Rasul Petrus Paus Pertama



Banyak orang mengutip tulisan St. Irenaeus yang kemudian gagal untuk memahaminya. Kegagalan itu akhirnya menimbulkan kesimpulan bahwa Linus adalah Paus pertama Katolik Roma.

Berikut kutipan tulisan St. Irenaeus yang dimuat oleh www.newadvent.org

“blessed apostles, then, having founded and built up the Church, committed into the hands of Linus the office of the episcopate. Of this Linus, Paul makes mention in the Epistles to Timothy. To him succeeded Anacletus; and after him, in the third place from the apostles, Clement was allotted the bishopric.”


Bagaimana menjelaskan isi kutipan di atas?
Nama Linus disebut dalam surat 2 Tim. 4:21, di mana surat itu dikirim oleh Rasul Paulus kepada Timotius. Dengan demikian kita tahu bahwa Linus berada di wilayah di mana Timotius berada dan bukan di Roma. Tulisan St. Irenaeus di atas menjelaskan kepada kita bahwa setelah Rasul-Rasul yang terberkati (Petrus dan Paulus) membangun Gereja, mereka memberikan kepada Linus tugas penggembalaan.

Dalam hal ini yang dimaksud adalah ketika Petrus akan meninggalkan kota Roma untuk menghadiri sidang Yerusalem. Linus sebagai Uskup pertama yang ditahbiskan oleh Rasul Paulus menggantikan Petrus untuk sementara. Ketika Petrus selesai mengikuti sidang Yerusalem, maka ia kembali ke Roma. Petrus menjadi Uskup sekaligus Paus hingga tahun 67. Pada masa penganiayaan di bawah kepemimpinan Kaisar Nero, Rasul Petrus dan Paulus yang bersama di Roma mengalami kemartiran/dibunuh karena tidak meninggalkan iman mereka. Selama Petrus memimpin, Linus menjadi asisten Rasul Petrus. Setelah Petrus wafat, maka Linus menggantikan penggembalan yang diemban Petrus.

Bukti-bukti lain yang mengatakan Petrus sebagai Uskup sekaligus Paus pertama Katolik Roma ditulis oleh beberapa Bapa Gereja:

1. St. Klemens dari Roma, dalam suratnya yang pertama kepada jemaat di Korintus (96): ((1 Klemens 5: 1-6. Klemens adalah murid rasul Petrus dan ditahbiskan oleh Petrus, mengisahkan peran Petrus dan kematiannya))
“…. Perhatikanlah teladan yang luhur dari generasi kita sendiri… Pilar yang terbaik [yaitu Gereja Roma] telah dianiaya…. Mari memusatkan mata hati kita kepada Rasul-rasul yang baik itu: Petrus, yang menderita… tidak hanya mengalami satu atau dua kali tetapi banyak kesulitan, dan karenanya pergi ke tempat kemuliaan yang sesuai…. Paulus menunjukkan jalan kepada penghargaan atas ketahanan [iman]… telah beralih dari dunia ini ke tempat yang suci… Terhadap kedua orang ini yang telah hidup dalam kekudusan harus ditambahkan banyak sekali orang yang menderita penganiayaan… yang menjadi contoh yang bersinar di tengah-tengah kita.”

Kesaksian St. Klemens ini penting, karena St. Klemens adalah Paus yang ketiga setelah Rasul Petrus. Urutan Paus: Petrus (sampai 67), Linus (67-79, lih. 2 Tim 4:21), Anacletus (79-85) dan Klemens (85-96). ((Urutan ini diketahui dari tulisan St. Irenaeus, dalam Against Heresies, 3,3,3, ANF, 1:416))

2. St. Ignatius dari Antiokhia (35-107), Uskup Antiokhia, yang adalah murid Rasul Yohanes, dan kemungkinan juga adalah murid rasul Petrus, karena Petruspun pernah tinggal di Antiokhia. Sebelum wafatnya sebagai martir di Roma, ia menulis 7 surat yaitu kepada gereja- gereja di Ephesus, Magnesia, Tralles, Philadelphia, Smyrna, kepada Polycarpus, dan juga gereja Roma. Topik suratnya antara lain mengenai kelahiran Yesus, hirarki, Ekaristi, Kehadiran Yesus yang nyata dalam Ekaristi.

3. Eusebius, (260- 340) Uskup Caesarea dan Bapa Sejarah Gereja.
“Tahun kedua dari duaratus lima olympiad: Rasul Petrus, setelah mendirikan Gereja di Antiokhia, dikirim ke Roma, di mana ia tinggal sebagai uskup di kota tersebut, berkhotbah selama dua puluh lima tahun… Tahun ketiga dari duaratus lima olympiad: Markus Penginjil, interpreter Rasul Petrus mengabarkan Kristus ke Mesir dan Alexandria…. Tahun keempat dari duaratus sebelas olympiad: Nero adalah yang pertama… mengadakan penganiayaan umat Kristen, yang karenanya Petrus dan Paulus wafat dengan mulia di Roma.” ((Eusebius, The Chronicle42, 43, 68, Jurgens, Faith of the Early Fathers, 1: 291))

“Di jaman Claudius [Kaisar Roma, 41-54 AD], penyelenggaraan alam semesta…. membawa kepada Roma seorang rasul yang terkuat dan terbesar, yang dipilih untuk menjadi juru bicara dari rasul-rasul yang lain, yaitu Rasul Petrus… ” ((Eusebius, History of the Church, 2, 14, 6, Williamson trans, 49))

“Para pendengar Petrus di Roma yang yakin akan terang agama yang sejati, tidak puas dengan mendengarkan ajaran lisan tentang pesan ilahi, mereka memohon dengan secala cara untuk mempengaruhi Markus (yang Injilnya kita punyai sekarang), kerena ia adalah murid Petrus, untuk meninggalkan kepada mereka ringkasan tertulis tentang perintah-perintah yang telah mereka terima secara lisan,……dan oleh karena itu [ia] bertanggungjawab menuliskan apa yang kita kenal sebagai Injil Markus….. Klemens mengutip kisah ini dalam Outline buku VI, dan dikonfirmasi oleh Uskup Papias dari Hierapolis…, bahwa Markus disebut oleh Petrus di suratnya yang pertama, yang dikatakannya ditulis di Roma itu sendiri, seperti yang diindikasikan olehnya ketika ia menyebutkan kota itu secara figuratif sebagai Babilon.” ((Eusebius, History of the Church, 2, 15, Williamson trans, 49)).

4. Doktrin Addai (Dokumen gereja Siria 400).
“[…. Aggai yang mentahbiskan imam-imam di Siria, dibunuh sebagai martir pada saat mengajar di gereja oleh anak Abgar. Penerusnya, Palut, diharuskan ke Antiokhia untuk menerima konsekrasi episkopal, yang diterimanya dari Uskup Serapion, Uskup Antiokhia] yang juga menerima penumpangan tangan dari Zephyrinus, Uskup dari kota Roma dari penerusan penumpangan tangan dari imamat Simon Petrus (Kepha), yang diterimanya dari Tuhan kita, ia [Petrus] yang menjadi Uskup di Roma selama 25 tahun pada masa Kaisar Nero yang bertahta di sana selama 13 tahun lamanya.” ((Doctrine of Addai di Actholic Encyclopedia (New York: Robert Appleton Co., 1909), 5:88.)) [disadur dari katolisitas].


Disunting oleh Silvester Detianus Gea

Alumnus Universitas Atma Jaya Jakarta
Jurusan Ilmu Pendidikan Teologi-Sekarang, Pendidikan Keagamaan Katolik.

Penjelasan Tentang Baptis










Kaum Fundamentalis selalu saja mempersoalkan cara baptis. Mereka mengatakan bahwa baptis itu harus di selam. Padahal kata "selam" dalam bahasa Yunani adalah Καταδύσεις, bukan baptizo, atau baptismos. Sementara itu Yesus dan Para Rasul pun tidak pernah berbicara keharusan membaptis dengan satu cara saja.


Para Rasul dalam di Didakhe 7 mengajarkan bahwa:

1 Dan mengenai baptisan, baptislah begini: Setelah meninjau semua pengajaran ini, baptis di dalam Nama Bapa, Putra, dan Roh Kudus, di dalam air yang mengalir (sungai, laut).

2 Tetapi jika air mengalir tidak tersedia, maka baptisalah kedalam air lainnya (kolam atau bak); air dingin diutamakan, tetapi jika tidak tersedia (lakukan) di dalam air hangat.
3 Tetapi jika itu maupun tersedia, curahkan air tiga kali ke atas kepala di dalam Nama Bapa, Putra dan Roh Kudus.

4 Tetapi sebelum baptisan, baiklah yang bertugas berpuasa, dan juga orang yang dibaptis, dan semua orang lain yang bisa; Pastikan untuk memerintahkan orang yang akan dibaptis untuk berpuasa satu atau dua hari sebelumnya.
 Selain itu arti baptize sendiri mempunyai banyak makna, mencelupkan, menuangkan, membersihkan.

 Tidak ada sama sekali kata selam. Maka, baptisan selam tidak benar.

Disunting oleh Silvester Detianus Gea

Daftar Paus Gereja Katolik Sejak Abad Pertama





    



1 Paus Santo Petrus 32-64/67

2 Paus Santo Linus 67-79

3 Paus Santo Anakletus 79-88

4 Paus Santo Klemens I 88-97
 
5 Paus Santo Evaristus 97-105

6 Paus Santo Aleksander I 105-115

7 Paus Santo Siktus I 115-125

8 Paus Santo Telesphorus 125-136

9 Paus Santo Hyginus 136-140

10 Paus Santo Pius I 140-155

11 Paus Santo Anisetus 155-166

12 Paus Santo Soter 166-175

13 Paus Santo Eleutherius 175-189

14 Paus Santo Viktor I 189-199

15 Paus Santo Zephyrinus 199-217

16 Paus Santo Kallistus I 217-222

17 Paus Santo Urbanus I 222-230

18 Paus Santo Pontianus 230-235

19 Paus Santo Anterus 235-236

20 Paus Santo Fabianus 236-250

21 Paus Santo Kornelius 251-253

22 Paus Santo Lusius I 253-254

23 Paus Santo Stefanus I 254-257

24 Paus Santo Siktus II 257-258

25 Paus Santo Dionisius 260-268

26 Paus Santo Feliks I 269-274

27 Paus Santo Eutychianus 275-283

28 Paus Santo Gaius 283-296

29 Paus Santo Marselinus 296-304

30 Paus Santo Marsellus I 308-309

31 Paus Santo Eusebius 309-310

32 Paus Santo Meltiades 311-314

33 Paus Santo Silvester I 314-335

34 Paus Santo Markus 335-336

35 Paus Santo Julius I 337-352

36 Paus Liberius 352-366

37 Paus Santo Damasus I 366-383

38 Paus Santo Sirikus 384-399

39 Paus Santo Anastasius I 399-401

40 Paus Santo Innosensius I 401-417

41 Paus Santo Zosimus 417-418

42 Paus Santo Bonifasius I 418-422

43 Paus Santo Selestinus I 422-432

44 Paus Santo Siktus III 432-440

45 Paus Santo Leo I 440-461 Leo

46 Paus Santo Hilarius 461-468

47 Paus Santo Simplisius 468-483

48 Paus Santo Feliks III 483-492

49 Paus Santo Gelasius I 492-496

50 Paus Anastasius II 496-498

51 Paus Santo Symnakus 498-514

52 Paus Santo Hormidas 514-523

53 Paus Santo Yohanes I 523-526
 
54 Paus Santo Feliks IV 526-530

55 Paus Bonifasius II 530-532 

56 Paus Yohanes II 533-535

57 Paus Santo Agapitus I 535-536

58 Paus Santo Silverius 536-537

59 Paus Vigilius 537-555

60 Paus Pelagius I 556-561

61 Paus Yohanes III 561-574

62 Paus Benediktus I 575-579

63 Paus Pelagius II 579-590

64 Paus Santo Gregorius I Agung 590-604

65 Paus Sabianus 604-606 

66 Paus Bonifasius III 607 

67 Paus Santo Bonifasius IV 608-615

68 Paus Santo Adeodatus I 615-618

69 Paus Bonifasius V 619-625 

70 Paus Honorius I 625-638

71 Paus Severinus 640 

72 Paus Yohanes IV 640-642
 
73 Paus Theodorus I 642-649

74 Paus Santo Martinus I 649-654
 
75 Paus Santo Eugenius I 654-657

76 Paus Santo Vitalianus 657-672

77 Paus Adeodatus II 672-676 

78 Paus Donus 676-678 

79 Paus Santo Agathus 678-681

80 Paus Santo Leo II 682-683

81 Paus Santo Benediktus II 684-685

82 Paus Yohanes V 685-686
 
83 Paus Conon 686-687 

84 Paus Santo Sergius I 687-701

85 Paus Yohanes VI 701-705 

86 Paus Yohanes VII 705-707 

87 Paus Sisinnius 708 

88 Paus Konstantinus 708-715

89 Paus Santo Gregorius II 715-731

90 Paus Santo Gregorius III 731-741

91 Paus Santo Zakarias 741-752

92 Paus Stefanus II 752-757 

93 Paus Santo Paulus I 757-767
 
94 Paus Stefanus III 767-772 

95 Paus Adrianus I 772-795

96 Paus Santo Leo III 795-816 

97 Paus Stefanus IV 816-817 

98 Paus Santo Paskalis I 817-824

99 Paus Eugenius II 824-827

100 Paus Valentinus 827 

101 Paus Gregorius IV 827-844 

102 Paus Sergius II 844-847

103 Paus Santo Leo IV 847-855

104 Paus Benediktus III 855-858 

105 Paus Santo Nikolas I Agung 858-867
 
106 Paus Adrianus II 867-872 

107 Paus Yohanes VIII 872-882 

108 Paus Marinus I 882-884 

109 Paus Santo Adrianus III 884-885 

110 Paus Stefanus V 885-891 

111 Paus Formosus 891-896 

112 Paus Bonifasius VI 896 

113 Paus Stefanus VI 896-897 

114 Paus Romanus 897 

115 Paus Theodorus II 897 

116 Paus Yohanes IX 898-900
 
117 Paus Benediktus IV 900-903

118 Paus Leo V 903 

119 Paus Sergius III 904-911

120 Paus Anastasius III 911-913

121 Paus Lando 913-914

122 Paus Yohanes X 914-928

123 Paus Leo VI 928-929

124 Paus Stefanus VII 929-931

125 Paus Yohanes XI 931-935

126 Paus Leo VII 936-939 

127 Paus Stefanus VIII 939-942

128 Paus Marinus II 942-946

129 Paus Agapitus II 946-955

130 Paus Yohanes XII 955-963

131 Paus Leo VIII 963-964

132 Paus Benediktus V 964 

133 Paus Yohanes XIII 965-972

134 Paus Benediktus VI 973-974

135 Paus Benediktus VII 974-983

136 Paus Yohanes XIV 983-984

137 Paus Yohanes XV 985-996

138 Paus Gregorius V 996-999

139 Paus Silvester II 999-1003

140 Paus Yohanes XVII 1003

141 Paus Yohanes XVIII 1003-1009

142 Paus Sergius IV 1009-1012

143 Paus Benediktus VIII 1012-1024

144 Paus Yohanes XIX 1024-1032

145 Paus Benediktus IX 1032-1044

146 Paus Silvester III 1045

147 Paus Benediktus IX 1045

148 Paus Gregorius VI 1045-1046

149 Paus Klemens II 1046-1047

150 Paus Benediktus IX 1047-1048

151 Paus Damasus II 1048

152 Paus Santo Leo IX 1049-1054

153 Paus Viktor II 1055-105

154 Paus Stefanus IX 1057-1058

155 Paus Nikolas II 1058-1061

156 Paus Aleksander II 1061-1073

157 Paus Santo Gregorius VII 1073-1085

158 Paus Viktor III 1086-1087

159 Paus Urbanus II 1088-1099

160 Paus Paskalis II 1099-1118

161 Paus Gelasius II 1118-1119

162 Paus Kallistus II 1119-1124

163 Paus Honorius II 1124-1130

164 Paus Innosensius II 1130-1143

165 Paus Selestinus II 1143-1144
166 Paus Lusius II 1144-1145

167 Paus Eugenius III 1145-1153

168 Paus Anastasius IV 1153-1154

169 Paus Adrianus IV 1154-1159

170 Paus Aleksander III 1159-1181

171 Paus Lusius III 1181-1185

172 Paus Urbanus III 1185-1187

173 Paus Gregorius VIII 1187

174 Paus Klemens III 1187-1191

175 Paus Selestinus III 1191-1198

176 Paus Innosensius III 1198-1216

177 Paus Honorius III 1216-1227

178 Paus Gregorius IX 1227-1241

179 Paus Selestinus IV 1241

180 Paus Innosensius IV 1243-1254

181 Paus Aleksander IV 1254-1261

182 Paus Urbanus IV 1261-1264

183 Paus Klemens IV 1265-1268

184 Paus Gregorius X 1271-1276

185 Paus Innosensius V 1276

186 Paus Adrianus V 1276

187 Paus Yohanes XXI 1276-1277

188 Paus Nikolas III 1277-1280

189 Paus Martinus IV 1281-1285

190 Paus Honorius IV 1285-1287

191 Paus Nikolas IV 1288-1292

192 Paus Santo Selestinus V 1294

193 Paus Bonifasius VIII 1294-130

194 Paus Benediktus XI 1303-1304

195 Paus Klemens V 1305-1314

196 Paus Yohanes XXII 1316-1334

197 Paus Benediktus XII 1334-1342
198 Paus Klemens VI 1342-1352

199 Paus Innosensius VI 1352-1362

200 Paus Urbanus V 1362-1370

201 Paus Gregorius XI 1370-1378

202 Paus Urbanus VI 1378-1389

203 Paus Bonifasius IX 1389-1404

204 Paus Innosensius VII 1404-140

205 Paus Gregorius XII 1406-1415

206 Paus Martinus V 1417-1431

207 Paus Eugenius IV 1431-1447

208 Paus Nikolas V 1447-1455

209 Paus Kallistus III 1455-1458

210 Paus Pius II 1458-1464

211 Paus Paulus II 1464-1471

212 Paus Siktus IV 1471-1484

213 Paus Innosensius VIII 1484-1492

214 Paus Aleksander VI 1492-1503

215 Paus Pius III 1503

216 Paus Julius II 1503-1513

217 Paus Leo X 1513-1521

218 Paus Adrianus VI 1522-1523

219 Paus Klemens VII 1523-1534

220 Paus Paulus III 1534-1549

221 Paus Julius III 1550-1555

222 Paus Marsellus II 1555

223 Paus Paulus IV 1555-1559

224 Paus Pius IV 1559-1565

225 Paus Santo Pius V 1566-1572

226 Paus Gregorius XIII 1572-1585

227 Paus Siktus V 1585-1590

228 Paus Urbanus VII 1590

229 Paus Gregorius XIV 1590-1591

230 Paus Innosensius IX 1591

231 Paus Klemens VIII 1592-1605

232 Paus Leo XI 1605

233 Paus Paulus V 1605-1621

234 Paus Gregorius XV 1621-1623

235 Paus Urbanus VIII 1623-1644

236 Paus Innosensius X 1644-1655

237 Paus Aleksander VII 1655-1667

238 Paus Klemens IX 1667-1669

239 Paus Klemens X 1670-1676

240 Paus Innosensius XI 1676-1689

241 Paus Aleksander VIII 1689-1691

242 Paus Innosensius XII 1691-1700

243 Paus Klemens XI 1700-1721

244 Paus Innosensius XIII 1721-1724

245 Paus Benediktus XIII 1724-1730

246 Paus Klemens XII 1730-1740

247 Paus Benediktus XIV 1740-1758

248 Paus Klemens XIII 1758-1769

249 Paus Klemens XIV 1769-1774

250 Paus Pius VI 1775-1799

251 Paus Pius VII 1800-1823

252 Paus Leo XII 1823-1829

253 Paus Pius VIII 1829-1830

254 Paus Gregorius XVI 1831-1846

255 Paus Pius IX 1846-1878

256 Paus Leo XIII 1878-1903

257 Paus Santo Pius X 1903-1914

258 Paus Benediktus XV 1914-1922

259 Paus Pius XI 1922-1939

260 Paus Pius XII 1939-1958

261 Paus Yohanes XXIII 1958-1963

262 Paus Paulus VI 1963-1978

263 Paus Yohanes Paulus I 1978

264 Paus Yohanes Paulus II 1978-2005

265 Paus Benediktus XVI 2005-2013

266 Paus Fransiskus 2013-sekarang

Referensi:

1. Pasaribu, Anton. 2004. 264 Tahta Suci Paus Edisi ke-2. Bekasi:Penerbit Krista Mitra Pustaka.
2. Paus Benedictus dan Paus Fransiskus kemudian menjadi gembala setelah 264 Paus menggembalakan Gereja Katolik.

Menjawab Tuduhan Terhadap Iman Katolik


 
 
1. Alkitab mengajarkan bahwa bayi-bayi dan anak-anak tidak dilarang untuk dibaptis (Kis. 2:39). Tidak ada ajaran baptis percik dalam Gereja Katolik. Karena baptis itu (baptizo) bukan selam.

Yesus dan para rasul tidak sekalipun memutlakkan dan mengharuskan cara baptis tertentu misalnya harus selam, harus dicurahkan dikepala. Gereja Katolik bisa memakai semua cara kecuali tidak memakai cara percik. Oleh sebab itu jangan heran jika ditempat tertentu Gereja Katolik membaptis dengan cara selam, baru-baru ini di Malaysia. Sebagaimana dishare oleh kak Arakian Sanga Mateus. Gereja Katolik bisa menuangkan air di kepala sebanyak tiga kali.

Gereja katolik memutlakkan Rumusan baptis yakni Dalam Nama Bapa, Putera dan Roh Kudus. Demikian pula dokumen Para Rasul tidak mengharuskan atau memutlakkan suatu cara, tetapi tergantung kondisi dan situasi. Para Rasul memutlakkan dan mengharuskan rumusan Trinitaris.

Mari kita lihat Didache Bab 7. Mengenai baptisan.

1 Dan mengenai baptisan, baptislah begini: Setelah meninjau semua pengajaran ini, baptis di dalam Nama Bapa, Putra, dan Roh Kudus, di dalam air yang mengalir (sungai, laut).

2 Tetapi jika air mengalir tidak tersedia, maka baptisalah kedalam air lainnya (kolam atau bak); air dingin diutamakan, tetapi jika tidak tersedia (lakukan) di dalam air hangat.

3 Tetapi jika itu maupun tersedia, curahkan air tiga kali ke atas kepala di dalam Nama Bapa, Putra dan Roh Kudus.

4 Tetapi sebelum baptisan, baiklah yang bertugas berpuasa, dan juga orang yang dibaptis, dan semua orang lain yang bisa; Pastikan untuk memerintahkan orang yang akan dibaptis untuk berpuasa satu atau dua hari sebelumnya.


2. Yesus sendiri memberikan teladan selibat, tidak beristri demikian pula Rasul Paulus dan beberapa rasul lainnya. Yesus mengajarkan ada yang tidak menikah demi kerajaan Surga (Mat. 19:12) dan demikian pula dengan Rasul Paulus yang mengajarkan bagaimana seorang yang tidak beristri berpusat pada Tuhan (1 Kor. 7:29-34). Maka yang masuk surga pun orang-orang yang terpilih yang tidak mencemari diri mereka (Wahyu 14:4-5).

3. Yesus satu-satunya pengantara tidak meniadakan bahwa ia mempunyai Para rasul dan murid. Tidak menutup kemungkinan adanya pengantar sekunder. Tidak ada pengantara yang sama dengan Yesus namun mereka teman sekerja Yesus. Maka kami dalam satu persekutuan umat baik yang sudah beralih maupun yang masih di dunia tetap saling mendoakan karena persekutuan kami tidak binasa karena maut

Dalam 1 Tim 2:1-2 Rasul Paulus mengajarkan agar kita “menaikkan permohonan, doa syafaat dan ucapan syukur untuk semua orang”. Jadi yang melakukan doa syafaat/ pengantaraan bukan saja hanya Kristus dan Roh Kudus, namun kita semua diundang untuk berdoa syafaat, saling mendoakan satu sama lain. Para beriman atau semua orang kudusdiajar untuk berdoa atau berdoa syafaat, dan ini diajarkan dalam 32 ayat yang lain dalam Perjanjian Baru. Namun tentu saja doa syafaat kita ini hanya dapat terjadi karena Pengantaraan Kristus yang satu-satunya (lih. 1 Tim 2:5) itu, dan tidak bisa terlepas dari Kristus. Gereja Katolik percaya bahwa Kristus berdoa syafaat bagi kita kepada Allah Bapa di dalam Roh Kudus, seperti secara sempurna terlihat dalam Perayaan Ekaristi. Perayaan Ekaristi diadakan di dalam nama Kristus, dan tidak pernah dinyatakan di dalam nama Maria atau dalam nama para kudus, baik Santa ataupun Santo.

Masalahnya, ada banyak orang menganggap bahwa para orang kudus (Santa/ Santo) yang sudah meninggal sudah tidak ada hubungannya dengan orang- orang yang masih hidup di dunia, karena mereka sudah “mati”, tidak bernafas. Gereja Katolik berdasarkan Kitab Suci mengajarkan bahwa para kudus yang sudah meninggal itu tidak mati, melainkan tetap hidup. Sebab yang mati hanya tubuhnya, tetapi jiwa orang- orang kudus tersebut tetap hidup bersama Tuhan, karena itulah yang dijanjikan oleh Kristus sendiri, khususnya dalam Yoh 11:25, Rom 8:11, Yoh 3: 16; Yoh 6:58 maupun Yoh 8:51. Maka “mati” di sini artinya bukan tidak bernafas, melainkan tidak hidup lagi di dunia. Dalam perikop Roti Hidup di Injil Yohanes, disebutkan bahwa orang-orang beriman yang di Surga tetap adalah orang-orang kudus yang hidup, karena Kristus, Sang Roti Hidup, telah memberi kehidupan kekal kepada mereka (lih. Yoh 6:54).

Yang makan daging-Nya dan minum darah-Nya, mempunyai hidup kekalYoh 11:25-26: Yang percaya kepada Kristus akan hidup walaupun ia sudah mati1 Yoh 3:2: Kelak kita akan menjadi sama seperti KristusWhy 5:8; Why 8:3-4: Doa syafaat para tua-tua di surgaYak 5:16: Doa orang benar besar kuasanya1 Kor 3:9: Maut kalah (tambahan dari Katolisitas).

4. Maria dikandung tanpa dosa karena kehendak- Allah

Pertama, perlu dibedakan terlebih dahulu antara dosa asal dan dosa pribadi. Dogma tentang Maria dikandung tanpa noda dosa, yang dinyatakan secara ex-cathedra oleh Paus Pius IX pada 8 Desember 1854, berbicara tentang dosa asal. Di lain pihak, Rom. 3:23 berbicara bukan tentang dosa asal, tetapi tentang dosa pribadi. Pertanyaan tersebut mencampur-adukkan antara dosa asal dan dosa pribadi.

Kedua, berbicara tentang dosa asal, dogma itu nampaknya bertentangan dengan pernyataan Paulus pada Rom. 5:12.18-19 (bukan Rom 3:23!)bahwa semua orang mewarisi dosa Adam. Dogma itu berarti bahwa semua orang seharusnya terkena dosa asal, tetapi dalam hal pribadi Bunda Maria , sengat dosa asal tidak pernah menyentuhnya sejak saat pertama keberadaannya di dunia ini. Maria dibebaskan bukan hanya dari sengat dosa asal, tetapi juga akibat dari dosa asal. Terbebasnya Maria terjadi bukan karena pahala atau kekuatan Maria sendiri, tetapi karena pahala yang masih akan dihasilkan oleh Yesus dalam misteri Paskah-Nya. Dalam hal ini, muncul pertanyaan yang sama, apa artinya “semua orang terkena dosa asal” jika ternyata Maria dinyatakan bebas dari sengat dosa asal.

Ketiga, berkaitan dengan dosa pribadi, Gereja mengajarkan bahwa Maria tetap suci sampai akhir hidupnya. Dalam hal pikiran, perkataan, perbuatan, dan kelalaian, Maria terbebas dosa sampai akhir hidupnya. Jadi, dosa pribadi juga tidak pernah mengenai pribadi Maria. Maria terbebas dari semua dosa pribadi. Ajaran tentang kesucian Maria inilah yang nampaknya bertentangan dengan pernyataan Paulus pada Rom 3:23, bahwa “semua orang telah berbuat dosa dan kehilangan kemuliaan Allah.” Sekali lagi, muncul pertanyaan tentang apa arti kata “semua.” Keempat, dalam surat-suratnya, Paulus seringkali menggunakan kata “semua”. Kata “semua” bisa dimengerti dala arti mutlak, numerik, distributive, artinya “semua” mencakup setiap orang yang ada. Kata “semua” juga bisa dimengerti dalam arti kolektif, artinya sebagian besar dari apa yang ada. Misal dalam Roma 5:12.18-19, Paulus menyatakan bahwa semua orang terkena dosa asal. Kata “semua” di sini pasti tidak termasuk Yesus, juga Adam dan Hawa sebelum kejatuhan dalam dosa. Pengertian “semua” dalam arti kolektif ini, juga digunakan dalam Rom 3:9-10, “Kita telah menuduh, baik orang Yahudi maupun orang Yunani, bahwa mereka semua ada di bawah kuasa dosa, seperti ada tertulis: ‘Tidak ada yang benar’,seorangpun tidak. Tidak ada seorangpun yang berakalbudi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah”. Sekali lagi kata “semua” di sini pasti tidak termasuk Yesus, Adam dan Hawa sebelum kejatuhan dalam dosa. “semua” di sini harus dimengerti dalam arti kolektif, bukan distributif. Gereja percaya bahwa Maria sebagai Hawa Baru, juga termasuk yang tidak terkena.

Kelima, kesucian Maria sampai akhir hidupnya ditunjukkan oleh Kej 3:15, “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya”. Kata permusuhan berarti tidak ada kompromi antara keduanya, atau bahwa ada pertentangan total antara keduanya. Seandainya Maria sudah jatuh ke dalam dosa, pasti permusuhan itu tidak total atau Maria sudah tunduk pada kekuasaan dosa. Demikian pula, sapaan Malaikat pada Maria “yang penuh rahmat” (Luk 1:28; Gratia Plena) menunjukkan bahwa dalam pribadi Maria tidak ada celah sedikitpun untuk dosa. Gelar “yang penuh rahmat” diberikan kepada Maria seolah menjadi gelar khusus Maria yang menunjuk pada kesucian Maria (Rm. Petrus Maria Handoko-dalam Majalah hidup).

5. Ekaristi bukan pengudusan berkali-kali melainkan mengenang Perjamuan Yesus. Di mana ia berkata perbuatlah ini sebagai peringatan akan aku (1 Kor. 11:23-27). [Dalam buku Karl Keating-Katolik dan Fundamentalis]

6. Umat Katolik tidak menyembah Ilahi lain

Dalam Kitab bdk. Kel. 20:4-5 dikatakan 'Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apa pun yang ada DI LANGIT di atas, atau yang ada DI BUMI di bawah, atau yang ada dalam air di bawah bumi. Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya...

Kemudian Tuhan menyuruh Musa membuat patung ular tembaga (Bil. 21:4-9) dan menyuruh Salomo membuat patung Malaikat (1 Raj. 7:1-51). Semua benda itu dipakai untuk sarana. Misalnya patung ular tembaga untuk menyembuhkan dari bisa ular tedung dan patung malaikat tuk sarana dalam ibadah.

Dalam Kel. 20:4-5 dikatakan jangan membuat patung yang menyerupai 'APA YANG ADA DI BUMI DAN DILANGIT'. Benarkah ULAR dan MALAIKAT tidak ada di bumi dan di langit/surga??. Jika memang ada lalu apa maksud Tuhan dalam Kel. 20:4-5?

Tuhan memaksudkan agar sarana atau patung atau patung malaikat jangan dijadikan tuhan. Apakah boleh dipakai sebagai sarana? Tentu saja sebagaimana Musa dan Salomo. Kami umat Katolik memakai patung sebagai sarana sebgaimana Musa dan Salomo. [Disadur oleh Silvester Detianus Gea]

Sekali Katolik, sampai akhir hayat tetap Katolik.

Mengapa Terjemahan Alkitab Perlu di Revisi?


"IN PERMANENT GENESIS" - PERLU DIREVISI TERUS?

Seringkali orang salah kaprah memahami perlunya revisi terhadap sebuah terjemahan Alkitab. Perlu ditegaskan bahwa terjemahan Alkitab perlu dilakukan revisi terus menerus, sehingga pesan Alkitab akan sampai kepada para penutur pada jamannya.

Untuk menghindari salah pengertian, bahwa yang direvisi bukanlah salinan naskah-naskah bahasa asli Alkitab. Autograph tidak pernah direvisi, yang direvisi hanyalah terjemahan Alkitabnya.

Setiap naskah terjemahan Alkitab, baik dalam bahasa Inggris maupun dalam bahasa lain-lain perlu dilakukan revisi-revisi. Demikian juga terjemahan Alkitab dalam bahasa Indonesia yang naskahnya diterjemahkan dan diterbitkan oleh Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) bekerjasama dengan Lembaga Biblika Indonesia (LBI). Terjemahan Alkitab tersebut dikenal dengan Alkitab Terjemahan Baru yang terbit tahun 1974.

Mengapa Alkitab Terjemahan Baru perlu direvisi?

Alasan pertama dikarenakan pada saat Alkitab ini diterjemahkan pada akhir tahun 1950-an ada beberapa kosakata yang masih asing dan sulit untuk diterjemahkan, sehingga sulit dipahami oleh penuturnya yang hidup pada dasawarsa setelah proses penerjemahan dilakukan. Kemajuan ilmu penerjemahan dan perkembangan studi biblika semakin menolong Tim Penerjemahan untuk menghasilkan naskah penerjemahan yang lebih akurat, sehingga akan membantu dalam memahami Alkitab seutuhnya.

Alasan kedua adalah karena bahasa itu senantiasa berubah dan berkembang. Bahasa apapun itu terus berubah, mengalami perubahan dan perkembangan. Contohnya kata “gerombolan”. Kata “Gerombolan” jaman dulu tidak punya konotasi buruk. Namun sekarang sering kali digunakan untuk menyebutkan suatu kelompok dalam konotasi yang jelek (untuk penjahat).

Untuk itu, versi-versi terjemahan Alkitab harus mengikuti kaidah dan kecocokan bahasa pada masanya (tekstual dan kontekstual). Karena perkembangan bahasa dan keterbatasan suatu bahasa, maka revisi terjemahan Alkitab harus terus dilakukan, sehingga terjemahan yang dihasilkan semakin akurat dengan arti yang sesungguhnya. Hal inilah yang menjadi tujuan dari diadakannya sebuah revisi terhadap terjemahan Alkitab. IGNORATIO SCRIPTURARUM IGNORATIO CHRISTI EST. (St Hieronimus)

Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)
NB:
"Sola scriptura - Hanya kitab suci"

Inilah salah satu dari "S3" khas Gereja Kristen non Katolik, selain "sola gratia & sola fide."
Pastinya, Gereja Katolik menganggap Kitab Suci sbg "T" (Tradisi besar) diantara banyak "t" (aneka tradisi kecil).

Nah, bicara soal kitab suci kerap tak lepas dari sosok St. Hieronimus yang terkenal dengan ungkapannya: "Tidak mengenal Kitab Suci berarti tidak mengenal Kristus".

Ya, dialah seorang Pujangga Gereja abad ke-4, yang sangat ahli dalam 3 bahasa klasik, Latin, Yunani & Ibrani. Maka, ia diberi kepercayaan oleh Paus Damasus untuk membuat terjemahan baru seluruh teks Kitab Suci ke dalam bahasa Latin.

Untuk menunaikan tugas itu, ia tinggal di Betlehem selama 30 tahun. Selama kurun waktu itu, ia berhasil membuat terjemahan baru Kitab Suci dalam Bahasa Latin (Vulgata) dimana KSPL diterjemahkannya dari bahasa Ibrani dan Aramik serta KSPB dari bahasa Yunani.

Secara sederhana, jelas bahwa lewat kitab suci yang bahkan sudah diterjemahkan ke dalam bahasa sehari-hari, kita semakin mengenalNya secara utuh, tidak hanya Yesus yang 100% ilahi tapi Yesus yang juga 100% insani, yang hidup di tengah komen & sentimen banyak orang termasuk penduduk Samaria yang menolakNya seperti tampak dalam bacaan hari ini.

Adapun lewat kitab suci-lah, Yesus yang ilahi sekaligus insani hadir secara penuh-utuh dan menyeluruh sebagai "PIL", al:

1. Pastor.
Ia menggembalakan kita dengan hidupNya, menjadi gembala baik yang menjaga kawanan dombaNya.

2. Inspirator.
Ia memberi inspirasi, mencerahkan kita dengan aneka warta kasihNya.

3. Liberator.
Ia membebaskan kita dengan karya2 kerahimanNya: yang kurang dilebihkan, yang sakit disembuhkan bahkan yang matipun dihidupkanNya.

Pastinya, semoga bersama dengan datangnya tahun baru dengan shio Kuda ini, kita juga bisa semakin menjadi "kuda"-nya Tuhan yang "KUat dan tak bernoDA", yang punya "kuda kuda" sehingga siap menjadi "PIL" setiap harinya lewat karya, ucapan dan doa2 kita.

"Tukang delman beli sendal-
Jadilah pelaku firman yang handal."

====

Dahulu, dalam rangka peringatan 15 abad kematiannya, Paus Benediktus XV mengeluarkan surat Ensiklik SPIRITUS PARACLITUS (15 September 1920) di mana dikemukakan berbagai keutamaan St. Hieronimus, sumbangsihnya kepada Gereja dan lain sebagainya.

Cintakasihnya kepada Allah dan Putera-Nya, Yesus Kristus, luar biasa intens. Siapa saja yang mengajarkan kesesatan bagi Hieronimus adalah musuh Allah dan kebenaran. Dalam situasi seperti itu, Hieronomus akan ‘menghantam’ para pengajar sesat dengan tulisan-tulisannya yang penuh kuasa dan kadang-kadang sarkastis itu.

Hieronimus sendiri atau dikenal sebagai Santo Jerome (sekitar 347 – 30 September, 420; Yunani: Ευσέβιος Σωφρόνιος Ιερόνυμος, Latin:Eusebius Sophronius Hieronymus) terkenal sebagai penerjemah Alkitab dari Bahasa Yunani dan Ibrani ke dalam Bahasa Latin.

Dia juga adalah seorang apologis Kristen. Alkitab edisi Hieronimus, yakni Vulgata, masih merupakan naskah Alkitab penting dalam Gereja Katolik Roma. Dia diakui oleh Vatikan sebagai salah seorang Doktor Gereja.

Dalam tradisi artistik Gereja Katolik Roma, biasanya dia, yang adalah pelindung pendidikan teologi, dilukiskan sebagai seorang Kardinal, bersebelahan dengan Uskup Agustinus dari Hippo, Uskup Agung Ambrosius, dan Paus Gregorius I.

Bahkan bilamana dia dilukiskan sebagai seorang pertapa uzur, dengan salib, tengkorak, dan Alkitab sebagai satu-satunya perabot dalam bilik pertapaannya, harus disertai pula topi merah atau sesuatu yang lain dalam lukisan tersebut untuk menunjukkan status kardinalnya .

Hieronimus lahir di Strido, perbatasan Pannonia dan Dalmatia, pada abad ke-4 sebagaimana tertulis dalam karyanya De Viris Illustribus Bab 135.

Hieronimus berbangsa Illyria, kedua orangtuanya beragama Kristen, namun dia baru dibaptis pada tahun 360, ketika pergi ke Roma bersama sahabatnya Bonosus untuk melanjutkan studi retorika dan filsafat di kota itu.

Di Roma dia belajar di bawah bimbingan Aelius Donatus, seorang yang sangat mahir dalam meng-kompilasi teknik-teknik bahasa yang disebut Donatus sebagai "grammatica." Hieronimus mempelajari pula Bahasa Yunani Koine, akan tetapi belum tersirat dalam benaknya untuk menekuni tulisan-tulisan Bapa-Bapa Gereja Yunani, atau pun tulisan-tulisan Kristiani lainnya.

Setelah beberapa tahun lamanya di Roma, dia melakukan perjalanan bersama Bonosus ke Gallia dan menetap di Trier "pada tepiansungai Rhine yang setengah-liar" tempat dia mempelajari teologi untuk pertama kalinya, dan tempat dia menyalin, bagi sahabatnya Rufinus, komentar Hilarus mengenai Kitab Mazmur dan traktat De synodis. Kemudian dia tinggal selama sekurang-kurangnya beberapa bulan, atau mungkin beberapa tahun, dengan Rufinus di Aquileia tempat dia menjalin persahabatan dengan banyak orang Kristen.

Beberapa sahabatnya itu menemaninya tatkala dia melakukan perjalanan sekitar tahun 373 melewati Trakea dan Asia Kecil menuju Syria Utara. Di Antiokhia, tempat dia menetap paling lama, dua dari rekan seperjalanannya meninggal dunia dan dia sendiri sakit parah lebih dari sekali.

Pada waktu terbaring sakit inilah (sekitar musim dingin tahun 373-374) dia mendapat suatu penglihatan yang menyuruhnya untuk mengesampingkan studi-studi duniawi dan membaktikan dirinya untuk perkara-perkara Illahi. Tampaknya saat itu dia sudah cukup lama abstain dari studi klasik dan bersungguh-sungguh mendalami studi Alkitab, berkat dorongan Apollinaris dari Laodicea yang mengajarinya sampai benar-benar mahir dalam Bahasa Yunani.

Karena hasratnya yang menggebu-gebu untuk hidup bermatiraga, selama beberapa waktu dia tinggal di Gurun Chalcis, arah Barat Daya dari kota Antiokhia, yang dikenal sebagai Thebaid Syria karena sebagian besar pertapa yang hidup di situ berasal dari Syria.

Selama itu tampaknya dia masih sempat meluangkan waktu untuk studi dan tulis-menulis. Untuk pertama kalinya dia mencoba mempelajari Bahasa Ibrani di bawah bimbingan seorang Yahudi yang sudah beralih ke agama Kristen; pada saat itu rupanya dia telah menjalin hubungan dengan orang-orang Yahudi yang beragama Kristen di Antiokhia, dan mungkin saja sejak itulah dia tertarik pada Injil Umat Ibrani, yang menurut kaum Yahudi Kristen tersebut adalah sumber dari Injil Matius yang kanonik.

Setelah kembali ke Antiokhia pada tahun 378 atau 379, dia ditahbiskan oleh Uskup Paulinus. Rupanya dia tidak berkeinginan untuk ditahbiskan, dan oleh karena itu ia mengajukan syarat agar diperbolehkan melanjutkan pola hidup bermatiraga setelah ditahbiskan.

Segera setelah itu dia berangkat ke Konstantinopel untuk melanjutkan studinya dalam bidang Kitab Suci di bawah bimbingan Santo Gregorius Nazianzus. Tampaknya dia menetap di kota itu selama dua tahun; tiga tahun berikutnya (382-385) dia di Roma lagi, berhubungan dekat dengan Paus Damasus dan para pemuka masyarakat Roma yang beragama Kristen.

Keberadaannya di Roma mula-mula karena diundang untuk menghadiri sinode tahun 382 yang digelar dengan tujuan mengakhiri skisma di Antiokhia, dirinya menjadi sangat penting di mata Sri Paus dan mendapat tempat terhormat dalam dewan penasehatnya.

Salah satu di antara berbagai tugas yang diembannya adalah melakukan revisi terhadap naskah Alkitab Latin berbasis Perjanjian Baru Yunani dan Perjanjian Lama Ibrani, dengan maksud menyudahi penyimpangan-penyimpangan yang terdapat dalam naskah-naskah Gereja Barat pada masa itu.

Sebelum adanya karya terjemahan Hieronimus, seluruh terjemahan Kitab Perjanjian Lama didasarkan atas Septuaginta. Meskipun ditentang oleh warga Kristen lainnya termasuk Agustinus sendiri, dia memilih untuk menggunakan Kitab Perjanjian Lama Ibrani, bukannya Septuaginta.

Penugasan untuk menerjemahkan Alkitab ke dalam Bahasa Latin menentukan rentang kegiatan kesarjanaannya selama bertahun-tahun, dan merupakan pencapaian terpenting yang berhasil diraihnya. Alkitab yang diterjemahkannya dari Bahasa Yunani ke dalam Bahasa Latin disebut Vulgata (vulgar) karena menggunakan bahasa sehari-hari, atau bahasa kasar (vulgar), yang dituturkan masyarakat pada masa itu.

Tak diragukan lagi dia menjadi sangat berpengaruh selama tiga tahun tersebut, bukan saja karena kadar keilmuannya yang luar biasa, melainkan juga karena karena pola hidup matiraga ketat dan realisasi cita-cita monastiknya.

Dia dikelilingi sekelompok wanita yang terpelajar dan berasal dari keluarga kaya, termasuk beberapa wanita dari keluarga bangsawan tertinggi, seperti dua orang janda Marcella dan Paula serta puteri-puteri mereka, Blaesilla dan Eustochium. Meningkatnya minat para wanita tersebut pada hidup membiara, dan kritik-kritik Hieronimus yang gencar terhadap kehidupan kaum klerus sekuler, membuatnya makin dijauhi oleh para klerus tersebut dan para pendukung mereka.

Segera setelah kematian pelindungnya, Sri Paus Damasus (10 Desember 384), Hieronimus dipaksa melepas jabatannya di Roma setelah kaum klerus Roma membentuk dewan inkuisisi untuk menyelidiki kecurigaan akan adanya hubungan yang tidak senonoh antara dirinya dengan si janda Paula.

Pada bulan Agustus 385, dia kembali ke Antiokhia bersama saudaranya Paulinianus dan beberapa sahabatnya, dan beberapa waktu kemudian disusul oleh Paula dan Eustochium, yang telah memutuskan untuk meninggalkan lingkungan bangsawan dan menghabiskan masa hidup mereka di Tanah Suci.

Pada musim dingin tahun 385 itu, Hieronimus menyertai perjalanan dan bertindak selaku penasehat spiritual mereka. Bersama Uskup Paulinus dari Antiokhia yang menggabungkan diri kemudian, para peziarah ini mengunjungi Yerusalem, Betlehem, dan tempat-tempat suci di Galilea, lalu kemudian berangkat ke Mesir, markas para pahlawan dari hidup bermatiraga.

Di Sekolah Katekese Aleksandria, Hieronimus mendengarkan seorang katekis tunanetra, Didymus Si Buta, mengulas tentang Nabi Hosea dan kenangannya tentang Santo Antonius Agung, yang telah wafat 30 tahun sebelumnya; dia tinggal sebentar selama beberapa waktu di Nitria, mengagumi kehidupan komunitas yang teratur dari banyaknya warga "kota Tuhan" itu, namun mendapati bahwa bahkan di tempat semacam itu sekalipun "bersembunyi ular-ular beludak" yakni pengaruh ajaran teologi Origenes.

Menjelang akhir musim panas tahun 388 dia kembali ke Palestina dan menetap hingga akhir hayatnya di sebuah bilik pertapaan dekat Betlehem, dikelilingi beberapa sahabat, pria maupun wanita (termasuk Paula dan Eustochium), sebagai imam pembimbing rohani dan guru bagi mereka.

Keperluan hidup sehari-hari dan koleksi buku Hieronimus yang terus bertambah disediakan berlimpah oleh Paula, hidupnya dibaktikan bagi produksi literatur. Pada masa 34 tahun terakhir dari kariernya ini muncullah karya-karyanya yang paling penting—Versi Perjanjian Lama hasil terjemahannya dari naskah asli, komentar-komentar terbaiknya mengenai Kitab Suci, katalog para penulis Kristen yang disusunnya, dan dialog melawan kaum Pelagian, yang kesempurnaan sastranya diakui bahkan oleh seorang lawan kontroversial sekalipun.

Dalam periode ini pula terbit sebagian besar polemiknya yang panas, yang membedakannya dari para Bapa Gereja yang ortodoks, termasuk khususnya traktat-traktat sehubungan dengan kontroversi ajaran Origenes menentang Uskup Yohanes II dari Yerusalem dan teman lamanya Rufinus.

Akibat dari tulisannya menentang Pelagianisme, sekelompok pendukung Pelagianisme yang marah menerobos ke dalam bangunan-bangunan biara, membakarnya, menyerang para penghuninya dan membunuh seorang diakon. Huru-hara yang pecah pada tahun 416 ini memaksa Hieronimus mengamankan diri di hutan sekitarnya.

Hieronimus meninggal dunia di dekat kota Betlehem pada tanggal 30 September 420. Tanggal kematiannya diperoleh dari kitab Chronicon karya Santo Prosper dari Aquitaine. Jenazahnya mula-mula dimakamkan di Betlehem, dan konon kemudian dipindahkan ke gereja Santa Maria Maggiore di Roma, meskipun berbagai tempat di Barat mengaku memiliki relikui Hieronimus—katedral di Nepi, Italia mengaku menyimpan kepalanya, yang menurut tradisi lain tersimpan di Biara Kerajaan Spanyol, San Lorenzo de El Escorial, Madrid.

Tak dapat disangkal lagi Hieronimus menempati peringkat yang sama dengan Bapa-Bapa Gereja Barat yang paling terpelajar. Dalam Gereja Katolik Roma, dia diakui sebagai santo pelindung para penerjemah, para pustakawan dan para ensiklopedis. Dia lebih unggul dari Bapa-Bapa Gereja Barat lainnya teristimewa dalam penguasaan Bahasa Ibrani yang dicapainya berkat belajar keras, dan yang dipertuturkannya dengan lancar.

Memang benar bahwa dia sungguh-sungguh menyadari keunggulannya, dan tidak sepenuhnya bebas dari godaan untuk kurang menghargai atau meremehkan saingan-saingannya dalam bidang sastra, khususnya Ambrosius.

Kata-kata mutiara:
Penyangkalan terhadap Kitab Suci adalah penyangkalan terhadap Kristus. (Prolog Hieronimus untuk “Komentar mengenai Kitab Yesaya”)

Baik, lebih baik, terbaik. Janganlah beristirahat, sampai yang baik darimu menjadi yang lebih baik, dan yang lebih baik darimu menjadi yang terbaik.”

“IGNORATIO SCRIPTURARUM IGNORATIO CHRISTI EST … “Tidak kenal Kitab Suci, tidak kenal Kristus!”

Sumber: Rm. Jost Kokoh Prihatanto