(Foto/DOKPRI). |
Oleh:
Silvester Detianus Gea*
Wabah Corona Virus
Disease (Covid 19) yang melanda dunia saat ini menimbulkan berbagai masalah.
Tidak hanya berkaitan dengan ekonomi, sosial, politik, melainkan berkaitan
dengan ideologi, terutama ideologi agama. Pada konteks ini berkaitan dengan
pandangan orang-orang yang ‘mengaku’ beriman kepada Tuhan. Terlebih sejak
pemerintah mengeluarkan larangan untuk membuat kerumunan atau
pertemuan-pertemuan yang memungkinkan adanya kontak fisik. Seperti kita ketahui,
pemerintah juga menghimbau agar tempat-tempat ibadah untuk sementara
melaksanakan ibadah online.
Banyak orang mulai
berdalih, dan mencoba mencari pembenaran untuk ‘melawan’ aturan yang dibuat
oleh pemerintah. Mereka mencomot dan mengutip berbagai ayat untuk mendukung
pendapat mereka bahwa satu-satunya yang harus ditakuti adalah Tuhan. Oleh sebab
itu, mereka mengajak jemaat mereka agar tetap melaksanakan ibadah di gereja.
Bahkan mereka membuat pernyataan bahwa ketika umat takut untuk mengadakan
ibadah di gereja, sesungguhnya telah menduakan Tuhan. Namun, seiring
berjalannya waktu, penganut paham ‘fideisme’ (iman saja cukup) ini mulai
menghilang. Menghilang dalam arti, mereka mulai patuh kepada aturan pemerintah.
Meskipun sebagian dari mereka tetap membuat dan menyebarkan pernyataan yang
sama di berbagai sosial media.
Terkait dengan paham
‘fideisme’ tersebut, salah seorang tokoh agama menyampaikan tantangan kepada
penganut paham fideisme agar mereka turun langsung untuk melaksanakan Kebaktian
Kebangunan Rohani (KKR) penyembuhan di rumah-rumah dan di rumah sakit. Hingga
saat ini, tantangan tersebut belum dijawab oleh penganut paham fideisme.
Malahan mereka lebih banyak membuat tulisan-tulisan di media sosial daripada
bertindak dan turun langsung. Penganut paham fideisme disatu sisi benar, namun
disisi lain mereka kurang bijak, dan tidak memakai akal budi. Pandangan mereka
benar, bahwa kita wajib takut hanya kepada Tuhan. Namun, mereka disisi lain
tidak menggunakan akal budi yang telah diberikan oleh Tuhan. Ibarat didepan
mereka ada jurang yang sangat dalam, namun mereka tetap berjalan karena mereka
yakin Tuhan menyelamatkan. Sementara jika mereka memakai akal budi, mereka tahu
bahwa Tuhan tidak mungkin menegur seketika supaya tidak jatuh ke dalam jurang
itu. Tentulah Tuhan bisa saja memakai orang lain untuk menegur agar kita tidak
jatuh ke dalam jurang.
Meskipun ada sekelompok
orang menganut paham fideisme, ada pula yang menganut paham fideisme dan akal
budi. Penganut fideisme dan akal budi sesungguhnya lebih bertindak bijak dalam
hal ini. Mereka memandang suara pemerintah sebagai ‘suara Tuhan’. Tidak heran
paham tersebut terkandung dalam Kitab Suci, dimana umat beriman diajak untuk
menghormati lembaga pemerintahan. Bisa jadi, penganut fideisme sekaligus akal budi
setidaknya pernah membaca gagasan St. Thomas Aquinas seorang imam dari ordo
dominikan. Menurut St. Thomas Aquinas iman dan akal budi mesti berasal dari
wahyu Allah. Oleh sebab itu, iman harus dibangun di atas akal budi sehingga
sempurna. Iman dapat menjelaskan apa yang terbatas secara akal budi, sementara
akal budi menjelaskan apa yang diketahui secara inderawi.
Dengan demikian, umat
beriman sebaiknya memiliki paham fideisme tanpa membuang akal budi. Sebab
keduanya saling melengkapi. Seandinya saja, paham fideisme itu tanpa akal budi,
maka seseorang itu dapat beriman secara membabi-buta. Artinya, akal budi
dibuang secara total demi menegaskan bahwa fideisme satu-satunya yang harus
dipegang. Akal budi dan iman bekerja sama untuk memahami apa yang tersembunyi
di balik setiap peristiwa kehidupan manusia. Oleh sebab itu, akal budi dan iman
adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan sehingga mampu menelusuri lebih jauh
keagungan dan kebesaran Tuhan di balik setiap peristiwa.
*Penulis
adalah Wartawan FloresNews.net, ZIARAHNEWS.COM, dan KOMODOPOS.COM, Pernah menulis buku bersama
Bernadus Barat Daya berjudul “MENGENAL TOKOH KATOLIK INDONESIA: Dari Pejuang
Kemerdekaan, Pahlawan Nasional Hingga Pejabat Negara” (2017), Menulis buku
berjudul "MENGENAL BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL SUKU NIAS" (2018).
Kontributor website Media Dialogika Indonesia (Madilog.id), kontributor website
Societasnews.id, Author JalaPress.com, dan mengajar di salah satu sekolah
(2019-sekarang). Penulis dapat dihubungi melalui email: detianus.634@gmail.com
atau melalui Facebook: Silvester Detianus Gea. Akun Kompasiana:
https://www.kompasiana.com/silvesterdetianusgea8289.
1 comments:
I'm experiencing a new short difficulty When i cant appear to be competent to join the feed, I'm using search engines readers.
Hanging and wiving go by destiny.
Thought I would comment and say neat theme, did you make it yourself? Its really really good!
olansi luftreiniger
EmoticonEmoticon