat yang dimusnahkan dan dibakar oleh gereja perdana. Gereja Katolik melarang keras para jemaat mengetahui dan membaca injil-injil tersebut karena tidak sesuai dengan iman katolik sebagai gereja perdana. 

Daftar kitab-kitab yang DITOLAK oleh Paus St. Damasus I untuk dimasukkan ke dalam Kanon Kitab Suci antara lain :
Injil Thomas
Injil Maria Magdalena
Injil Masa Kecil Yesus menurut Thomas
Injil Masa Kecil Yesus menurut Yakobus
Injil Petrus
Injil Bartolomeus
Injil Nikodemus
Injil Nazorean
Injil kaum Ebionit
Injil Filipus
Injil Ibrani
Injil Andreas
Injil Apelles
Injil Barnabas
Injil Basilides
Injil Bardesanes
Injil Eva
Injil Fayum
Injil Yakobus Kecil
Injil Yudas Iskariot
Injil Marcion
Injil Mani
Injil Maria
Injil Matias
Injil Thaddeus
Injil Titan
Injil Pseudo-Matius
Injil Rahasia Markus
Injil Valentinus
Injil Scythianus
Injil Hesychius
Injil Encratites
Injil Cerinthus
Injil Dua Belas
Injil Empat Wilayah Surgawi
Injil Hidup
Injil Kesempurnaan
Injil Kebenaran
Injil orang-orang Mesir
- Kisah Petrus dan Kedua belas Rasul
- Kisah Andreas
- Kisah Yohanes
- Kisah Thomas
- Kisah Paulus
- Dialog Sang Penyelamat
- Peribahasa Yesus
- Ajaran Yesus Kristus
- Ajaran Duabelas Rasul
- Rahasia dari Yohanes
- Konstitusi Kerasulan
- Keturunan Maria
- Pertanyaan dari Maria
- Apokrifa Yakobus
- Apokrifa Yohanes
- Khotbah Petrus
- Surat Abgar
- Surat Barnabas
- Surat Clement
- Surat Clement kepada jemaat di Korintus 1
- Surat Clement kepada jemaat di Korintus 2
- Surat Clement untuk kegadisan
- Surat Clement kepada Yakobus
- Surat Ignatius
- Surat Paulus kepada jemaat di Leodicea dan Alexandria
- Wahyu kepada Paulus
- Wahyu kepada Yakobus 1
- Wahyu kepada Yakobus 2
- Wahyu kepada Petrus

Kitab-kitab tersebut ditolak karena tidak sesuai dengan Tradisi Suci dan Magisterium Gereja Katolik. Dengan infalibilitas Paus Roma maka kitab-kitab tersebut dinyatakan sebagai bidaah (sesat) dan tidak layak untuk dibaca oleh umat kristen gereja perdana. Menarik bahwa orang-orang Kristen non-Katolik tidak menolak atau mempertanyakan otoritas dan karya Paus St. Damasus I ini. Dengan kata lain, mereka menerima bahwa Paus St. Damasus I adalah infallible (tidak dapat salah) dalam menentukan kitab-kitab dalam Kanon Kitab Suci.

Inilah dasar bahwa Magisterium Gereja Katolik kebal terhadap kesalahan (infalibilitas).
"Ciri tidak dapat sesat itu ada pada Imam Agung di Roma, kepala dewan para Uskup, berdasarkan tugas beliau, bila selaku gembala dan guru tertinggi segenap umat beriman, yang meneguhkan saudara-saudara beliau dalam iman, menetapkan ajaran tentang iman atau kesusilaan dengan tindakan definitif. Sifat tidak dapat sesat, yang dijanjikan kepada Gereja, ada pula pada Badan para Uskup, bila melaksanakan wewenang tertinggi untuk mengajar bersama dengan pengganti Petrus" (LG 25) terutama dalam konsili ekumenis. Apabila Gereja melalui Wewenang Mengajar tertingginya "menyampaikan sesuatu untuk diimani sebagai diwahyukan oleh Allah" (DV 10) dan sebagai ajaran Kristus, maka umat beriman harus "menerima ketetapan-ketetapan itu dengan ketaatan iman" (LG 25). Infallibilitas ini sama luasnya seperti warisan wahyu ilahi."
~ Katekismus Gereja Katolik 891
"Kebal Salah dari magisterium para gembala mencakup segala unsur ajaran, juga ajaran kesusilaan yang mutlak perlu untuk mempertahankan, menjelaskan, dan melaksanakan kebenaran-kebenaran iman yang menyelamatkan."
~ Katekismus Gereja Katolik 2051

Tidak ada Kitab Suci tanpa Gereja Katolik 
"Dalam tradisi apostolik Gereja menentukan, kitab-kitab mana yang harus dicantumkan dalam daftar kitab-kitab suci. Daftar yang lengkap ini dinamakan "Kanon" Kitab Suci. Sesuai dengan itu Perjanjian Lama terdiri dari 46 (45, kalau Yeremia dan Lagu-lagu Ratapan digabungkan) dan Perjanjian Baru terdiri atas 27 kitab. Perjanjian Lama: Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, Ulangan, Yosua, Hakim-Hakim, Rut, dua buku Samuel, dua buku Raja-Raja, dua buku Tawarikh, Esra dan Nehemia, Tobit, Yudit, Ester, dua buku Makabe, Ayub, Mazmur, Amsal, Pengkhotbah, Kidung Agung, Kebijaksanaan, Yesus Sirakh, Yesaya, Yeremia, Ratapan, Barukh, Yeheskiel, Daniel, Hosea, Yoel, Amos, Obaja, Yunus, Mikha, Nahum, Habakuk, Zefanya, Hagai, Zakharia, Maleakhi.Perjanjian Baru: Injil menurut Matius, Markus, Lukas dan Yohanes, Kisah para Rasul, surat-surat Paulus: kepada umat di Roma, surat pertama dan kedua kepada umat Korintus, kepada umat di Galatia, kepada umat di Efesus, kepada umat di Filipi, kepada umat di Kolose, surat pertama dan kedua kepada umat di Tesalonika, surat pertama dan kedua kepada Timotius, surat kepada Titus, surat kepada Filemon, surat kepada orang Ibrani, surat. Yakobus, surat pertama dan kedua Petrus, surat pertama, kedua, dan ketiga Yohanes, surat Yudas, dan Wahyu kepada Yohanes."
~ Katekismus Gereja Katolik 120
Dari berbagai penjelasan di atas, kita lalu sampai pada kesimpulan logis bahwa: "Tidak ada Kitab Suci tanpa Gereja Katolik". Gereja Katoliklah yang mengadakan Kitab Suci, yang sekarang malah diklaim oleh banyak orang sebagai miliknya, dan lebih parah lagi jika mereka berani mengatakan bahwa mereka lebih benar dan lebih tahu tentang Kitab Suci daripada Gereja Katolik. Ini sungguh sebuah lawak yang tidak lucu.

Mengapa banyak sekali injil dan tulisan-tulisan yang DITOLAK oleh Gereja Katolik?
Menurut Pastor Deshi Ramadhani, SJ, kebanyakan dari tulisan-tulisan itu mengandung ajaran Gnostisisme, yang sangat bertentangan dengan ajaran Yesus Kristus. Bahkan juga dari uraian beliau tampaknya ada kemiripan antara Gnostisisme dengan ajaran New Age. Dan yang jelas, mereka bertentangan dengan semua agama samawi. Mari kita bedah kesesatan injil-injil tersebut satu persatu.

Injil Filipus
Injil Filipus melihat sakramen baptisan yang dilakukan kekristenan tidaklah benar. Baptisan yang sesungguhnya diperlukan adalah baptisan spiritual. Hal tersebut berkaitan juga dalam menentukan mana orang Kristen yang 'benar' dengan yang 'tidak benar'. Injil Filipus menyatakan: Banyak orang akan turun ke dalam air dan muncul ke permukaan kembali tanpa menerima apapun, namun mereka masih mengaku diri sebagai orang Kristen. Hal ini sangat bertentangan dengan ajaran Gereja Katolik menekankan pentingnya sakramen baptis sebagai sarana keselamatan.

Di dalam kepercayaan Kristen, Yesus dipercaya lahir dari perawan Maria, namun di dalam InjilFilipus kepercayaan tersebut ditolak. Di dalam Injil Filipus dikatakan: "Tuhan tidak akan pernah berkata, 'Bapaku yang ada di dalam sorga', kecuali dia memiliki bapa di tempat lain. Dia hanya akan berkata, 'Bapaku'."

Ajaran penciptaan yang ditampilkan di dalam Injil Filipus sangat dipengaruhi pemikiran Gnostik. Dikatakan di dalam injil tersebut:
"Dunia ada karena sebuah kekeliruan. Karena dia yang menciptakannya ingin menciptakannya sebagai yang abadi dan tidak bisa mati. Ia tidak berhasil memenuhi dambaannya. Karena dunia tidak pernah abadi; dan juga, karena itu, ia yang membuat dunia juga tidak pernah abadi..."
Di sini terkandung ajaran Gnostik tentang dua allah, yang benar dan yang jahat, dan allah pencipta dunia adalah allah yang jahat.
Di dalam injil ini terdapat pandangan khas Gnostik tentang keterpilihan sebagian orang saja. Orang-orang yang dianggap sebagai orang benar adalah orang-orang yang mengetahui kebenaran, yakni para pengikut Gnostik. Hal tersebut dinyatakan melalui:
"Ada banyak hewan di dunia yang berwujud manusia. Ketika Allah mengidentifikasi mereka, kepada babi ia akan memberikan buah ek, kepada hewan ternak ia akan melemparkan gandum, dedak, dan rumput, dan kepada anjing-anjing ia akan melemparkan tulang. Kepada para budak, ia hanya akan memberi pelajaran-pelajaran dasar, namun kepada anak-anak ia akan memberi keseluruhan pelajaran."
Di sini, orang-orang Kristen disimbolkan sebagai budak-budak yang menerima pelajaran Allah dengan tidak lengkap. Para pengikut Gnostik disebut sebagai anak-anak yang telah menerima seluruh kebenaran.

Injil Basilides
Juga ada tulisan Basilides, seorang bidat yang hidup pada abad ke-2, yang menentang ajaran yang mengatakan bahwa Yesus telah menderita disalib. Menurut Basilides, Yesus  menyerahkan salibnya kepada Simon dari Kirene dan dengan suatu cara Yesus berhasil mengelabui mata semua orang ketika Yesus meminjamkan bentuk raganya kepada Simon. Pada saat penyaliban Yesus memandang kejadian itu sambil tertawa. Menurut Deshi Ramadhani kisah-kisah seperti ini juga ada dalam tulisan-tulisan yang lain yang bersifat Gnostik, seperti misalnya injil Filipus seperti yang disebutkan di atas.

Injil Masa Kecil Yesus menurut Thomas
Dalam kitab-kitab Injil yang diakui sejak semula, kehidupan Yesus Kristus pada masa kecil tidaklah banyak dicatat. Bahkan sejak umur 12 tahun sampai umur 30 tahun tidak ada catatan sama sekali mengenai kehidupan Yesus Kristus. Dalam injil-injil tertentu  ada banyak diceritakan kehidupan Yesus pada waktu masih kecil. Inilah yang disebut injil-injil Masa Kecil. Tetapi injil-injil itu mengandung banyak cerita yang terasa seperti dibuat-buat dan berlebih-lebihan, sehingga mirip dengan cerita-cerita dongeng.

Sebagai contoh dalam injil Masa Kecil menurut Thomas, diceritakan bahwa pada waktu masih kanak-kanak Yesus membuat 12 burung pipit dari tanah liat, dan kemudian ia menghidupkan burung-burung itu. Dalam injil ini ada kesan bahwa Yesus pada waktu kecil nakal, tidak mempunyai belas kasihan, ugal-ugalan, dan suka  membuat mukjizat sesuka hatinya. Misalnya ada dikisahkan seorang anak berlari dan menabrak bahunya, kemudian karena marah ia mengutuk anak tersebut, dan anak itupun jatuh dan mati.

Juga ada kisah semacam ini: Seorang anak terjatuh dari atap rumah dan mati, dan kemudian Yesus dituduh mendorongnya. Kemudian Yesus membangkitkan anak itu dari kematian  dan bertanya kepadanya apakah ia yang mendorongnya hingga jatuh mati. Juga ada mukjizat-mukjizat lain seperti membuat seorang anak menjadi kering, membawa air dengan jubahnya, dan lain sebagainya. 

Injil Masa Kecil Yesus menurut Pseudo-Matius
Ada orang yang mencatat salah satu dari injil-injil Gnostik itu menceritakan Yesus sudah bisa berbicara pada waktu masih bayi! Kisah yang lain menceritakan bagaimana Yesus pada waktu masih bayi selama perjalanan ke Mesir bersama orang tuanya tiba di sebuah gua. Tiba-tiba munculah banyak naga dari dalam gua itu. Maka Yesus yang masih bayi itu turun dari pangkuan ibunya dan berdiri. Kemudian naga-naga itu menyembah Yesus, dan sambil tetap menyembah merekapun mundur menjauhi mereka. Yesus yang masih bayi itu memerintahkan naga-naga itu untuk tidak melukai siapapun. Dan ia yang masih bayi itu berkata-kata dengan lancar kepada ayah ibunya. Ada juga kisah Yesus mengubah anak-anak menjadi kambing-kambing!

Dalam injil-injil yang diakui jemaat (kanonik), Yesus Kristus tidak pernah sembarangan membuat mukjizat. Ia membuat mukjizat seperlunya saja dan semata-mata hanya berdasarkan perintah Allah saja, bukan hanya atas izin Allah, apalagi dari kehendaknya sendiri. 

Dalam injil-injil yang ditolak itu sepertinya Yesus membuat mukjizat sesuka hatinya tanpa tujuan yang jelas sehingga terasa seperti dongeng yang dibuat-buat. Pendeknya injil-injil yang ditolak tersebut memang memiliki ‘rasa’ dan ‘aroma’ yang asing bagi kepekaan jemaat.

Injil Thomas
Dalam injil Thomas dikisahkan perkataan Yesus bahwa perempuan akan masuk surga jika ia menjadi laki-laki. Di sini kentara sekali ada persoalan serius mengenai gender. Perempuan diremehkan dengan mengatakan hanya laki-laki saja yang akan masuk surga!
114. Simon Petrus berkata kepada mereka, "Suruh Maria meninggalkan kita, karena perempuan tidak pantas mendapatkan kehidupan." Yesus berkata, "Lihatlah, aku akan membimbingnya untuk menjadikannya laki-laki, sehingga ia pun dapat menjadi roh yang hidup seperti kalian laki-laki. Karena setiap perempuan yang menjadikan dirinya laki-laki akan masuk ke dalam Kerajaan Surga."
Ucapan 114 dalam Injil Tomas menggambarkan Yesus yang menolak kaum perempuan, dan karenanya, bersifat apokrif. Namun, harus diingat bahwa yang digambarkan mengatakan bahwa kaum perempuan tidak layak adalah Petrus, bukan Yesus, dan bahwa Yesuslah yang menegaskan bahwa Maria Magdalena, seorang perempuan, mempunyai hak untuk menerima ajaran-ajaran rohani.

Injil Tomas TIDAK dimasukkan ke dalam kanon Perjanjian Baru karena:
  • Isinya dianggap sesat.
  • Dianggap tidak otentik.
  • Tidak dikenal oleh para penyusun Kanon.
  • Dianggap dikalahkan oleh Injil-injil Naratif.
  • Tergolong dalam suatu cabang kekristenan yang berada di luar lingkaran Atanasius dari Alexandria yang dominan.
  • Penekanannya pada spiritualitas pribadi di luar Gereja dianggap anatema bagi kepentingan agama yang terorganisasi.

Injil Yakobus
Menggambarkan kelahiran dan masa kecil Maria serta perkawinannya dengan Yusuf. Bagian yang cukup panjang pasal 17-20 beralih fokus ke kelahiran Yesus, tidak lagi terpusat pada figur Maria sendiri (yang dikisahkan dalam pasal 1-16), sehingga bisa jadi bagian ini pun suatu tambahan editorial belakangan. Tetapi bagian tentang kelahiran Yesus ini juga memuat sebuah tema penting tentang diri Maria juga, karena di dalamnya dikisahkan tentang keperawanan Maria yang tak hilang kendatipun dia baru saja memperanakkan bayi Yesus, sebagaimana telah diuji oleh bidan Salome yang memasukkan jarinya ke dalam vagina Maria untuk memeriksa selaput daranya yang ternyata tetap utuh (19:18-20:2).

Kelahiran Maria digambarkan dalam dokumen ini sebagai suatu kelahiran yang suci dan ajaib, kelahiran yang terjadi karena Tuhan Allah menghendakinya. Anna, ibu Maria, digambarkan menyatakan dirinya sudah mengandung begitu baru bertemu dengan Yoakhim, ayahnya, yang, setelah sekian waktu berlalu, baru kembali dari pengasingan dirinya di padang gurun (4:1, 3, 9). Maria dikandung tanpa hubungan seksual sebelumnya antara Yoakhim dan Anna.

Selanjutnya ketika Maria dibesarkan, dalam tiga tahun pertama kehidupannya kesucian dirinya dijaga betul oleh kedua orangtuanya, termasuk juga kesucian semua makanan yang masuk ke dalam mulutnya. Maria diberi tempat khusus yang disucikan sebagai kamar tidurnya. Pada usia satu tahun, dia menerima berkat dari para imam. Ketika dia diserahkan ke bait suci Tuhan pada waktu dia sudah berusia tiga tahun, Maria tinggal di situ di Ruang Maha Kudus dengan diberi makan oleh seorang malaikat Tuhan (PJ 13:7; 15:10), sampai dia memasuki usia dua belas tahun. Setelah berusia dua belas tahun, karena sudah mulai menstruasi, Maria harus meninggalkan bait suci Tuhan, dan mulai hidup di bawah naungan dan perlindungan Yusuf sebagai walinya, sementara Yusuf sendiri adalah seorang lelaki tua yang sudah menjadi duda dengan memiliki sekian putera dari isterinya sebelum dia bertemu dengan Maria dan menjadi wali perawan ini.

Sejauh ini konsep Imakulata menurut Injil Yakobus sesuai dengan Iman Katolik, tetapi dengan menyatakan bahwa Yusuf sudah memiliki beberapa putera sebelum bertemu dengan Maria, Injil Yakobus secara tak langsung menegaskan bahwa Bunda Maria dan Yusuf sama sekali tidak mendapatkan seorang anakpun. Ini sangat bertentangan dogma Gereja Katolik yang memandang saudara-saudara yang dimiliki Yesus (baik saudara lelaki maupun saudara perempuan) bukanlah saudara-saudara kandung Yesus, melainkan saudara-saudara sepupunya, menurut Injil Yakobus saudara-saudara lelaki yang dimiliki Yesus adalah saudara-saudara tiri, anak-anak Yusuf dari isteri terdahulunya.

Injil Maria Magdalena

Injil Maria Magdalena
Injil Maria Magdalena banyak membahas tentang tiga hal:
  1. Kematian sebagai akibat dari Demiurgos
  2. Kenaikan Yesus
  3. Kenaikan jiwa dalam pandangan gnostik
Ketiga tema utama tersebut diajarkan melalui percakapan antara murid-murid Yesus dan Maria Magdalena yang ditampilkan sebagai pemberi jawab atas pertanyaan murid-murid. Sebagian besar kitab ini juga menggambarkan diskusi antara Yesus yang bangkit dengan Maria Magdalena tentang kehidupan setelah kematian.

Tidak ada yang spesial dari kitab ini. Jumlah halaman yang ditemukan yang terlalu sedikit membuat para sarjana kesulitan mengetahui penekanan maupun konsistensi teologi dari kitab ini. Secara umum apa yang ditampilkan sangat mirip dengan tulisan-tulisan gnostik yang lain. Bagaimanapun, ada satu bagian yang mengundang kontroversi para sarjana.

Injil Maria 17:10 - 18:2
Tetapi Andreas menjawab dan berkata kepada saudara-saudara, “katakan apa yang ingin kalian katakan tentang apa yang telah ia (Maria Magdalena) katakan. Aku setidaknya tidak percaya kalau Juru Selamat mengatakan seperti itu, karena ajaran-ajaran itu jelas merupakan hal yang aneh”. Petrus menjawab dan mengatakan hal yang sama.
Ia menanyakan mereka tentang Juru Selamat: “apakah Ia sungguh-sungguh berbicara dengan seorang wanita tanpa pengetahuan kita dan tidak secara publik?
Akankah kita berpaling dan semua mendengarkan dia (Maria Magdalena)?
Apakah Ia lebih memilih dia daripada kita?”
Lalu Maria meratap dan berkata kepada Petrus, “Saudaraku Petrus, apa yang engkau pikirkan?
Apakah engkau berpikir bahwa aku sendiri telah memikirkan hal ini atau aku sedang berdusta tentang Juru Selamat?”
Lewi menjawab dan berkata kepada Petrus, “Petrus, engkau selalu temperamental. Sekarang aku melihat engkau menentang seorang wanita seperti musuh. Tetapi jika Juru Selamat membuat dia layak, akankah engkau sungguh-sungguh menolaknya?
Juru Selamat tentu mengenal dia sangat baik. Itulah sebabnya Ia mengasihi dia lebih daripada kita. Sebaliknya, biarlah kita malu dan memakai Manusia sempurna, berpisah sebagaimana Ia memerintahkan kita dan memberitakan Injil, tidak meletakkan hukum atau peraturan lain selain apa yang Juru Selamat katakan.

Teks di atas menyiratkan posisi Maria Magdalena yang lebih istimewa dibandingkan para rasul lain. Kontroversi seputar teks ini menjadi semakin mencuat seiring dengan penafsiran para sarjana liberal yang mengatakan bahwa untuk menyerang dominasi Maria Magdalena, Gereja Katolik (secara khusus Paus Gregorius I, tahun 591 M) kemudian menampilkan Maria Magdalena sebagai pelacur. Mereka berpendapat bahwa Gereja Katolik melakukan itu sebagai sentimen gender dan perebutan kekuasaan gereja.

Sebagaimana dalam tulisan Gnostik lainnya, kitab ini juga memiliki ungkapan-ungkapan yang simbolis dan misterius, tidak terkecuali Injil Maria Magdalena 17:10-18:21. Teks ini menggambarkan pertentangan antara Gereja Katolik (diwakili oleh Petrus) dan aliran minoritas lain (diwakili tokoh wanita Maria Magdalena). Seperti kebanyakan konsep gnostik, yang dianggap lebih hebat adalah sebagian kecil orang yang mendapatkan wahyu khusus secara rahasia.

Pemunculan Maria Magdalena sebagai orang yang terkemuka dalam kitab ini diduga para sarjana berhubungan dengan sebuah sekte Kristen yang dulu mungkin didirikan oleh atau memuja Maria Magdalena. Sekte ini mengekspresikan pemujaan tersebut dalam konsep gnostik. Kemungkinan besar hal ini berkaitan dengan konsep gnostik yang mengagungkan “hikmat” (sophia) yang ditampilkan sebagai figur feminin. Teks di atas juga tidak boleh diartikan sebagai indikasi adanya perebutan jabatan gerejawi. Kaum Gnostik menganggap diri sebagai penerima pengetahuan yang rahasia dari Kristus, sedangkan pengetahuan ini bertentangan dengan ajaran Gereja Katolik yang menekankan penerusan  tradisi dari saksi mata.

Injil Petrus
Injil Petrus menyoroti peristiwa seputar pengadilan, kematian, dan kebangkitan Yesus. Yang lain, misalnya ”Kisah Pilatus”, bagian dari ”Injil Nikodemus”, mengisahkan orang-orang yang terkait dengan peristiwa tersebut. Karena berisi keterangan yang tidak benar dan tokoh yang fiktif, teks-teks ini tidak dapat dipercaya. ”Injil Petrus” berupaya menggambarkan Pontius Pilatus sebagai sosok yang baik dan menceritakan kebangkitan Yesus secara berlebihan.

Injil Nikodemus
Injil ini merupakan injil "belas kasihan" yang isi pokoknya adalah laporan resmi pengasulnya Pilatus yang sebenarnya merupakan satu dari dua bagian Injil. Bagian yang kedua adalah Turunnya Kristus ke Neraka yang di dalamnya Yusuf dari Arimatea menggambarkan masuknya Kristus yang dahsyat ke Hades, membebaskan orang mati, dan penangkapan Iblis. Di antara dokumen-dokumen dan surat-surat yang dilampirkan dalam injil adalah Paradosis yaitu laporan penyerahan Yesus kepada orang Yahudi yang dilakukan oleh Pilatus. Injil Nikodemus merupakan salah satu dokumen yang paling dramatis dan menyentuh di awal kekristenan.

Injil Kebenaran
Injil Kebenaran yang terdapat dalam koleksi manuskrip Nag Hammadi, memberikan kesan bahwa berbagai gagasan Gnostik yang mistis berasal dari Yesus. Seorang pakar menyatakan bahwa injilini menggambarkan Yesus sebagai ”guru dan penyingkap hikmat serta pengetahuan, bukan juru selamat yang mati demi dosa dunia”. Hal ini bertentangan dengan iman katolik dimana  mengajarkan bahwa Yesus benar-benar mati sebagai korban untuk dosa dunia. (Matius 20:28; 26:28; 1 Yohanes 2:1, 2) Jelaslah, tujuan injil Gnostik adalah melemahkan, bukannya menguatkan iman. (Kisah 20:30).

Injil Yudas

Injil Yudas 
Dalam ”Injil Yudas”, Yesus menertawakan murid-muridnya yang kurang berpengetahuan. Hanya Yudas yang benar-benar mengerti keinginan Yesus. Jadi, Yesus secara pribadi memberi tahu Yudas ”rahasia-rahasia kerajaan”. Injil tersebut juga mengungkap bahwa Yudas sebenarnya pahlawan, rasul yang paling memahami Yesus, dan bahwa ia membantu kematian Yesus karena permintaan Yesus sendiri.

Injil Yudas menyatakan bahwa para rasul Yesus yang terkenal tidak memahami ajaran Yesus dan bahwa ada suatu ajaran rahasia dari Yesus yang hanya dimengerti segelintir orang pilihan. Injil itu diawali dengan kata-kata, ”Pernyataan rahasia yang diucapkan oleh Yesus dalam pembicaraan dengan Yudas Iskariot, selama delapan hari, tiga hari sebelum ia merayakan Paskah.”

Saat pembicaraan antara Yesus dengan Yudas, dikatakan bahwa Yudas Iskariot adalah murid yang dipercaya Yesus dan diberikan pengetahuan rahasia tersebut, serta mendapatkan perintah dari Yesus untuk menyerahkan Yesus supaya disalibkan. Murid-murid yang lain dipandang sebagai orang-orang yang salah memahami siapa Yesus, berbeda dengan Yudas yang mendapat pengetahuan rahasia dari Yesus tentang kefanaan raga dan kebakaan jiwa. Melalui peristiwa penyaliban, Yesus dapat terbebas dari tubuh ragawi yang fana dan jiwanya dapat kembali ke alam spiritual yang kekal bersama Allah, dan hal itu dimungkinkan melalui peran Yudas, sang murid istimewa. Hal ini sangat bertentangan dengan iman Gereja Katolik, dimana Yesus disalibkan untuk menebus dosa umat manusia.

Injil Barnabas

Injil Barnabas
Dalam Injil Barnabas diungkapkan tentang akan datangnya Rasul bernama Muhammad SAW, setelah Nabi Isa. Berikut ini isi Injil Barnabas yang menyebut tentang Nabi Muhammad :
"Yesus menjawab: `Nama sang Mesias adalah yang terpuji, karena Allah sendiri telah memberikan nama itu ketika Ia menciptakan jiwanya, dan menempatkannya di dalam kemuliaan surgawi. Allah berkata: "Nantikanlah Muhammad; demi engkau, Aku akan menciptakan firdaus, dunia, dan begitu banyak makhluk, yang akan Aku serahkan kepadamu sebagai hadiah, sedemikian rupa sehingga barangsiapa memberkai engkau, dia akan diberkati, dan barangsiapa mengutuk engkau, ia akan dikutuk. Ketika Aku mengutus engkau ke dalam dunia, Aku akan mengutus engkau sebagai utusan keselamatan-Ku dan kata-katamu akan menjadi kenyataan, sedemikian rupa sehingga meskipun langit dan bumi akan gagal, imanmu tidak akan pernah gagal." Muhammad adalah namanya yang diberkati.' Kemudian khalayak itu mengangkat suara mereka, lalu berkata, `O Allah, utuslah kepada kami utusan-Mu: O Yang Terpuji, datanglah segera demi perdamaian dunia!'" (Barnabas 97:9-10)
Menurut salah satu versi dari Injil Barnabas:
'Kemudian imam itu berkata: "Dengan nama apakah Mesias itu akan dipanggil?" {Yesus menjawab} "Muhammad adalah namanya yang diberkati" ' (ps. 97).

Menurut salah satu versi dari Injil Barnabas, Yesus menyangkal bahwa dialah sang Mesias itu, dan mengklaim bahwa Mesias akan datang dari kalangan keturunan Ismael (yakni, Arab):
"Pada saat itu Yesus berkata: 'Engkau menipu dirimu sendiri; karena Daud di dalam Roh menyebutnya Tuan, dan dengan demikian berkata: "Allah berkata kepada tuanku, duduklah di sebelah kananku, sampai musuh-musuhmu kutaruh di bawah kakimu lawan-lawanmu pijakan kakimu. Allah akan mengirimkan tongkatmu sehingga engkau berkuasa di antara lawan-lawanmu." Bila utusan Allah yang engkau sebut Mesias adalah anak Daud, bagaimana mungkin Daud menyebutnya tuan? Percayalah padaku, karena sesungguhnya aku berkata kepadamu, bahwa janji itu telah dibuat dalam diri Ismael, bukan Ishak.'" (Barnabas 43:10)

Menurut Injil Barnabas, Yesus meramalkan dan menolak penyembahan dirinya sebagai Allah:
dan setelah mengatakan hal ini, Yesus memukul wajahnya dengan kedua tangannya, dan kemudian menutupi tanah dengan kepalanya, sambil berkata: "Terkutuklah barangsiapa yang memasukkan ke dalam ucapan-ucapanku bahwa aku adalah anak Allah"

dan setelah berkata demikian Yesus keluar dari Bait Allah. Dan rakyat mengagungkannya, karena mereka membawa semua orang yang sakit yang dapat mereka kumpulkan, dan Yesus setelah berdoa memulihkan kesehatan mereka: oleh karena itu, pada hari itu di Yerusalem tentara-tentara Romawi, melalui pekerjaan Setan, mulai menghasut rakyat, sambil berkata Yesus adalah Allah Israel, yang telah datang untuk melawat umat-Nya." (69:6)

Yesus menjawab: "Dan engkau; menurut engkau siapakah aku?" Petrus menjawab: "Engkau adalah Kristus, anak Allah". Lalu Yesus menjadi marah, dan dengan murka Yesus menegurnya sambil berkata: "Pergilah daripadaku, karena engkau adalah iblis yang berusaha membuat aku berdosa."

Yesus berkata lagi: "Aku mengaku di hadapan surga, dan meminta kesaksian dari semua yang hidup di muka bumi, bahwa aku adalah seorang asing bagi semua orang yang telah berkata tentang aku, yakni, bahwa aku lebih daripada seorang manusia biasa. Karena aku, yang lahir dari seorang perempuan, takluk kepada penghakiman Allah; yang hidup di sini seperti semua orang lainnya, sama-sama dapat mengalami penderitaan yang sama." (94:1)

Kemudian imam itu menjawab, dengan gubernur dan raja: "Jangan sesali dirimu, O Yesus, yang kudus dari Allah, karena pada masa kita pemisahan ini tidak akan ada lagi, karena kami akan menulis kepada senat Romawi yang suci dengan cara yang sedemikian bijaksana sehingga dengan dekrit kaisar tak seorangpun akan menyebut engkau Allah atau anak Allah." Kemudian Yesus berkata: "Kata-katamu tidak menghibur aku, karena ketika engkau mengharapkan terang, kegelapanlah yang akan datang; tetapi penghiburanku terdapat dalam kedatangan sang Utusan, yang akan menghancurkan setiap pandangan yang salah tentang aku, dan imannya akan menyebar dan akan menguasai seluruh dunia, karena demikianlah yang telah Allah janjikan kepada Abraham bapak kita." (97:1)

Semua sarjanawan kristen setuju bahwa injil Barnabas bukanlah kitab yang ditulis berdasarkan kebenaran, karena jelas kitab barnabas bukanlah berasal dari penulis atupun seorang yang berasal dari jemaat mula-mula dan jarak waktu penulisan kitab dan injil lainnya yang sangat jauh sedangkan injil barnabas baru ada di abad 16 dan ditulis oleh seorang moor Ibrahim al-Taybili di Tunisia yang notabennya ialah seorang muslim sehingga dapat dipastikan injil barnabas bukanlah sebuah kitab yang memuat konteks kebenaran jemaat mula-mula (palsu).

Injil-injil semacam itu akhirnya ditolak oleh Gereja Katolik karena tidak jelas siapa penulisnya, dan tidak dapat ditelusuri sampai dengan jaman para Rasul dan para saksi mata. Dan juga kisah-kisah itu terasa mengada-ada dan berlebihan.

St. Barnabas
Ikon St. Barnabas
Surat Barnabas
Surat Barnabas adalah sebuah traktat Kristen pseudonim yang ditulis di Aleksandria pada akhir abad pertama Masehi. Karangan ini berasal dari orang-orang Kristen Aleksandria yang berkebudayaan Yunani. Surat ini mencela nilai ketaatan harfiah terhadap hukum-hukum ritual Yahudi. Karya yang seluruhnya dalam bahasa Yunani ini terdapat pada Kodeks Sinaitikus. Untuk beberapa kalangan Kristen, karya ini tampaknya sangat mendekati batas kanon Perjanjian Baru meskipun tidak pernah benar-benar diterima. Dalam Surat Barnabas ini diusahakan untuk menunjukkan bahwa Perjanjian Lama hanya punya arti apabila dimengerti dari sudut pandangan Injil. Surat Barnabas merupakan kitab yang disebutkan banyak sekali pendeta gereja awal termasuk oleh Eusebius, Origenes, dan Jerome. Ada pendapat bahwa Surat Barnabas ini ditemukan dalam Suriah Sinaitik, versi Alkitab abad ke-4 CE. Meskipun tidak dikatakan dengan tegas, Surat Barnabas ini jelas-jelas menentang doketisme dan gnostis. Ignatius, Polikarpus bersama dengan Surat Barnabas melawan gnostis tetapi tidak berhasil mengalahkan gnosis.

Injil Marcion
Marcion adalah seorang uskup dalam gereja mula-mula di kota Sinope. Salah satu pemikirannya yang banyak memicu perdebatan adalah pemisahan radikal antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Teologi yang diajarkannya menganggap Allah dalam Alkitab Ibrani (Perjanjian Lama di Alkitab Kristen) lebih rendah tingkatannya daripada Allah dalam Injil (Perjanjian Baru), karenanya Marsion menganggap bahwa Perjanjian Lama yang diwakili oleh Taurat tidak dapat disandingkan dengan Injil. Ajarannya diikuti oleh sejumlah orang dan disebut aliran Marsionisme. Ajaran ini ditentang oleh bapa-bapa gereja (antara lain Ireneus dalam karyanya "Melawan Ajaran Sesat") dan ia di-ekskomunikasi oleh Gereja Katolik Roma. Penolakannya atas kitab-kitab yang dianggap bagian Kitab Suci dalam gereja mula-mula menyebabkan gereja memulai penetapan kanon Alkitab.

Injil Kaum Ebionit
Ebionisme adalah sebuah sekte yang muncul di dalam komunitas orang-orang Kristen Yahudi. Muncul sekitar abad pertama atau pada awal kekristenan dan pengikutnya disebut kaum "Ebionit".Ebionit merupakan sekte di kalangan orang Kristen Yahudi yang muncul pada awal kekristenan. Kata "ebionit" berasal dari bahasa Ibrani, artinya miskin. Sekte ini berkembang di sebelah timur sungai Yordan. Ebionit mengajarkan bahwa Yesus hanyalah anak Maria dan Yusuf, yang pada waktu pembaptisan diangkat menjadi putera Allah dan dipersatukan dengan 'Kristus abadi', yang lebih tinggi dari malaikat agung, tetapi Yesus bukan Allah.

Menurut mereka, Kristus telah menjelma beberapa kali di dalam diri tokoh-tokoh seperti Adam. Hal ini menyebabkan pandangan mereka tentang Yesus hanyalah sebatas guru dan bukan penyelamat.Kelompok Ebionit menekankan bahwa hukum Taurat masih berlaku. Mereka mempertahankan hukum Sabat, pembasuhan sebelum berdoa, peraturan tentang makanan haram, dan melakukan sunat. Injil yang dipakainya hanyalah Injil Matius (tanpa bab 1 dan 2), yang mereka sebut sebagai injil ebionit atau 'injil menurut umat Ibrani'. Mereka menolak surat-surat Paulus dan menekankan hidup askese yang berat.
Mengapa Gereja Katolik memusnahkan injil-injil palsu? 
Demikianlah kita melihat dua arti dalam kata apokrif. Pertama, bagi mereka yang mengakui kebenaran tulisan-tulisan tersebut, apokrif memiliki arti positif. Artinya, tulisan-tulisan tersebut tersembunyi bagi orang kebanyakan, karena tulisan-tulisan ini berisi bahan yang terlalu dalam, terlalu sulit untuk dipahami oleh orang biasa. Kedua, sebaliknya, bagi mereka yang tidak mengakui kebenaran tulisan-tulisan tersebut, apokrif memiliki arti negatif. Artinya, tulisan-tulisan ini disembunyikan karena isinya memang dinilai sesat (heretis), palsu, tidak sesuai dengan ajaran Gereja yang resmi (Gereja Katolik).

Meskipun demikian, sejarah juga mencatat bahwa ada banyak tulisan yang dinilai sesat. Jemaat dilarang untuk membaca, menyimpan, atau menyebar-luaskan tulisan-tulisan semacam itu. Tulisan-tulisan ini dinyatakan tidak sesuai dengan ajaran Gereja Katolik. Dalam arti inilah kita sekarang bisa berbicara tentang injil apokrif sebagai "injil yang disembunyikan" atau "injil yang dilarang" atau lebih tegas lagi "injil sesat". Maka meskipun arti kata apokrif sendiri pada dasarnya netral, kata tersebut menjadi berarti "sesat" atau" tidak resmi" ketika digunakan untuk menunjuk pada tulisan-tulisan yang dilarang oleh pemimpin Gereja.

Pada akhir abad kedua, St. Ireneus dari Lyon menulis bahwa orang-orang Kristen yang murtad memiliki ”sejumlah besar tulisan yang apokrif dan palsu”, termasuk injil-injil yang ”dikarang-karang oleh mereka sendiri, untuk membuat bingung orang-orang bodoh”. Karena itu, injil apokrifa akhirnya dianggap berbahaya untuk dibaca atau bahkan untuk dimiliki.

Dalam konteks perang melawan ajaran-ajaran sesat semacam inilah Gereja Katolik juga menyita banyak tulisan yang dinilai sesat. Banyak dokumen dirampas dan dibakar. Bahkan mereka yang masih menyimpannya bisa diseret ke pengadilan karena telah melakukan tindakan yang digolongkan sebagai sebuah tindak kriminal.

Dalam situasi semacam itu, mungkin, seorang rahib dari biara Santo Pakomius (292-349 M), melarikan buku-buku papirus yang dilarang tersebut dan menyembunyikannya di Nag Hammadi. Kondisi yang sangat kering dan tempat yang sangat tersembunyi itu memungkinkan buku-buku terlarang itu bertahan meskipun telah terkubur selama kurang lebih 1600 tahun.

Apakah kitab-kitab yang dikanonkan oleh Gereja Katolik adalah sudah pasti benar?
Di tengah kekacauan dan kebingungan tersebut, ada satu hal dasar yang penting untuk diperhatikan. Kriteria usia sebuah tulisan menjadi sebuah kriteria sangat penting untuk menentukan apakah tulisan itu bisa diterima sebagai tulisan iman atau tidak. Dengan demikian, tulisan-tulisan lain yang disusun selama abad pertama akan dipandang lebih memiliki wibawa atau otoritas daripada tulisan-tulisan yang disusun selama abad kedua. Dalam tulisan-tulisan yang lebih awal tersebut terlihatlah sebuah kriteria yang menentukan, yakni bahwa sebuah dokumen memang ditulis dengan maksud untuk menumbuhkan iman pembaca. Hal inilah yang ditegaskan dalam Yohanes 20:31, "semua yang tercantum di sini telah dicatat, supaya kamu percaya bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya."

Dalam perjalanan sejarah, tulisan-tulisan itu melewati proses yang kurang lebih alamiah di dalam penggunaannya di kalangan Gereja perdana. Melalui pertemuan-pertemuan iman atau dalam perayaan-perayaan liturgis, orang mulai tahap demi tahap bisa membedakan mana tulisan-tulisan yang dirasa lebih cocok untuk iman mereka ketika itu, dan mana yang tidak. Proses seleksi tulisan-tulisan secara alamiah ini berjalan seiring juga dengan proses seleksi yang dilakukan oleh Paus Roma sebagai pemimpin Gereja perdana. Paus St. Damasus I dengan kuasa infallible (tidak dapat sesat dalam pengajaran iman dan moral) berperan untuk menilai tulisan-tulisan yang beredar itu sebagai tulisan yang benar sesuai dengan Iman Katolik atau tidak.

Ini adalah dasar bahwa Kitab Suci yang telah dikanonkan dijamin dari kesalahan (infalibilitas).
"Allah adalah penyebab Kitab Suci: Ia mengilhami pengarang-pengarang manusia: Ia bekerja dalam mereka dan melalui mereka. Dengan demikian Ia menjamin, bahwa buku-buku mereka mengajarkan kebenaran keselamatan tanpa kekeliruan."
~ Katekismus Gereja Katolik 136
Karena itu, perjuangan untuk memasukkan sebuah kitab/Surat dalam Kitab Suci sungguh memakan waktu dan pertimbangan yang matang dari sisi pewahyuan dan isinya yang mendukung perkembangan iman umat, seperti misalnya; Kitab Wahyu. Kitab ini awalnya tidak diterima oleh umat kristen perdana. Tapi hanya karena keputusan dari Paus Roma (bersifat infallible / tidak dapat salah) yang mempertimbangkan bahwa isi kitab ini dapat membantu umat dalam mengenal dan mengimani Allah, maka akhirnya Kitab Wahyu dimasukkan dalam Kitab Suci seperti sekarang ini. Kuasa Paus untuk menentukan ini berdasar pada Mat 28:20; "Ajarilah mereka tentang segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan, lihatlah, Aku akan menyertaimu sampai akhir zaman." (kamu di sini adalah para rasul dibawa komando Petrus sebagai pemimpin resmi yang diangkat oleh Yesus).

Tulisan yang dialami sebagai tulisan yang sesuai dengan iman katolik akan terus digunakan, disalin, dan disebarluaskan. Sebaliknya, tulisan yang dirasa membingungkan atau menyesatkan, ditambah dengan pernyataan-pernyataan tegas dari para Bapa Gereja yang melawan kesesatan tulisan tersebut, akhirnya tidak lagi digunakan. Karena dirasa tidak begitu berguna, mungkin kemudian tidak disimpan dengan baik, tidak disalin, tidak disebarluaskan, atau bahkan dengan sengaja dibakar dan dimusnahkan. Meskipun demikian, pada kenyataannya, tidak semua tulisan tersebut telah sama sekali musnah ditelan sejarah. Sejumlah teks kuno tersebut akhirnya sampai juga kepada kita.

https://jakartaberdoa.wordpress.com/2010/12/03/kitab-nikodemus/
http://id.wikipedia.org/wiki/Marsion
http://id.wikipedia.org/wiki/Ebionisme
http://id.wikipedia.org/wiki/Surat_Barnabas
http://www.bersatulahdalamgerejakatolik.com/2015/02/menguak-injil-injil-rahasia.html