Showing posts with label Jejak Sejarah. Show all posts
Showing posts with label Jejak Sejarah. Show all posts

RESENSI BUKU: “Mengenal Tokoh Katolik Indonesia: Dari Pejuang Kemerdekaan, Pahlawan Nasional, Hingga Pejabat Negara”

RESENSI BUKU: “Mengenal Tokoh Katolik Indonesia: Dari Pejuang Kemerdekaan, Pahlawan Nasional, Hingga Pejabat Negara” (Foto/cahayakristus7)
Dalam catatan sejarah perjuangan bangsa, banyak tokoh yang (beragama Katolik) terlibat aktif dalam memperjuangkan lahirnya negara bangsa Indonesia. Tokoh-tokoh Katolik yang terlibat itu, tersebar di berbagai wilayah nusantara seperti, di Pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, Timor, Flores, dan sebagaianya. Sebagian dari mereka telah “diakui” oleh Negara dengan memberikan gelar tanda ‘Pahlawan’, tetapi sebagian besar lainnya belum dan bahkan telah dilupakan.
Setelah RI merdeka, ada pula tokoh-tokoh Katolik yang dipercayakan mengurus Negara dalam Kabinet. Baik pada zaman presiden Soekarno, Soeharto, Abdurahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, Susilo B Yudoyono hingga Joko Widodo. Total jumlah posisi menteri babinet dari era Soekarno hingga era Joko Widodo dalam kurun waktu 72 tahun (1945-2017) berjumlah 1.434 posisi jabatan di kabinet. Dari jumlah tersebut, ada 58 posisi jabatan yang diduduki oleh tokoh Katolik. Ke-58 posisi jabatan itu ditempati (dijabat) oleh 25 orang (1,82%) tokoh Katolik. Dengan rincian; zaman Soekarno (10 orang), zaman Soeharto (6 orang), zaman Habibie (nol), zaman Abdurahman Wahid (1 orang), zaman Megawati Soekarnoputri (2 orang), zaman Susilo B Yudoyono (3 orang) dan zaman Joko Widodo (3 orang).
Kami sengaja membuat buku ini dengan banyak pertimbangan, diantaranya; bahwa kenyataan hingga saat ini, belum ada buku khusus yang menghimpun profil para tokoh Katolik dalam satu buku. Kalaupun ada sejumlah buku biografi dan otobiografi para tokoh yang pernah ditulis sebelumnya, namun buku-buku tersebut memuat secara detail tentang satu tokoh saja dan bukan merupakan kumpulan (antologi) riwayat dari banyak tokoh dalam satu buku.
Buku dengan judul “MENGENAL TOKOH KATOLIK INDONESIA: Dari Pejuang Kemerdekaan, Pahlawan Nasional, Hingga Pejabat Negara” yang kami tulis ini, merupakan analékta atau semacam bunga-rampai beberapa profil dari sejumlah tokoh tsb, baik para tokoh yang berjasa dalam perjuangan kemerdekaan, maupun para tokoh yang pernah duduk sebagai pejabat negara dalam pemerintahan RI.
Saripati yang menjadi latar penulisan buku ini ialah untuk memperkenalkan riwayat hidup singkat dan rekam jejak dari para tokoh tsb, kepada masyarakat publik secara lebih luas. Selain itu, buku ini juga dapat dijadikan referensi bagi siapa saja untuk mengenal lebih jelas tentang peran dan kedudukan para tokoh tersebut pada zamannya masing-masing. Dalam buku ini mengulas juga rekam jejak para tokoh seperti; Mgr. Albertus Magnus Soegijapranata, Marsekal Muda (Anumerta), Agustinus Adisucipto, Wage Rudolf Soepratman, Marsekal Pertama TNI (Anumerta) Tjilik Riwut, Laksamana Muda (Anumerta), Yosaphat Sudarso, Robert Wolter Monginsidi, Ignasius Slamet Riyadi, Karel Sadsuitubun, Franciscus Georgius Josephus Van Lith, SJ.
Selain itu, beberapa tokoh yang pernah menjabat sebagai menteri kabinet RI mulai dari era Soekarno (1945-1967), seperti; F.X. Soeprijadi, Mr. Ignasius Joseph Kasimo Hendrowahyono, Ir. M.J. Suwarto, F. S. Haryadi, Prof. Mr. A. Suhardi, A. B. de Rozari, Drs. Franciscus Xaverius Seda, Prof. Dr. Ir. Kanjeng Pangeran Haryo P.K. Haryasudirja, Prof. Dr. Mr. Munajadjat Danusaputro dan Mr. Oei Tjoe Tat, SH. Era Soeharto (12 Maret 1967-21 Mei 1998), seperti; Drs. Franciscus Xaverius Seda, Dr. Cosmas Batubara, Prof. Dr. BS. Mulyana, Jenderal TNI (Pur) Leonardus Benyamin Moerdani, Prof. Dr. Johannes Baptista Sumarlin dan Prof. Dr. J. Soedrajad Djiwandono. Dilanjutkan dengan pd era Reformasi seperti; Dr. Alexander Sonny Keraf, Yakob Nuwa Wea, Dr. Ir. Purnomo Yusgiantoro, M.A., M.Sc, Dr. Mari Elka Pangestu, Dr. Nafsiah Mboi, SpA, MPH, Ignasius Djonan, Franciscus M Agustinus Sibarani, dan Dr. Thomas Trikasih Lembong. Selain para tokoh itu, juga diperkenalkan beberapa organisasi (Parpol dan Ormas) yang berbasis Katolik seperti; Partai Katolik, PMKRI, Pemuda Katolik, WKRI dan ISKA.
Buku ini digarap oleh Bernadus Barat Daya & Silvester Detianus Gea dengan tim editor: Ign. Kikin P Tarigan & Cheluz Pahun. Sambutan pengantar, ditulis oleh Dirjen Bimas Katolik RI. Sedangkan Kata Pengantar dibuat oleh Dr. J. Kristiadi (Direktur CSIS). Prolog dan Epilognya ditulis oleh Sekretaris Eksekutif Komisi HAK-KWI dan Ketua PP-PMKRI. Diterbitkan oleh Penerbit:YAKOMINDO Copyright©2017, dengan ISBN dari Perpustakaan Nasional RI Nomor: 978-602-60620-1-7. Jumlah halaman: 362 (15 x 23 cm).
Apa yang ditulis dalam buku ini, memang bukanlah sebuah rekam jejak lengkap dan sempurna dari para tokoh, tetapi penggalan penting yang layak diketahui pembaca. Dengan menerbitkan buku ini, rujukan publik atas diri masing-masing tokoh akan melengkapi khazanah perbendaharaan sumber-sumber data tentang para tokoh bersangkutan. Upaya ‘menuliskan’ sejarah pada umumnya atau profil pelaku sejarah itu pada khusunya, bukan saja sekadar untuk mendokumentasikannya, tetapi lebih dari itu sebagai salah satu cara ‘pelurusan’ dari upaya orang-orang tertentu yang entah sengaja atau tidak, telah menulisnya secara salah dan serampangan terhadap fakta atau pun identitas pelaku sejarah itu.
Menimba dan mempelajari contoh hidup dan kearifan tokoh masa silam, juga sama dengan kita belajar untuk mempersiapkan diri dalam kiprah kehidupan berbangsa di masa datang. Terutama bagaimana meneruskan gelora semangat Katolik 100% dan Indonesia 100%.
“Pro Ecclesia Et Patria”




Sekilas Sejarah HUT TNI


Sekilas Sejarah HUT TNI (Foto/ Istimewa)

Cahayakristus7.blogspot.com- Jakarta - Pada hari ini Tentara Nasional Indonesia merayakan hari ulang tahun. Tentu sejarah HUT TNI mempunyai sejarah panjang yang tak sedikit orang tidak tahu. Sebelum kemerdekaan banyak komponen termasuk dari satuan militer, yang ikut berjuang untuk melawan penjajah. Pada masa itu ada Koninklijke Nederlands (ch)-Indische Leger (KNIL) dan Pembela Tanah Air (PETA). Kedua satuan ini didirikan pada waktu yang berbeda dan dengan visi misi yang berbeda pula. KNIL adalah tentara kerajaan Hindia Belanda yang dibentuk pada masa perang Diponegoro. Sementara itu, PETA dibentuk pada masa pemerintahan Jepang pada tahun 1943, untuk melawan tentara sekutu. Tentara Peta yang cukup terkenal adalah Fransiskus Xaverius Soeprijadi atau dikenal dengan Soeprijadi (EYD: Supriyadi).[1] Pada 14 Februari 1945, Shodanco Supriyadi memimpin pemberontakan terhadap tentara Jepang di Blitar.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, maka Pemerintah membentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR) pada 23 Agustus 1945. Secara bertahap dibentuk BKR Laut, Udara, dan Darat. Pada waktu itu Jenderal Oerip Soemohardjo menjadi pemimpin komandan militer. Kala itu BKR memiliki kepengurusan di pusat dan beberapa daerah. Akan tetapi sebagian daerah menolak pembentukan BKR dan memilih membentuk lembaga serupa, sehingga terkesan tidak ada persatuan. Maka pada 5 Oktober 1945, pemerintah mengeluarkan Maklumat agar BKR diubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat yang di dalamnya termasuk mantan anggota PETA.
Pada 14 Oktober 1945 secara resmi, Oerip ditugaskan sebagai Kepala Staff dan Panglima sementara. Pada tanggal 20 Oktober 1945, sesuai dengan keputusan pemerintah, maka Oerip Soemohardjo menjadi bawahan dari Menteri Pertahanan, Soeljoadikoesoemo dan Panglima Angkatan Perang Fransiskus Xaverius Soeprijadi atau lebih dikenal dengan nama Shodancho Soeprijadi.[2] Pada tanggal 12 November 1945 diadakan pertemuan untuk memilih Divisi V Purwokerto. Jenderal Soedirman terpilih sebagai panglima angkatan Perang setelah melalui dua tahap pemungutan suara.[3] Jenderal Soedirman mempunyai pengalaman dua tahun sebagai militer. Pada waktu pemungutan suara tahap ketiga, Oerip meraih 21 suara, sementara Soedirman lebih unggul dengan 22 suara. Komandan divisi Sumatera sepakat untuk memilih Soedirman.[4] Menurut Sadirman dalam bukunya yang berjudul Guru Bangsa: Sebuah Biografi Jenderal Sudirman, Oerip tidak terpilih karena ada beberapa komandan divisi mencurigai riwayat hidup dan sumpah yang pernah diucapkan ketika ia lulus dari KNIL.[5].
 Soedirman terkejut mendengar bahwa ia terpilih, sehingga ia berniat mengundurkan diri. Ia merasa tidak pantas mengemban tugas tersebut, dan lebih setuju jika Oerip yang mengemban jabatan sebagai panglima angkatan perang. Namun peserta pertemuan tidak setuju jika Soedirman mengundurkan diri. Oerip menerima keputusan yang telah diputuskan dan merasa senang atas terpilihnya Soedirman. Meskipun demikian Soedirman tetap mempertahankan Oerip, dan mengangkatnya sebagai kepala staff dengan pangkat Letnan Jenderal.[6] Namun Oerip secara de jure tetap menjadi pemimpin, sebelum pemerintah melantik Soedirman sebagai pangliman besar. Salim Said dalam bukunya yang berjudul Genesis of Power: General Sudirman and the Indonesian Military in Politics mengatakan bahwa perintah Oerip sulit dipahami karena kemampuannya berbahasa Indonesia cukup buruk, sehingga perintahnya sering ditolak kecuali melalui persetujuan Soedirman.[7]
Soedirman dikukuhkan sebagai panglima besar TKR pada tanggal 18 Desember. Pada awal kepemimpinannya, ia berupaya mengonsolidasikan dan mempersatukan angkatan perang. Oerip diberikan tugas menangani masalah-masalah teknis dan organisasi.[8] Oerip memberlakukan pemakaian saragam tentara, yang dilimpahkan penanganannya kepada komandan daerah. Ia mengeluarkan perintah yang berlaku secara nasional bagi masalah-masalah penting. Salah satunya, adalah perintah agar membentuk politis militer dan mencegah pasukan penerjun payung musuh mendarat.[9] Soedirman dan Oerip berhasil mengatasi kesalahpahaman antara mantan tentara PETA dan KNIL. Kemudian pada tahun 1946 pemerintah menggganti nama angkatan perang, dari Tentara Keselamatan Rakyat (TKR) hingga Tentara Republik Indonesia (TRI).

Kemudian Presiden Sukarno mengubah TRI menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada 3 Juni 1947. Meskipun nama TNI baru diberikan pada 3 Juni 1947, namun HUT selalu diperingati pada 5 Oktober sesuai dengan tanggal dikeluarkannya Maklumat.



Sumber:
  • Baskara T. Wardaya, SJ. Mencari Supriyadi: Kesaksian Pembantu Utama Bung Karno. 2008. Yogyakarta: Galang Press.
  • Bernadus Barat Daya dan Silvester Detianus Gea. 2017. Mengenal Tokoh Katolik Indonesia: Dari Pejuang Kemerdekaan, Pahlawan Nasional Hingga Pejabat Negara. Labuan Bajo: Yayasan Komodo Indonesia. hlm. 142. ISBN 978-602-60620-1-7
  • Sardiman, Guru Bangsa: Sebuah Biografi Jenderal Sudirman. (Yogyakarta: Ombak, 2008), hlm. 132.Salim Said, Genesis of Power: General Sudirman and the Indonesian Military in Politics, 1945–49. (Singapore: Institute of Southeast Asian Studies, 1991), hlm. 31.
  • A. H. Nasution, Mohamad Roem, Mochtar Lubis, Kustiniyati Mochtar, ed. Takhta untuk Rakyat: Celah-celah Kehidupan Sultan Hamengku Buwono IX (Revised ed.) (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2011), hlm. 196.
  • Amrin Imran, Urip Sumohardjo (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1983), hlm. 74–79.
  • Salim Said, Genesis of Power: General Sudirman and the Indonesian Military in Politics, 1945–49. (Singapore: Institute of Southeast Asian Studies, 1991), hlm. 50.

[2] Ibid, hlm. 142.
[3] Salim Said, Genesis of Power: General Sudirman and the Indonesian Military in Politics, 1945–49. (Singapore: Institute of Southeast Asian Studies, 1991), hlm. 31.
[4] A. H. Nasution, Mohamad Roem, Mochtar Lubis, Kustiniyati Mochtar, ed. Takhta untuk Rakyat: Celah-celah Kehidupan Sultan Hamengku Buwono IX (Revised ed.) (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2011), hlm. 196.
[5] Sardiman, Guru Bangsa: Sebuah Biografi Jenderal Sudirman. (Yogyakarta: Ombak, 2008), hlm. 132.
[6] Ibid, hlm. 133.
[8] Salim Said, Genesis of Power: General Sudirman and the Indonesian Military in Politics, 1945–49. (Singapore: Institute of Southeast Asian Studies, 1991), hlm. 50.
[9] Sardiman, Guru Bangsa: Sebuah Biografi Jenderal Sudirman. (Yogyakarta: Ombak, 2008), hlm. 133

Bukti Kekatolikan W.R. Soepratm









SMK KATOLIK W. R. SOEPRATMAN 020 SAMARINDA

Sekolah Katolik di Mahakam Ulu berdiri pada bulan Juli tahun 1911 di Kampung Laham hasil kerjasama para misionaris dengan kepala kampung Laham dan Long Hubung. Pada tahun 1926 didirikan sekolah Katolik di Tering dan Long Pahangai. Selanjutnya pada tahun 1938 berdiri sekolah Katolik di Mamahak Besar, Barong Tongkoq, Juaq Asa dan Melapeh. Semua sekolah yang berdiri  setingkat sekolah rakyat, yang ditempuh selama 4 tahun.

Pada tahun 1933 di Tering berdiri sekolah rakyat, yang ditempuh selama 6 tahun yang berasrama. Kemudian SMA Katolik di Samarinda berdiri tahun 1963. Kemudian berdiri  SDK, SMPK, TK dan SPGK. Periode pendirian sekolah-sekolah katolik di Samarinda tersebut terjadi selama kurun waktu 1960-1970.

Tepatnya SMA Katolik mulai beroperasi pada  1 Agustus 1963. Seluruhan sekolah katolik di wilayah Keuskupan Samarinda di kelola oleh Yayasan Pendidikan "Pembangun Rakyat" yang berdomisili di Samarinda.

Lembaga pendidikan SMA ini dikukuhkan kembali dengan di keluarkan SK. No. 1445/A-2/1979 tertanggal 30 Agustus 1979. Perkembangan status sekolah dimulai dari tingkat terdaftar, berbantuan, diakui dan terakhir disamakan.

Berikut Urutan Kepala Sekolah ( nama dan tahun menjabatnya) :

1. Pastor Lucky, MSF tahun 1963 – 1964.

2. Pastor Hendrowarsito, MSF tahun 1964 – 1965.

3. B. Maryanto, BA tahun 1965 – 1966 (s/d. pertengahan tahun ajaran).

4. Y. Soekarno, BA tahun 1965 – 1966 (s/d. akhir tahun ajaran).

5. Al. Nereng, BA tahun 1966 – 1969.

6. P. Lasdi Harsosusanto, BA tahun 1969 – 1973.

7. Y. Sumarman, BA tahun 1974 – 1977.

8. D. Jenau Abeh, BA tahun 1978 – 1984.

9. Drs. Yully Redzie tahun 1984 – 1990.

10. Drs. P. Lasdi Harsosusanto tahun 1991 – 2002.

11. Dra. Agnes Husun tahun 2002 – 2010.

12. Rita Tipung Uvat, S.Pd tahun 2010.

Disunting dengan seperlunya oleh Silvester Detianus Gea

Sumber: http://www.smaksoepratman.sch.id/html/profil.php?id=profil&kode=12&profil=Sejarah%20Singkat