Teologi dan Filsafat




Seorang teman diskusi dari aliran Protestan menyerang. Ia mengutip ayat surat Rasul Paulus Kepada Umat di Kolose 2:8: Hati-hatilah, supaya jangan ada yang menawan kamu dengan filsafatnya yang kosong dan palsu menurut ajaran turun-temurun dan roh-roh dunia, tetapi tidak menurut Kristus.

Melalui ayat itu lawan diskusi hendak menuduh bahwa orang yang memakai filsafat mengikuti roh-roh dunia. OMG, saya rasa kurang micin. Saya rasa banyak hal mempunyai filosofinya sebelum dibuat, baik itu nyanyian, puisi, ayat-ayat Kitab Suci, pepatah dll. Teologi tanpa filsafat adalah upaya membina manusia fundamental yang sebagian ada dalam aliran kekristenan.

Pemikiran Filsuf sekaliber Aristo Teles, Plato, Socrates, dll bahkan sering digunakan dalam berbagai bidang kehidupan. Nah ayat di atas sebenarnya mempunyai konteks, bahwa pada masa Rasul Paulus ada paham-paham (filsafat) yang bertentangan dengan iman. Filsafat hendaknya bekerja sama dengan Teologi. Karena filsafat tanpa Teologi akan tersesat.


Salam
Silvester Detianus Gea, telah menyelesaikan S1 Teologi di Universitas Atma Jaya-Jakarta

Sejak Kapan Gereja disebut Gereja Katolik?








Istilah ‘katolik‘ merupakan istilah yang sudah ada sejak abad awal, yaitu sejak zaman Santo Polycarpus (murid Rasul Yohanes) untuk menggambarkan iman Kristiani, ((Disarikan dari New Catholic Encyclopedia, Buku ke-3 (The Catholic University of America, Washington, DC, copyright 1967, reprinted 1981), hal. 261)) bahkan pada jaman para rasul, sebagaimana dicatat dalam Kitab Suci. Kis 9:31 menuliskan asal mula kata Gereja Katolik (katholikos) yang berasal dari kata “Ekklesia Katha Holos“. Ayatnya berbunyi, “Selama beberapa waktu jemaat di seluruh Yudea, Galilea dan Samaria berada dalam keadaan damai. Jemaat itu dibangun dan hidup dalam takut akan Tuhan. Jumlahnya makin bertambah besar oleh pertolongan dan penghiburan Roh Kudus.” (Kis 9:31). Di sini kata “Katha holos atau katholikos; dalam bahasa Indonesia adalah jemaat/ umat Seluruh/ Universal atau Gereja Katolik, sehingga kalau ingin diterjemahkan secara konsisten, maka Kis 9:31, bunyinya adalah, “Selama beberapa waktu Gereja Katolik di Yudea, Galilea, dan Samaria berada dalam keadaan damai. Gereja itu dibangun dan hidup dalam takut akan Tuhan. Jumlahnya makin bertambah besar oleh pertolongan dan penghiburan Roh Kudus.”

Namun nama ‘Gereja Katolik’ baru resmi digunakan pada awal abad ke-2 (tahun 107), ketika Santo Ignatius dari Antiokhia menjelaskan dalam suratnya kepada jemaat di Smyrna 8, untuk menyatakan bahwa Gereja Katolik adalah Gereja satu-satunya yang didirikan Yesus Kristus, untuk membedakannya dari para heretik pada saat itu -yang juga mengaku sebagai jemaat Kristen- yang menolak bahwa Yesus adalah Allah yang sungguh-sungguh menjelma menjadi manusia. Ajaran sesat itu adalah heresi/ bidaah Docetisme dan Gnosticisme. Dengan surat tersebut, St. Ignatius mengajarkan tentang hirarki Gereja, imam, dan Ekaristi yang bertujuan untuk menunjukkan kesatuan Gereja dan kesetiaan Gereja kepada ajaran yang diajarkan oleh Kristus. Demikian penggalan kalimatnya, “…Di mana uskup berada, maka di sana pula umat berada, sama seperti di mana ada Yesus Kristus, maka di sana juga ada Gereja Katolik….” ((St. Ignatius of Antioch, Letter to the Smyrnaeans, 8)). Sejak saat itu Gereja Katolik memiliki arti yang kurang lebih sama dengan yang kita ketahui sekarang, bahwa Gereja Katolik adalah Gereja universal di bawah pimpinan para uskup yang mengajarkan doktrin yang lengkap, sesuai dengan yang diajarkan Kristus.

Kata ‘Katolik’ sendiri berasal dari bahasa Yunani, katholikos, yang artinya “keseluruhan/ universal“; atau “lengkap“. Jadi dalam hal ini kata katolik mempunyai dua arti, yaitu bahwa: 1) Gereja yang didirikan Yesus ini bukan hanya milik suku tertentu atau kelompok eksklusif yang terbatas; melainkan mencakup ‘keseluruhan‘ keluarga Tuhan yang ada di ‘seluruh dunia’, yang merangkul semua, dari setiap suku, bangsa, kaum dan bahasa (Why 7:9). 2) Kata ‘katolik’ juga berarti bahwa Gereja tidak dapat memilih-milih doktrin yang tertentu asal cocok sesuai dengan selera/ pendapat pribadi, tetapi harus doktrin yang setia kepada ‘seluruh‘ kebenaran. Rasul Paulus mengatakan bahwa hakekatnya seorang rasul adalah untuk menjadi pengajar yang ‘katolik’ artinya yang “meneruskan firman-Nya (Allah) dengan sepenuhnya…. tiap-tiap orang kami nasihati dan tiap-tiap orang kami ajari dalam segala hikmat, untuk memimpin tiap-tiap orang kepada kesempurnaan dalam Kristus.” (Kol 1:25, 28)

Maka, Gereja Kristus disebut sebagai katolik (= universal) sebab ia dikurniakan kepada segala bangsa, oleh karena Allah Bapa adalah Pencipta segala bangsa. Sebelum naik ke surga, Yesus memberikan amanat agung agar para rasulNya pergi ke seluruh dunia untuk menjadikan semua bangsa murid-muridNya (Mat 28: 19-20). Sepanjang sejarah Gereja Katolik menjalankan misi tersebut, yaitu menyebarkan Kabar Gembira pada semua bangsa, sebab Kristus menginginkan semua orang menjadi anggota keluarga-Nya yang universal (Gal 3:28). Kini Gereja Katolik ditemukan di semua negara di dunia dan masih terus mengirimkan para missionaris untuk mengabarkan Injil. Gereja Katolik yang beranggotakan bermacam bangsa dari berbagai budaya menggambarkan keluarga Kerajaan Allah yang tidak terbatas hanya pada negara atau suku bangsa yang tertentu.

Namun demikian, nama “Gereja Katolik” tidak untuk dipertentangkan dengan istilah “Kristen” yang juga sudah dikenal sejak zaman para rasul (lih. Kis 11:26). Sebab ‘Kristen’ artinya adalah pengikut/murid Kristus, maka istilah ‘Kristen’ mau menunjukkan bahwa umat yang menamakan diri Kristen menjadi murid Tuhan bukan karena sebab manusiawi belaka, tetapi karena mengikuti Kristus yang adalah Sang Mesias, Putera Allah yang hidup. Umat Katolik juga adalah umat Kristen, yang justru menghidupi makna ‘Kristen’ itu dengan sepenuhnya, sebab Gereja Katolik menerima dan meneruskan seluruh ajaran Kristus, sebagaimana yang diajarkan oleh Kristus dan para rasul, yang dilestarikan oleh para penerus mereka.

Sumber:http://www.katolisitas.org/sejak-kapan-gereja-disebut-gereja-katolik/

Kisah Santo Policarpus



St. Policarpus
Policarpus dilahirkan sekitar tahun 69 Masehi. Menurut Irenaeus, Policarpus adalah murid rasul Yohanes. Irenaeus sendiri adalah murid dari Policarpus. Policarpus bekerja sebagai uskup di jemaat Smirna. Asia Kecil pada pertengahan abad kedua. Ia dikenal sebagai orang yang memiliki iman yang teguh dan hidupnya sangat sederhana. Policarpus adalah seorang saksi mata dari tradisi pengajaran gereja yang masih berbentuk lisan. Policarpus dikenal sebagai seorang uskup yang sangat membela ajaran gereja yang ortodoks dan sangat membenci ajaran-ajaran sesat. Policarpus mengatakan kelompok Marcion adalah anak sulung iblis.
Sikap kerasnya terhadap aliran-aliran sesat nampak dalam suratnya kepada jemaat di Filipi, antara lain berbunyi:

“ Barangsiapa tidak mengakui bahwa Kristus telah datang dalam daging, maka ia adalah antikristus; dan barangsiapa tidak mengakui rahasia salib, maka ia adalah jahat dan ia yang berpegang pada firman Tuhan menurut keinginannya sendiri. Barangsiapa berkata bahwa tidak ada kebangkitan dan penghakiman, maka ia adalah anak sulung iblis “.

Ia sendiri melarang jemaatnya untuk memberi salam kepada para penyesat.Pada tahun 154 Policarpus pergi ke Roma untuk menyelesaikan pertikaian tentang perayaan Paskah, dengan jemaat Roma. Policarpus diterima dengan hormat oleh Anicetus, uskup Roma. Polikarpus memperoleh persetujuan dari Anicetus bahwa jemaat-jemaat di Asia Kecil boleh meneruskan kebiasaan mereka dalam merayakan Paskah pada 14 Bulan Nisan.

Tidak lama sesudah kembalinya dari Roma, Polikarpus ditangkap dan digiring ke Roma. Ia diminta oleh kaisar untuk menyangkal Kristus serta mengutuk Kristus, namun Polikarpus tidak mau. Sampai tiga kali kaisar bertanya kepadanya apakah ia mau mengutuk Kristus agar sang uskup dilepaskan dari hukuman mati.

Namun dengan tegas dan teguh imannya kepada Kristus, Polikarpus menjawab kaisar dengan berkata: “Aku telah melayani Kristusku 86 tahun lamanya, namun belum pernah sekalipun Ia berbuat jahat kepadaku. Bagaimana aku dapat mengutuk Kristusku, juruselamatku?” kemudian Polikarpus dibakar dan sisa-sisa tubuhnya dibawa orang dan dikuburkan di Smirna.
Disadur dari berbagai sumber oleh Silvester Detianus Gea.