Umat Kristiani Bukan Nashara [Kaum Nasrani]



Dalam bahasa Arab, kata “nashara” merupakan bentuk jamak dari “nashrani”. Sebutan “umat Nasrani” secara salah-kaprah digunakan untuk merujuk pada umat Kristiani, penganut agama Kristen. Kita sering jumpai ucapan selamat Natal dari sebagian kaum Muslim diawali dengan kalimat “Buat kawan-kawan umat Nasrani”. Bahkan, dalam tulisan teolog Kristen Rinto Pangaribuan (Geotimes, 23 Desember 2016), kata “Nasrani” dan “Kristen” digunakan secara bergantian.

Sepanjang sejarah Kristen, umat Kristiani tidak menyebut diri mereka sebagai “nashara” atau kaum Nasrani. Orang-orang Kristen Arab menyebut diri mereka dengan kata “masihiyyun” (pengikut al-Masih) dan karena itu agama Kristen disebut “masihiyyah”. Di kalangan komunitas non-Arab pun istilah “nashara” tidak digunakan untuk menyebut para pengikut Yesus.

Dalam literatur Kristen berbahasa Suriah (Syriac), misalnya, dikenal istilah mshihaya. Yakni, seperti padanan Arabnya, para pengikut al-Masih. Juga, dalam bahasa Yunani lebih dikenal sebutan kristyana, yang berarti pengikut Kristus.

Kaum Muslim menggunakan istilah nashara atau nashrani karena al-Qur’an menggunakan kedua kata tersebut. Siapakah kaum nashara dalam al-Qur’an? Bolehkah kita memanggil umat Kristiani sekarang dengan sebutan nashara? Sebelum pertanyaan terakhir dijawab “tidak”, kita perlu diskusikan pertanyaan pertama dahulu.

“Nashara/Nashrani” dalam al-Qur’an

Kata “nashara/nashrani” muncul empat belas kali dalam al-Qur’an. Selain itu, Kitab Suci kaum Muslim juga menggunakan istilah “ahlul kitab” sebanyak lima puluh empat kali, yang mencakup di dalamnya umat Kristiani. Dalam satu ayat, umat Kristiani disebut “ahlul injil”. Ketiga istilah tersebut digunakan untuk merujuk pada para pengikut Isa, putera Maryam.

Menarik dicatat, di antara ketiga istilah tersebut, kata “nashara” yang paling sedikit didiskusikan. Padahal, istilah itu sebenarnya yang paling problematik atau, setidaknya, enigmatik. Kaum Muslim sekarang secara taken-for-granted mengira bahwa nashara/nashrani merupakan sebutan yang diterima luas oleh umat Kristiani. Bahkan, mungkin sebagian umat Kristiani sendiri tidak mengetahui bahwa nashara/nashrani adalah sebutan yang bersifat peyoratif.

Sebelum didiskusikan lebih lanjut watak peyoratif istilah nashara, ada baiknya disebutkan terlebih dahulu aspek filologis dan leksikografis dari kata enigmatik itu. Sebenarnya para mufasir Muslim awal tampak kesulitan melacak etimologi kata “nashara”.

Ada dua tafsir yang mereka ajukan. Pertama, melacak kata “nashara” dari sisi geografis, yakni dikaitkan dengan nama daerah di mana Isa dan Maryam tinggal, Nasirah (Nazareth). Dengan demikian, nashara adalah para pengikut seorang (Yesus) yang berasal dari Nasirah. Dalam nomenklatur Kristen, kita kerap jumpai penyebutan Yesus dari Nazaret. Tafsir ini sangat umum dianut oleh ulama Muslim awal, seperti direkam oleh Tabari (w. 923).

Kedua, di kalangan para mufasir belakangan, kata “nashara” dilacak ke akar kata Arab n-sh-r yang berarti “menolong”. Pelakunya disebut “nasir” (bentuk jamaknya, “anshar”). Pelacakan etimologis seperti ini didasarkan pada ayat al-Qur’an (QS. 3:52) yang merekam pernyataan murid-murid Yesus (hawariyyun). Ketika Isa bertanya, “man anshari ila allah?” (Siapa penolongku menuju Allah?). Mereka menjawab, “nahnu anshar allah” (Kami adalah para penolong Allah).

Kedua tafsir di atas dikenal luas dalam kesarjanaan Muslim, walaupun dari segi tata-bahasa Arab sulit dipahami transformasi “nashirah” atau “nashir/anshar” menjadi “nashrani” atau “nashara”. (Mereka yang tahu bahasa Arab pasti mengerti apa yang saya maksud.) Karena itu, untuk memahami siapa “nashara/nashrani” diperlukan penelitian yang lebih mendalam terhadap konteks historis di mana al-Qur’an muncul.

Penelitian historis itu diperlukan bukan hanya karena kita kesulitan melacak asal-usul “nashara” dari bahasa Arab, tetapi juga keyakinan orang-orang nashara berbeda dari umat Kristiani pada umumnya. Al-Qur’an menuduh orang-orang nashara mengakui triteisme (tiga Tuhan), padahal umat Kristiani mengimani Trinitas. Tiga Tuhan yang menjadi keyakinan kaum nashara terdiri dari Allah, Isa dan Maryam, padahal Trinitas itu terdiri dari Bapa, Anak, dan Ruh Kudus.

Karena itu, menganggap nashara (kaum Nasrani) sebagai umat Kristiani punya konsekuensi serius. Yakni, al-Qur’an bisa dianggap salah paham terhadap doktrin Kristen. Sebab, doktrin-doktrin yang dinisbatkan kepada kaum nashara berbeda dari keyakinan umat Kristiani. Maka, berhentilah menyebut umat Kristiani sebagai nashara atau kaum Nasrani!

Penjelasan Alternatif

Pertanyaan yang tersisa ialah: Kenapa al-Qur’an menggunakan istilah “nashara”? Apakah istilah itu sudah digunakan sebelum al-Qur’an? Oleh siapa dan kepada siapa?

Tentu saja, al-Qur’an tidak menginvensi istilah tersebut dari kevakuman. Istilah nashara sudah digunakan jauh sebelum al-Qur’an muncul ke permukaan sejarah. Kata “nasrani” hanya muncul sekali dalam Perjanjian Baru. Yakni, dalam Kisah Para Rasul (24:5). Ketika Paulus menjadi tertuduh di hadapan Gubernur Romawi, Feliks, penasihat hukum orang-orang Yahudi, Tertulus, menyebut Paulus sebagai “seorang tokoh dari sekte Nasrani”.

Barangkali, maksud pernyataan Tertulus ialah Paulus sebagai pengikut seorang dari Nazaret. Para sarjana masih berdebat soal identitas “sekte Nasrani” itu, walaupun semua sepakat bahwa Tertulus menggunakan istilah tersebut dengan tujuan merendahkan atau menghina Paulus. Dari situ dapat dimegerti kenapa umat Kristiani tidak pernah menyebut diri mereka dengan sebutan “nashara” atau kaum Nasrani.

Kendati literatur Kristen tidak menggunakan nashara melainkan mshihaya atau kristyana, sumber-sumber berbahasa Suriah dan Yunani menyebutkan penggunaan “nasraya” (Arab: nashara) di kalangan non-Kristen, dan terutama di Persia hingga abad ke-5. Para penulis Suriah menggambarkan bahwa orang-orang Pagan Persia dan, bahkan, Suriah sendiri memanggil kaum Kristiani dengan sebutan nasraya. Jelas, istilah itu berkonotasi negatif dan karenanya dihindari oleh para penulis Kristen.

Bagi para penulis Kristen, kaum Kristiani bukan nashara. Pada abad ke-5, St. Epiphanius dari Salamis menulis karya heresiografi penting, Panarion, yang sampai kepada kita sekarang, dan menyebut kaum Nasrani sebagai sekte Yahudi-Kristen kuno yang heretik. Panarion bisa disejajarkan dengan al-Milal wa al-nihal-nya Ibnu Hazm (w. 1064) atau Syahrastani (w. 1153). Epiphanius menyebut sekte-seke Kristen awal, termasuk sekte Nasrani itu, untuk ditolak sebagai tidak merepresentasikan agama Kristen.

Sebagian sarjana modern, seperti François de Blois, berargumen bahwa apa yang digambarkan Epiphanius tentang nashara punya kemiripan dengan Kristologi al-Qur’an. Logika lanjutan dari argumen ini, doktrin-doktrin yang dikritik al-Qur’an bukanlah keyakinan kaum Kristiani, melainkan sekte heretik yang juga ditolak keras oleh Kristen sendiri, seperti konsepsi tiga Tuhan itu. Ketika al-Qur’an memasukkan Maryam sebagai satu dari tiga Tuhan, Epiphanius melacak keyakinan seperti itu pada sekte yang berkembang di Arabia antara abad ke-4 dan 5, yang dikenal dengan sebutan sekte Collyridians.

Penjelasan “heretik” ini diterima luas di kalangan sarjana-sarjana modern. Namun demikian, dalam kesarjanaan mutakhir, ada perkembangan cukup signifikan yang mempersoalkan pandangan yang menempatkan Arabia sebagai “the motherland of heretics”. Kajian belakangan cenderung menguatkan hipotesis bahwa Arabia tidaklah sedemikian terisolasi sebagaimana diasumsikan, sehingga tak dapat dipandang sebagai tempat kaum heretik.

Lalu, kenapa al-Qur’an menyebut umat Kristiani sebagai “nashara”? Barangkali retorika al-Qur’an itu menggambarkan iklim polemik di mana al-Qur’an muncul. Pendekatan baru terhadap retorika kritik al-Qur’an ini dapat dibaca dalam buku saya, Polemik Kitab Suci (Gramedia, 2013) atau edisi Inggrisnya Scriptural Polemics (Oxford, 2014).

Perbedaan pendekatan “heretik” dan “retorika polemik” punya implikasi berbeda dalam memahami al-Qur’an. Tapi, kedua pendekatan tersebut bersepakat tentang satu poin: Tidak dibenarkan memanggil umat Kristiani dengan sebutan nashara, karena mereka bukan kaum Nasrani. Agama Kristen bukan sekte heretik dan kita tidak hidup dalam iklim polemik.

Sumber: https://geotimes.co.id/kolom/umat-kristiani-bukan-nashara-kaum-nasrani/

Bunda Maria, Figur Seorang Beriman Sejati




Bunda Maria seorang perempuan yang dikenang sepanjang masa dan segala keturunan akan menyebutnya 'yang terberkati' (Bdk. Luk. 1:48). Hal tersebut terjadi karena ketaatan Bunda Maria dalam menerima tawaran Allah untuk melahirkan Yesus Sang Juru Selamat (Yes. 7:14, Mat. 1:22-23). Ia menjadi tokoh pembaharu Adat Istiadat Yahudi, di mana perempuan pada masanya dianggap sebagai 'manusia kedua' karena dipandang sebagai penyebab pertama kejatuhan manusia dalam dosa. Namun Allah memilih Bunda Maria sebagai pembaharu yang bertolak belakang dengan ketidaktaatan Hawa (bdk. Kej. 3:6-7) Bunda Maria dengan iman yang teguh menerima tawaran Allah dengan berkata 'Aku ini hamba Tuhan terjadilah padaku menurut perkataan-Mu (bdk. Luk. 1:38).


Thomas D'S sebagaimana dikutip oleh Joel B. Green dalam buku Blessed One-Terberkatilah Engkau mengatakan bahwa 'Maria menyatakan dirinya sebagai tokoh kontra yang melawan kultur yang didominasi oleh pria....' Bunda Maria menjadi yang diberkati diantara semua perempuan (Bdk. Luk. 1:42-43).


Dengan demikian, bunda Maria menjadi figur yang selalu ditampilkan pada perayaan Natal. Ia menjadi teladan nyata bagi umat beriman dalam tindakan nyata mengatakan 'ya' pada kehendak Tuhan. Meskipun secara manusiawi ia menunjukkan keraguan tetapi keyakinan akan penyelenggaraan ilahi, maka ia berserah pada rencana Allah yang mulia.


Semoga Bermanfaat

Selilit Gugatan Terhadap Ajaran Saksi Yehuwa dan Adventis



1. 'MENGGUGAT AJARAN SAKSI YEHUWA'


Menurut saksi yehuwa jiwa berkematian berdasarkan ajaran Tz. Russel. Benarkah??


Apakah Jiwa berkematian? Tidak!


Jiwa adalah salah satu yang Tuhan ambil ketika manusia akan wafat. Hal itu dapat kita baca dalam Luk 12:20


Tetapi firman Allah kepadanya: Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti? atau ayat lainnya Matius 10:28 Dan janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka.

Karena Jiwa itu yang membuat manusia hidup dalam kefanaan badaniah. Jiwa itulah yang diambil Tuhan, karena itulah yang membuat badan fana akan mati. Maka tidak heran jika kita menemukan penyakit bernama 'gangguan Jiwa'. Jiwa ini mempengaruhi seluruh hidup manusia yang mengalaminya, karena jiwa pada hakekatnya kekal adanya dan tidak berkematian. Tubuh akan mati dan menjadi tanah, tetapi jiwa kembali kepada Allah. Dengan demikian maut tidak bisa membunuh Jiwa.


2. 'Menggugat Ajaran Aliran Adventis'

Banyak orang dari aliran advent mengatakan Perayaan Natal tidak benar. Mereka kemudian membuat cerita bahwa itu perayaan salah satu dewa Mesir. Maka mari kita lihat jawaban dari orang yang mereka anggap nabi yakni Ellen G. White:


Menurut Ellen G. White dalam Adventist Home, P. 477, "Sekalipun Tanggal 25 Desember bukanlah hari Kelahiran yang pasti dari YESUS KRISTUS berdasarkan KITAB SUCI, tetapi kita perlu memberikan perhatian khusus merayakan Natal tanggal 25 Desember itu sebagai hari ucapan syukur dan kegembiraan atas kelahiran YESUS ke bumi ini 2000 tahun silam buat keselamatan umat manusia".


Tidak itu saja. "Hendaknya setiap Rumah Tangga ada menyediakan sebuah Pohon Natal, sebagai peringatan Hari Kelahiran Yesus itu dan biarlah di setiap ranting pohon Natal itu tergantung. bingkisan2 persembahan indah yang diperlukan oleh setiap orang yang berkekurangan untuk mereka dapat merayakan Hari Natal pada tanggal 25 Desember itu. (Adventist Home, P. 482).


Momen-momen indah itu, dapat memperkuat hubungan sosial antar warga masyarakat. "Tanggal 25 Desember adalah hari yang tidak boleh dilupakan dan berlalu begitu saja, karena tanggal hari itu adalah hari kesukaan bagi seluruh dunia, maka gunakanlah kesempatan itu untuk bersilahturahmi satu sama lain, dan jgn kita tidak memberikan perhatian atas hari itu, sambil mengucapkan " selamat Hari Natal, Imanuel - Allah beserta kita " (Adventist Home, P. 478).


Sementara itu pengikut Ellen G. White menuduh perayaan Natal sebagai perayaan Pagan.


Bagaimana tanggapan kita?


Analogi yang sama pun dapat dipakai misalnya: Bila salah seorang Penganut 'ilmu cocoklogi' lahir pada tanggal 25 Desember, apakah kemudian hari ulang tahunnya adalah perayaan dewa Zeus? Tentu tidak, bukan?. Bagaimana agar anda tahu bahwa bukan? Ya kita tahu dari kesaksian orangtuanya dan tahun kelahirannya yang tentu saja berbeda dengan dewa Zeus.


Perayaan Natal atau kelahiran Yesus pun demikian, Gereja Perdana sejak abad ke 3 sudah merayakan nya. Mereka merayakan nya sebagai bagian dari Perayaan Paskah (kebangkitan Yesus), sebab tidak ada kebangkitan tanpa kelahiran. Catatan akan hal ini dapat ditemukan dalam tulisan St. Clemens dari Alexandria (150-210).


Begitu pula dalam Khotbah St. Yohanes Krisostomus (347-407) yang mengatakan bahwa Malaikat Gabriel datang kepada Maria pada tanggal 14 bulan Nisan atau 25 Maret pada tahun Masehi, di mana dirayakan sebagai hari raya kabar sukacita. Menurutnya kelahiran Yesus dihitung sembilan bulan setelah kedatangan malaikat itu sehingga kelahiran Yesus diketahui pada tanggal 25 Desember.


Semoga bermanfaat

'Benarkah Bulan yang Keenam Dalam Luk. 1:26 Adalah Bulan Elul?'



Aliran advent meyakini bahwa 'bulan yang keenam' yang dimaksud adalah nama bulan Yahudi yakni Elul. Salah satu tujuan pengajaran mereka ini adalah untuk menolak perayaan Natal pada 25 Desember. Namun, pengajaran mereka ini sangatlah sia-sia sebab sangat keliru.

Berikut kutipan ayatnya 'Beberapa lama kemudian Elisabet, isterinya, mengandung dan selama lima bulan ia tidak menampakkan diri, katanya: "Inilah suatu perbuatan Tuhan bagiku, dan sekarang Ia berkenan menghapuskan aibku di depan orang."

Dalam bulan yang keenam Allah menyuruh malaikat Gabriel pergi ke sebuah kota di Galilea bernama Nazaret, (Luk 1:24-26).' Perlu diketahui bahwa pada mulanya kitab suci tidak ada penomoran/ayat. Barulah ada penomoran/ayat sekitar abad pertengahan.

Maka yang dimaksud adalah masa kehamilan Elizabeth masuk bulan keenam, ketika Allah mengutus malaikat Gabriel. Tentu saja hal ini tidak mengacu kepada "bulan keenam kalender Ibrani atau "elul"" yang biasa jatuh sekitar agustus-september kalender Gregorian.

Maka benar lah ajaran St. Yohanes Krisostomus (347-407), yang mengatakan bahwa Malaikat Gabriel datang kepada Maria pada bulan Nisan (25 Maret bulan Masehi), yang kita peringati sebagai hari raya kabar sukacita.

Selain itu, pembuktian lainnya bahwa dalam terjemahan Yunani tidak disebutkan Bulan Elul atau nama bulan enam Yahudi dalam Luk 1:26 , Ἐν δὲ τῷ μηνὶ τῷ ἕκτῳ ἀπεστάλη ὁ ἄγγελος Γαβριὴλ ἀπὸ τοῦ Θεοῦ εἰς πόλιν τῆς Γαλιλαίας ᾗ ὄνομα Ναζαρὲθ,....Kata 'μηνὶ τῷ ἕκτῳ' jelas tidak menyebut nama bulan Yahudi. Dengan demikian sangat jelas yang dimaksud adalah enam bulan masa kehamilan Elizabeth (Luk. 1:36), pada waktu itulah Allah mengutus malaikat Gabriel kepada Bunda Maria.

Semoga bermanfaat

‘Titik Balik Kehidupan”




Dulu aku sudah berada dititik di mana aku tidak percaya lagi dengan Tuhan. Aku sama sekali tidak bisa percaya dengan agama yang saya anut dulu. Dan itu berjalan bertahun-tahun, karna dipicu trauma di dalam keluarga. Tetapi saat di posisi itu, Omku dan tanteku memberikan nasehat. Mereka adalah orang Katolik. Mereka bilang, " berdoalah sekali saja dengan hati yang sungguh-sungguh dan ungkapkanlah kepada Tuhan segala keluh kesahmu, anggaplah Dia adalah ayahmu " Dan disitulah saya berjumpa dengan Tuhan. Dan untuk pertama kali saya merasa damai. Dan dari kejadian itu saya menemukan harapan dalam hidup saya.



Disunting oleh Silvester Detianus Gea


Pihak yang bersharing meminta agar tidak menulis namanya.

Apakah Yesus akan tetap menjadi penyelamat seandainya Yesus dikandung oleh Maria sebagai anak biolgis Maria dan Yusuf?



Marta Lindawanti, Surabaya [Penanya]

Tentu saja identitas Yesus akan berubah dan hal ini akan mengubah juga arti penyelamatan. Dengan menyatakan bahwa Yesus dikandung oleh Maria melalui naungan Roh Kudus, di sini hendak ditegaskan bahwa Yesus bukanlah hasil benih manusia laki-laki biasa, tetapi bahwa Yesus berasal dari Allah, dank arena itu Dia adalah Anak Allah. Artinya, asal-usul Yesus adalah ilahi, bukan insani. Karena kodrat ilahinya itu,k Yesus bisa membawa manusia kembali kepada Allah. Iman Kristiani mengajarkan, bahwa Yesus adalah sungguh Allah dan sungguh manusia. Maka dia bisa menjadi pengantara antara kita manusia dengan Allah, Sang Pencipta. Bagaikan jembatan, Yesus bertumpu baik pada Allah maupun pada manusia. Dialah satu-satunya pengantara antara manusia dan Allah (1 Tim. 2:5).

Dengan menjadi sungguh manusia, Yesus mewakili seluruh umat manusia yang sudah berdosa itu di hadapan Allah. Yesus adalah keturunan Adam. Karena Adam yang berdosa, maka keturunannya yang harus melakukan pembayaran atas hutang dosa (bdk. Rom. 5:12-21). Karena Yesus adalah manusia, maka semua perbuatan yang dilakukan Yesus, juga diperhitungkan dan mempunyai dampak untuk seluruh umat manusia. 

Karena itu ketaatan Yesus merupakan kebalikan dari ketidaktaatan Adam, yang mau menentukan sendiri baik dan buruk dan mau menjadi seperti Allah. Jadi, ketaatan Yesus yang wafat di salib, menjadi sumber keselamatan bagi kita manusia. Natal adalah bukti ketaatan Sang Sabda yang rela menjadi manusia, bahkan menusia yang miskin dan taat sampai mati di salib. Ketaatan Yesus, yang sudah mulai diwujudkan dalam peristiwa penjelmaan menjadi manusia (inkarnasi), dilanjutkan sampai pada kepenuhannya melalui sengsara, penyaliban, dan wafatnya di kayu salib.


Konsultasi Iman “Majalah Hidup-Mingguan Katolik,51 tahun ke 71- 17 Desember 2017” hlm. 18, oleh Petrus Maria Handoko CM, Imam Kongregasi Misi, Doktor Teologi Dogmatik Universitas Gregoriana Roma. 

Disunting oleh Silvester Detianus Gea

Apa yang dimaksud dengan Minggu Gaudete? Apakah kekhasan Minggu ini?

Apa yang dimaksud dengan Minggu Gaudete? Apakah kekhasan Minggu ini?
Dominikus Savio Sugito, Malang [Penanya]

Pertama, Minggu Gaudete atau Minggu Bersukacitalah dirayakan pada Minggu Adven ketiga. Kata sifat “bersukacitalah” ini berasal dari antiphon pembukaan pada Minggu itu, yaitu “Bersukacitalah selalu dalam Tuhan. sekali lagi kukatakan: bersukacitalah! Sebab Tuhan sudah dekat.” (Flp. 4:4.5). Tuhan menyerukan agar kita bersukacita. Sukacita itu datang dari kenyataan bahwa pesta kelahiran Tuhan sudah dekat. 

Minggu ketiga Adven adalah titik tengah dari keseluruhan Masa Adven yang berlangsung selama empat minggu. Di tengah masa persiapan yang bersifat prihatin dan matiraga itu, Gereja memberikan “break” (istirahat) dan mengajak umat bersukacita. Break di tengah ini juga dilakukan pada masa prapaskah, yaitu pada Minggu Prapaska keempat (Minggu Laetare). Minggu Gaudete ini juga mengingatkan umat, bahwa masa Adven akan segera berakhir dan pesta kedatangan Yesus Kristus sudah semakin mendekat. Maka perlu dikembangkan harapan yang akan menumbuhkan kesabaran dan ketekunan untuk mempersiapkan diri sampai akhir. Kita dapat bertahan dalam kesulitan dan tantangan hanya jika kita sabar bahwa buah-buahnya layak-derita (bdk. Yak. 5:7-10).

Kedua, untuk mengungkapkan kegembiraan ini, warna liturgi yang digunakan hari ini bukanlah ungu tetapi merah muda (pink). Demikian juga, warna lilin yang dinyalakan Minggu ini dilingkaran Adven ialah merah muda atau merah. Warna merah muda melambangkan bahwa penderitaan jaman ini tidak sebanding dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita. Suasana gembira harus mewarnakan persiapan jangka pendek, untuk menyambut perayaan penjelmaan Sang Sabda menjadi manusia. 



Konsultasi Iman “Majalah Hidup-Mingguan Katolik,51 tahun ke 71- 17 Desember 2017” hlm. 18, oleh Petrus Maria Handoko CM, Imam Kongregasi Misi, Doktor Teologi Dogmatik Universitas Gregoriana Roma.

Benarkah Tanggal 25 Desember Perayaan Kelahiran Dewa Matahari?


Darimana disimpulkan bahwa Yesus lahir pada 25 Desember? Apakah benar bahwa perayaan 25 Desember adalah perayaan Dewa Matahari?

Benediktus Yanoah Diptayasa, Surabaya [Penanya]


Pertama, harus diakui bahwa dari Kitab Suci kita tidak bisa menyimpulkan tentang kapan Yesus dilahirkan. Kitab-kitab Injil tidak memberikan indikasi tentang waktu yang tepat. Dari Injil Lukas, para ahli bisa menyimpulkan bahwa Yesus dilahirkan antara tahun enam sampai delapan Sebelum Masehi. Meskipun penanggalan kita disebut penanggalan Masehi, yang mengadaikan Yesus dilahirkan pada tahun satu, tetapi para ahli menyimpulkan bahwa Yesus seharusnya dilahirkan antara rentang waktu tersebut. Tentang bulan dan tanggal kelahiran Yesus, kita tidak bisa menentukan apa-apa dari Kitab Suci.

Kedua, William J. Tighe, Lektor Kepala jurusan Sejarah dari Muhlenberg College (bdk. “Calculating Christmas,” pada Touchstone, Desember 2003), pada touchstonemag.com berpendapat bahwa bukti-bukti menunjukkan, bahwa sudah sejak abad II atau III, orang-orang Kristiani baik di Timur (Yunani) maupun di Barat (Latin) berusaha menentukan tanggal kelahiran Yesus, lama sebelum mereka merayakannya secara liturgis. Penetapan kelahiran Yesus ini merupakan akibat langsung dari penetapan waktu wafat-Nya. Kepercayaan Yudaisme yang ada pada zaman Kristus, mengatakan bahwa para nabi Israel wafat pada tanggal yang sama dengan tanggal kelahiran atau pengandungannya. Gagasa ini adalah faktor kunci untuk mengerti bagaimana orang-orang Kristiani percaya, bahwa kelahiran Kristus terjadi pada 25 Desember. Bagaimana menetapkan tanggal wafat Yesus? Menurut Injil Yohanes, Yesus wafat sehari sebelum malam Paskah Yahudi. Dipercayai bahwa kematian Yesus terjadi pada tanggal 14 Nisan menurut penanggalan lunar Yahudi, atau 6 April menurut penanggalan Mesir atau 25 Maret menurut penanggal Yulian (kemudian menjadi penanggalan kita).

Ketiga, orang-orang Kristiani awali menerapkan kedua tanggal pada Yesus Kristus, yaitu 6 April dan 25 Maret sebagai tanggal wafat Yesus tetapi juga sebagai tanggal kelahiran atau pengandungan. Lama-lama, kedua tanggal tersebut lebih dilihat sebagai tanggal pengandungan. Masa pengandungan dihitung sembilan bulan. Maka kelahiran Yesus dirayakan sembilan bulan sesudah 25 Maret atau 6 April, yaitu pada 25 Desember di Gereja Latin (Barat) atau 6 Januari di Gereja Yunani (Timur). Tanggal 25 Desember (menurut penanggalan Yulian) atau 6 Januari (menurut penanggalan Mesir) adalah saat solstice masa dingin (winter), yaitu saat masa siang hari mulai lebih panjang daripada masa malam hari di dunia bagian utara.

Keempat, di Roma ada dua kuil yang dibaktikan kepada Dewa Matahari. Pesta Dewa Matahari dirayakan pada 9 Agustus dan 28 Agustus. Kedua pesta ini tidak lagi dirayakan sejak abad II. Pada saat itu, tidak ada pesta religius yang dikaitkan dengan “titik balik matahari” (solstice, 21 Desember) dan malam siang dan malam sama panjangnya (equinox). Pada tanggal 25 Desember tahun 274, Kaisar Aurelius menetapkan 25 Desember sebagai pesta Dewa Matahari. Tindakan Kaisar Aurelius itu sebenarnya lebih merupakan usaha politis, untuk merangkul dan menyatukan berbagai aliran kepercayaan yang ada waktu itu di bawah pesta tahunan kelahiran Matahari. Kekaisaran yang dipimpinnya waktu itu sedang mengalami kemerosotan karena berbagai pemberontakan, serangan-serangan musuh, penurunan ekonomis yang tajam. Penetapan tanggal 25 Desember itu merupakan ungkapan simbolis harapan kembalinya kejayaan Kekaisaran, yaitu bahwa siang hari dalam kekaisarannya akan semakin panjang dan malam hari semakin singkat.

Kelima, dengan uraian ini, Tighe menyimpulkan bahwa orang-orang Kristiani sudah lebih dahulu memilih tanggal 25 Desember itu sebagai perayaan kelahiran Yesus dan baru kemudian tanggal itu digunakan sebagai perayaan religius Dewa Matahari. Maka, merekalah yang mencuri perayaan tanggal 25 Desember itu dari orang Kristiani dan bukan sebaliknya.


Konsultasi Iman “Majalah Hidup-Mingguan Katolik, 50 tahun ke 71- 10 Desember 2017” hlm. 33, oleh Petrus Maria Handoko CM, Imam Kongregasi Misi, Doktor Teologi Dogmatik Universitas Gregoriana Roma.


Disunting oleh Silvester Detianus Gea

Dia Yang Terlupakan


Nancy J. Duff dalam buku Blessed One-Terberkatilah Engkau-Perspektif Gereja Protestan tentang Maria berkata: “…umat Protestan praktis selama ini telah mengabaikan diri Maria. Umat Protestan selalu mengulang peneguhan iman mereka bahwa Yesus “dilahirkan oleh anak dara Maria”, kadang juga menyanyikan Ave Maria pada upacara perkawinan dan secara berkala mengakui Maria pada hari raya Natal, namun mereka jarang menganggap penting sosok Maria untuk maksud kontemplasi di dalam puji-pujian maupun pembentukan kerohanian. Umat Protestan selama ini banyak mencurahkan perhatian mereka terhadap kontroversi atas doktrin mengenai kelahiran Yesus dari seorang Perawan, tetapi jarang menyebut Perawan itu (Maria) di dalam khotbah, madah maupun doa.

Bunda Maria adalah figur yang selalu ditampilkan ketika perayaan natal tiba. Ada suatu keanehan jika denominasi Kristen tertentu mengabaikan siapa yang melahirkan Sang Juruselamat. Bayangkan jika ibu anda tidak diakui oleh orang yang anda cintai, apa yang anda lakukan? Tentu saja anda merasa kecewa. Terlepas dari ketuhanan Yesus, ia juga manusia yang pernah hidup dan diasuh orang tuanya (bdk. Luk. 2:51). Melupakan historis bahwa Maria sungguh-sungguh melahirkan Yesus di Betlehem membawa dampak buruk. Salah satu dampak buruk adalah menuduh umat Katolik menyembah Maria.

Apakah tuduhan mereka benar? Tidak! Lalu mengapa Maria begitu popular dalam iman Katolik? Adakah dasar Alkitabnya? Ya, ada! Iman Katolik bukanlah iman yang buta akan Alkitab. Namun dalam iman Katolik ada 2 pilar yakni Alkitab dan Tradisi Suci Para Rasul serta Magisterium sebagai penopang dan penjaga ajaran. Mengapa Maria Bunda Yesus sangat dihormati dan dikagumi oleh umat Katolik? Artikel ini akan membahas dari perspektif Alkitab dan sudut pandang beberapa teolog Protestan, bagaimana Maria mempunyai peran besar dalam karya keselamatan.

Joel B. Green dalam buku Blessed One-Terberkatilah Engkau-Perspektif Gereja Protestan tentang Maria mengutip Thomas D’Sa: “Maria dengan demikian menyatakan dirinya sebagai tokoh kontra yang melawan kultur yang didominasi oleh kaum pria dan dengan demikian menjalani hidupnya dengan berpatokan pada berbagai pola dan irama yang berasal pada karya penyelamatan Allah”. Telah kita ketahui bersama bahwa manusia pertama yang jatuh dalam dosa adalah Hawa (Kej. 3:6-7). Maria membuka harapan baru dan mengangkat derajat kaum Hawa yang telah jatuh karena dosa. Keturunan Hawa, yakni Maria. Maria inilah yang akan melahirkan Yesus yang akan meremukkan kepala Iblis (Kej. 3:15). Maria meremukkan iblis karena ketaatannya pada rencana Allah, demikian pula Yesus meremukkan iblis karena ketaatan-Nya pada Bapa. Maria adalah perawan yang suci dan telah ditetapkan oleh Allah sebagai Bunda Yesus. Maria terpilih dari antara perempuan, karena Ia seorang yang taat dan patuh pada kehendak Allah (Yes. 7:14, Mat. 1:23).

Ketika malaikat Gabriel datang ke rumah maria, ia menyampaikan salam. Malaikat Gabriel berkata: Salam, hai engkau yang dikarunia, Tuhan menyertai engkau (Luk. 1:28). Maria terkejut ketika mendengar salam dari malaikat Gabriel. Maria sendiri bertanya dalam hatinya mengapa malaikat Gabriel memberi salam yang sangat mulia itu (Luk.1:29). Sebab sepatutnya Maria-lah yang memberi penghormatan kepada malaikat Gabriel. Namun, malaikat Gabriel menyahut bahwa Maria beroleh dan akan rahmat untuk mengandung seorang anak laki-laki (bdk. Luk. 1:30-31).

Ketaatan dan kepatuhan Maria kepada Allah amat terbukti dalam reaksinya menanggapi kabar dari malaikat Gabriel. Maria berkata: sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan, jadilah padaku menurut perkataanmu itu (Luk. 1:38). Maria menerima kabar dari malaikat Gabriel dengan penuh kegembiraan. Kegembiraan itu terlihat ketika Maria mengunjungi Elisabet. Ketika Maria memberi salam kepada Elisabet, melonjaklah anak yang di dalam rahimnya dan Elisabeth penuh dengan Roh Kudus (Bdk. Luk. 1:39-41). Maria memberikan salam kepada Elisabet.

Maria penuh dengan Roh Kudus, maka Elisabet berseru dengan suara nyaring: Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu. Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku? (Luk. 1:42-43). Lalu Maria melantunkan pujian: jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku. Sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya.

Sesungguhnya, mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia, karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku dan nama-Nya adalah kudus (Luk. 1:46-49).

Maria memadahkan pujian kepada Tuhan karena rahmat yang dilimpahkan padanya. Bunda Maria disebut berbahagia oleh segala keturunan (Bdk. Luk. 1:50-53). Maria adalah teladan bagi kaum beriman Katolik. Karena keteladanan Maria, karya keselamatan dapat terlaksana. Maria patut diberi penghormatan yang istimewa. Maria membuktikan kepatuhan dan ketaatannya kepada Allah melalui tindakan dan perbuatan. Maria tidak menolak rencana Allah dalam hidupnya, meskipun berat. Maka, bunda Maria menjadi tanda besar yang patut diteladani oleh umat beriman (Why. 12:1-6).

Maria adalah seorang ibu yang bertanggungjawab terhadap anaknya. Tindakan itu terlihat ketika Yesus ketinggalan di Yerusalem (Bdk. Luk. 2:41-44). Maria penuh tanggungjawab terhadap anaknya. Meskipun jarak Yerusalem dan Nazaret cukup jauh, namun Maria berusaha kembali lagi ke Bait Allah. Maria rela berkorban demi anaknya Bahkan Simeon berkata, bahwa suatu pedang akan menembus jiwa Maria. Jiwa Maria bagai ditembus pedang, ketika menyaksikan Putranya sengsara (Mat. 27:27-31, Mrk. 15:16-20, Yoh. 19:2-3), disalibkan ( Mat. 27:32-44, Mrk. 15:21-32, Luk. 23:26,33-43, Yoh. 19:17-24) dan wafat ( Mat. 27:45-56, Mrk. 15:33-41, Luk. 23:44-49, Yoh. 19:28-30) dikuburkan (Mat. 27:-61, Mrk. 15:42-47, Luk. 23:50-56, Yoh. 19:38-42), bangkit ( Mat. 28:1-10, Mrk. 16:1-8, Luk. 24:1-12, Yoh. 20:1-10).

Bunda Maria mengandung dari Roh Kudus. Bunda Maria melahirkan seorang anak laki-laki yang menyelamatkan umatnya dari dosa mereka. Bunda Maria menggenapi nubuat dalam Kitab Yesaya. Bunda Maria melahirkan seorang penyelamat yang menyertai umat-Nya (bdk. Mat. 1:18-25). Ketika penyingkiran ke Mesir, Bunda Maria penuh tanggugjawab untuk membawa anaknya. Bunda Maria tidak melepas tanggungjawabnya sebagai ibu Yesus (Mat 2:13-15). Begitu pula ketika kembali dari Mesir, bunda Maria penuh tanggungjawab untuk mengurus anaknya. Bunda Maria memberikan teladan yang baik bagi para ibu (Mat. 1:19-23).

Selain itu, Bunda Maria, seorang yang peduli dan solider terhadap kepentingan orang lain. Ketika dalam perkawinan di Kana yang di Galilea kehabisan anggur. Bunda Maria memberitahukan kepada Yesus, bahwa tuan rumah kehabisan anggur. Bunda Maria mengatakan kepada para pelayan; buatlah apa yang dikatakan Yesus kepadamu. Maka, Yesus pun melakukan mukjizat mengubah air menjadi anggur (Yoh. 2:1-11). Kepedulian dan solidaritas bunda Maria patut diteladani oleh umat beriman. Bunda Maria tidak melihat siapa yang dibantu. Tetapi bunda Maria turut peduli dan solider dengan apa yang dialami oleh tuan rumah. Kepedulian dan solidaritas bunda Maria, akhirnya membuat pesta semakin meriah dan tuan rumah merasa bahagia.

Yesus telah memberikan tanggungjawab kepada para rasul untuk menjaga Bunda-Nya. Yesus memberi tanggugjawab besar itu, ketika Ia akan wafat di atas kayu salib. Dan dekat salib Yesus berdiri ibu-Nya, Maria isteri Klopas dan Maria Magdalena. Ketika melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya:”Ibu, inilah, anakmu!” Kemudian kata-Nya kepada murid-murid-Nya:”INILAH IBUMU!” Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya (Yoh. 19:25-27). Setelah Yesus naik ke surga, bunda Maria tinggal bersama para rasul. Mereka bertekun dengan sehati dalam doa bersama-sama, bersama dengan ibu Yesus (Kis. 1:6-14).




Daftar Pustaka:
- Alkitab. Lembaga Alkitab Indonesia, 2012.
- Beverly Roberts Gaventa, dkk. 2006. Blessed One Terberkatilah Engkau-erspektif Gereja Protestan Tentang Maria, Medan: Bina Media Perintis.


Penulis Silvester Detianus Gea

Tiada Paskah Tanpa Kelahiran


Gereja perdana merayakan kebangkitan Yesus sebagai momen utama bagi umat untuk mengungkapkan iman. Pada masa itu perayaan kelahiran Yesus belum menjadi perhatian Gereja perdana. Pertama kali perayaan kelahiran Yesus atau Natal menjadi perhatian Gereja Perdana pada abad ke 3 Masehi. Kesaksian tersebut diperoleh dari St. Clemens dari Alexandria (+150-210 Masehi). Dalam catatannya, ia menjelaskan bahwa ada usaha untuk menentukan kapan peristiwa kelahiran Yesus.

Gereja mulai melihat bahwa kelahiran Yesus merupakan bagian dari peristiwa Paskah. Sebab tidak ada kebangkitan tanpa peristiwa kelahiran. Hal itu terlihat dari liturgi Natal yang mengutip Prolog Injil Yohanes (1:1-18). Melalui perikop tersebut peristiwa Inkarnasi, Firman Allah menjadi manusia menjadi nyata. Peristiwa inkarnasi itu telah dinubutkan oleh nabi Yesaya (52:7-10) dan diteguhkan oleh Surat kepada Orang Ibrani (Ibr. 1:1-6). Iman Gereja perdana dilanjutkan hingga sekarang, yang menghubungkan misteri Paskah dengan misteri Inkarnasi. Lagi pula dalam perayaan Misa Malam Natal, bacaan-bacaan menceriterakan bagaimana Yesus menyerahkan diri bagi keselamatan manusia (bdk. Tim. 2:14).

Malaikat Gabriel menyampaikan Kabar Gembira kepada Maria, ketika Elisabeth telah mengandung enam bulan (Luk. 1:24-26.36). Menurut St. Yohanes Krisostomus (347-407), peristiwa kabar gembira tersebut terjadi pada bulan purnama tanggal 14 Nisan, yang sepadan dengan 25 Maret (Hari Raya Kabar Sukacita). Dalam khotbahnya yang berjudul In Diem Natalem, ia menjelaskan bahwa Yesus Kristus lahir sembilan bulan kemudian, yakni tanggal 25 Desember.



Sumber:

Roger T. Beckwith, Calender and Chronology, Jewish and Christian: biblical, intertestamental and Patristic Studies, E.J. Brill, Denvers, 1996.

Penulis: Silvester Detianus Gea

Devosi kepada Bunda Maria


Mengapa orang Katolik berdoa kepada Bunda Maria, misal untuk meningkatkan jumlah imam, biarawan-biarawati, menjaga keutuhan keluarga? Bukankah Bunda Maria itu juga manusia, bukan Allah? Bahkan sebagai manusia, hanya Yesus adalah satu-satunya manusia yang benar (Doa Syukur Agung kelima), dan Maria tidak termasuk?


Maria Yustina Mirawati, Kediri [Penanya]


Pertama, dalam kodrat insani-Nya, Yesus memang adalah “satu-satunya Manusia yang benar (DSA V), artinya Yesus tidak terkena noda dosa asal, maka tidak membutuhkan penebusan. Di lain pihak, sebagai manusia keturunan Adam, Maria juga seharusnya terkena noda dosa asal, tetapi berkat jasa penebusan Putranya yang masihi akan dilakukan, Maria dilindungi dari sengat dosa asal, sehingga sebagai manusia, Maria tetap suci murni. Maria dikandung tanpa noda dosa asal. Dalam arti ini, Maria tidak termasuk manusia yang benar, tetapi manusia yang dibenarkan (ditebus) oleh Yesus Kristus, Putranya. Penebusan Maria disebut penebusan pencegahan.

Kedua, meskipun Maria adalah juga manusia seperti kita, Maria mempunyai beberapa keistimewaan. Sebagai pribadi, iman Maria kepada Allah dan Putranya sangat menonjol. Perjanjian Baru memberikan kesaksian akan keunggulan iman Maria ini. Maria juga mempunyai keistimewaan lain, yaitu dialah satu-satunya wanita (manusia) yang telah menyatukan diri dengan Sang Sabda dan melahirkan Sabda yang menjadi manusia Yesus. Sang Sabda menerima kemanusiaanNya dari Bunda Maria. Kedekatan Maria dengan Yesus ini mempunyai dampak langsung kepada kita murid-murid Yesus. Karena Yesus menerima dari Maria, ibu-Nya, hidup sebagai Sabda yang menjelma, dan kemudian Yesus memberikan hidup itu kepada kita murid-murid yang percaya kepada-Nya, maka Maria juga menjadi Bunda kita. Yesus menunjukkan hal ini ketika tergantung di salib. Yesus memberikan Maria kepada Yohanes, murid yang dikasihi-Nya (Yoh. 19:26-27).

Keistimewaan-keistimewaan Maria inilah yang membuat Maria ikut mengambil bagian dalam peran Yesus Kristus sebagai pengatara kita kepada Allah. Seperti tampak dalam perkawinan di Kana. Maria bertindak proaktif mengatasi kesulitan kekurangan anggur yang terjadi. Karena partisipasi Maria inilah, Yesus akhirnya mengubah air menjadi anggur untuk memecahkan permasalahan dalam perkawinan di Kana itu.

Ketiga, seperti dalam perkawian di Kana, kita boleh membawa permohonan kita kepada Bunda Maria agar kemudian melalui Putra dibawa kepada Allah Bapa. Setiap doa pada akhirnya tetap ditujukan kepada Allah Bapa. Kita juga bisa berdoa melalui santa-santo lainnya, yang juga mengambil bagian dalam kepengantaraan Yesus. Dibandingkan santa-santo lainnya, Maria adalah pribadi yang paling unggul, paling istimewa.

Keempat, Paus Yohanes Paulus II dalam ensikliknya Bunda Penebus (1987), melihat Maria hadir sebagai ibu dan ikut ambil bagian dalam masalah-masalah rumit masa kini, baik berkaitan dengan individu, keluarga, masyarakat maupun bangsa. Gereja melihat Maria ikut menolong dalam perjuangan Gereja melawan kejahatan. Bunda Maria memastikan bahwa Gereja tidak jauh atau jika sudah jatuh, Gereja dapat berdiri tegak kembali utuk melanjutkan memanggul salibnya dengan setia sampai kahir. Itulah sebabnya mengapa kita juga memohon pertolongan Bunda Maria dalam permasalahan-permasalahan kita. Sebagai ibu, Maria sangat peduli dan tidak membiarkan kita sendirian seprti yatim piatu.

Kelima, seringkali ada umat yang berdevosi kepada Maria secara berlebihan. Bunda Maria seolah dipertentangkan dengan Yesus: jia Yesus tidak mengabulkan maka kita akan minta melalui Bunda Maria. Kadang juga, Maria diunggulkan lebih daripada Yesus, karena alasan-alasan kedekatan emosional. Seolah Maria adalah sumber pengampunan dan belaskasihan. Praktik yang demikian ini, tentu saja tidak sesuai dengan ajaran resmi Gereja dan perlu dikoreksi.

Disunting oleh Silvester Detianus Gea

Konsultasi Iman “Majalah Hidup-Mingguan Katolik, 40 tahun ke 71- 01 Oktober 2017” hlm. 19, oleh Petrus Maria Handoko CM, Imam Kongregasi Misi, Doktor Teologi Dogmatik Universitas Gregoriana Roma.

Trinitas Monoteis, Bukan Politeis


Apakah Ajaran Katolik tentang Trinitas itu sama dengan ajaran Hindu tentang Trimurti? Jika berbeda, di mana letak perbedaannya? Apakah iman Katolik itu polities?

Vincentius Parimin, Pare [Penanya]

Pertama, masih ada perdebatan tentang apakah agama Hindu itu monoteis atau polities. Di satu pihak, ada pandangan bahwa agama Hindu adalah monoteis, artinya ajaran Hindu percaya bahwa hanya ada satu Allah, yaitu Sang Hyang Widhi. Dia adalah Allah pencipta yang satu (Aum) dan menjalankan tiga fungsinya secara berbeda. Ketika mencipta, Dia dinamakan Brahma. Ketika menjaga ciptaan Dia disebut Wisnu. Sedangkan ketika melebur dunia Dia dinamakan Siwa. Ketiga fungsi yang berbeda itu merupakan perwujudan dari Allah yang satu dan sama. Dalam Gereja Katolik, ajaran tentang satu Allah dengan tiga fungsi yang berbeda-beda (Trimurti) ini mirip dengan ajaran aliran modalisme tentang Trinitas.

Di lain pihak, ada yang berpendapat bahwa agama Hindu itu polities. Brahma, Wisnu, dan Siwa adalah tiga dewa tertinggi di antara dewa-dewi yang disembah. Masing-masing Dewa itu mempunyai satu pihak, fungsi yang berbeda, dan eksistensi masing-masing dewa itu mandiri. Ajaran Trimurti yang demikian disebut Triteisme, artinya mengakui adanya tiga Allah yang tertinggi, bukan Trinitas.

Kedua, ajaran tentang Trinitas adalah pewahyuan Allah tentang misteri diri-Nya kepada manusia melalui Yesus Kristus. Sebagai wahyu Allah, ajaran tentang Trinitas tidak didasarkan pada ajaran manapun, meskipun konsep-konsep yang digunakan mempunyai kemiripan. Bisa juga dikatakan bahwa kemiripan-kemiripan itu digunakan Allah untuk mempersiapkan manusia mengerti substansi misteri yang hnedak dinyatakan-Nya kepada manusia. Jika demikian, perlu diperhatikan hal-hal baru dari wahyu Allah yang membedakan wahyu itu dengan hasil pemikiran manusia belaka dalam konsep-konsep yang ada.

Ketiga, Wahyu Allah tentang Trinitas hendak mengajarkan bahwa Allah itu esa. Hanya ada satu Allah yang adalah sumber sesgala sesuatu di dunia ini. Jadi, agama Kristiani adalah agama monoteis, bukan agama polities. Juga menjadi jelas bahwa ajaran tentang Trinitas tidak sama dengan ajaran Triteisme. Monoteisme Kristiani menolak adanya sumber lain dari segala sesuatu selain Allah Sang Pencipta itu sendiri.

Di dalam satu Allah itu terdapatlah tiga pribadi yang berbeda. Perbedaan itu bukan hanya menyangkut fungsi atau karya ke luar diri-Nya, tetapi perbedaan antara ketiga pribadi itu juga ada dan bisa didektesi di dalam diri Allah sendiri sebelum melakukan karya keluar dari diri-Nya. Bapa adalah sumber dari segala sesuatu. Dari Bapa, dilahirkan (Lat:generatio) Putra yang sehakekat dengan Bapa. Dari Bapa dan Putra, terhembuslah (Lat:Spiratio) Roh Kudus yang mengikata Bapa dan Putra bersama dalam kasih.

Jadi, ajaran tentang Trinitas tidak sama dengan ajaran modalisme, yang mengatakan bahwa satu Allah yang sama menjalankan tiga fungsi yang berbeda dan karena itu mempunyai tiga nama. Ajaran tentang Trinitas menyatakan bahwa dalam karya keluar dari diri-Nya sendiri, ketiga pribadi itu selalu berkarya bersama-sama, tetapi dengan penekanan peran dari Pribadi tertentu sebagai kekhasan masing-masing. Inilah wahyu yang harus diterima dengan iman.

Keempat, ajaran tentang Trinitas tidak mudah dipahami oleh umat kita sendiri, apalagi oleh mereka yang bukan Katolik. Seringkali mereka yang non Kristiani mengerti ajaran Trinitas itu secara salah, yaitu seperti Triteisme. Misalnya, Al Quran memandang Trinitas adalah Bapa, Isa dan Maryam. Pengertian seperti ini bukanlah konsep Trinitas tetapi Triteisme. Karena itu, Al Quran menolak konsep Allah yang demikian. Jadi sebenarnya baik Al Quran maupun Gereja Katolik sama-sama menolak Triteisme, dan sama-sama menganut monoteisme.

Di sunting oleh Silvester Detianus Gea

Konsultasi Iman “Majalah Hidup-Mingguan Katolik, 44 tahun ke 71- 29 Oktober 2017” hlm. 18, oleh Petrus Maria Handoko CM, Imam Kongregasi Misi, Doktor Teologi Dogmatik Universitas Gregoriana Roma.

Mujikzat Doa Bersama Santo Yohanes De Deo Untuk Penderita Sakit Jantung



Pada awalnya Santo Yohanes adalah seorang pemuda yang memiliki banyak profesi.Santo Yohanes kemudian mengubah hidupnya secara dratis setelah mendengarkan sebuah khotbah yang disampaikan oleh seorang misionari yang kudus, yaitu Santo Yohanes dari Avilla.


Secara Perlahan-lahan Santo Yohanes De Deo kemudian menyadari bahwa hidup rakyat penuh dengan penderitaan dan kemiskinan. Ia lalu mempergunakan waktunya untuk merawat mereka yang sakit di tempat-tempat penampungan dan rumah sakit.


Suatu ketika, seorang bangsawan menyamar sebagai seorang pengemis. ia mengetuk pintu rumah Yohanes untuk meminta-minta. Yohanes dengan suka hati memberikan semua yang ia miliki, yang jumlahnya hanya beberapa dolar saja. keesokan harinya, seorang pesuruh tiba di depan pintu yohanes dengan sepucuk surat penjelasan beserta uang dermanya yang dikembalikan. Santo Yohanes wafat pada hari ulang tahunnya pada tahun 1550.


Mujikzat Doa Bersama Santo Yohanes De Deo Untuk Sakit Jantung


Ketika Yesus mendarat, Ia melihat orang banyak yang besar jumlahnya, .... dan Ia menyembuhkan mereka yang sakit(Mat. 14:14).

Ya Santo Yohanes De Deo, engkau sungguh merasakan kasih dan kebaikan Tuhan sehingga engkau berbalik dari cara hidupmu yang lama. Berkat pertobatanmu itu, engkau rela melepaskan semua yang engkau miliki untuk kepentingan banyak orang. karena pengabdianmu itu, banyak orang yang sembuh dari sakitnya.


Dalam nama Tuhan Yesus, kami mohonkan bantuan doa-doamu bagi diriku/saudara kami yang saat ini sedang menderita sakit jantung. Sakit ini sangat menakutkan bagiku karena dapat membahayakan hidupku. kami percaya melalui perantaraan doa-doamu, Tuhan Yesus sendiri akan hadir dan menyentuh diriku, sehingga sakitku ini sembuh

Dari pihakku sendiri, aku berjanji untuk memperbaiki pola hidupku dengan makanan yang sehat, cukup berolah raga serta istirahat. semoga hidupku dapat menjadi berkat bagi sesama seturut teladanmu sendiri. Demi Kristus Tuhan kami. Amin.


Demikian Doa Mukjizat Dari Santo Yohanes De Deo,Anda bisa meminta perantara atau bantuan doa dari santo Yohanes De Deo jika sedang mengalami sakit Jantung.