Showing posts with label Katekese. Show all posts
Showing posts with label Katekese. Show all posts

Mengenal Nama dan Fungsi Perlengkapan Misa


Mengenal Nama dan Fungsi Perlengkapan Misa
(Foto/ANSA)

Perlengkapan Misa dalam Gereja Katolik cukup banyak. Banyak orang yang mengetahui perlengkapan itu, namun tidak semua perlengkapan Misa diketahui fungsi dan namanya. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini tim JalaPress.com akan memberikan penjelasan singkat tentang perlengkapan Misa.

Navikula

Navikula merupakan sebuah bejana yang digunakan sebagai wadah serbuk dupa.
Aspergilum
Aspergilum berasal dari bahasa Latin Aspergere yang berarti memerciki. Aspergilum berbentuk tongkat pendek yang pada bagian ujungnya mengembung dengan lubang-lubang kecil atau berbentuk serabut. Aspergilum biasanya digunakan dalam perayaan pemberkatan atau pembaharuan janji baptis.  
Sacramentarium

Sacramentarium merupakan buku panduan Misa yang digunakan oleh para imam. Buku tersebut berisi doa-doa dan tata perayaan Ekaristi.

Piala (Calix/Cawan)

Piala atau cawan adalah tempat yang digunakan untuk anggur sebelum dikonsekrasi atau setelah dikonsekrasi. Biasanya dibuat dari logam mulia, atau logam yang disepuh dengan emas.

Purifikatiroum (Purificatorium)

Purifikatorium berasal dari bahasa Latin Purificatorium adalah sehelai kain lenan berwarna putih berbentuk segi empat. Purificatorium berfungsi untuk membersihkan piala, sibori, dan patena. Biasanya setelah digunakan kain lenan ini dilipat menjadi tiga bagian dan diletakkan di atas piala membentuk kain yang memanjang.

Patena

Patena dapat diartikan sebagai ‘Piring’. Bentuknya bundar, pipih, ada yang datar atau sedikit melengkung. Patena digunakan sebagai tempat hosti yang akan dikonsekrasi. Biasanya patena diletakkan di atas purifikatorium. Patena terbuat dari dari emas atau logam yang disepuh dengan emas.

Palla

Palla Corporalis dapat diartikan kain untuk menutupi Tubuh Kristus. Palla merupakan kain lenan berwarna putih. Palla biasanya keras dan kaku berbentuk persegi. Palla digunakan untuk menutup piala yang diletakkan di atas patena.

Corporal/Corporale

Corporale merupakan kain lenan berwarna putih berbentuk segi empat, di tengahnya terdapat gambar salib. Corporale berfungsi sebagai alas untuk bejana suci roti dan anggur. Biasanya corporale diletakkan di atas palla.

Monstrans

Monstrans berasal dari bahasa latin monstrare, artinya memperlihatkan, menunjukkan, mempertontonkan. Monstrans biasanya digunakan sebagai tempat pentahtaan Sakramen Mahakudus.

Ampul

Ampul merupakan dua bejana yang terbuat dari kaca atau logam, bentuknya seperti gelas atau tabung kecil dan terdapat tutup di atasnya. Ampul berfungsi sebagai tempat anggur dan air sebelum dituangkan ke dalam piala.

Lavabo

Lavabo berasal dari bahasa latin ‘Lavare’ artinya membasuh. Lavabo berbentuk bejana dan memiliki alas seperti mangkuk. Lavabo berfungsi sebagai tempat air untuk membasuh tangan imam. Biasanya dilengkapi dengan kain putih untuk mengeringkan tangan.

Turibulum

Turibulum biasanya lebih akrab disebut wiruk atau dupa. Dupa atau Wiruk berasal dari bahasa Latin ‘Thuris’ yang artinya dupa. Turibulum digunakan sebagai tempat dibakarnya dupa, sehingga sering diisi dengan arang atau bara api sebelum dituangkan serbuk.

Sibori

Sibori berasal dari bahasa Latin ‘Cyborium’ artinya piala logam. Sibori mempunyai bentuk seperti piala, namun memiliki tutup pada bagian atasnya yang terbuat dari logam mulia, atau logam yang disepuh emas. Sibori digunakan sebagai tempat hosti yang dibagikan kepada umat.

Piksis

Piksis berasal dari bahasa Latin ‘Piyx’ yang berarti kotak atau wadah. Piksis memiliki bentuk bundar kecil dan engsel penutup. Piksi berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan Sakramen Mahakudus.
Demikianlah penjelasan tentang nama perlengkapan misa dan fungsi dari setiap perlengkapan tersebut. Semoga bermanfaat.

Penulis: Silvester Detianus Gea


Selibat dan Menikah Ajaran Yesus





Selibat dan Menikah Ajaran Yesus

Serangan-serangan kaum Fundamentalis pada hidup selibat dapat dilihat dalam berbagai bentuk -- tidak semuanya selaras satu dengan yang lainnya. Hampir semua yang disampaikan penuh dengan berbagai kesimpangsiuran.

Kekeliruan pertama dan paling mendasar adalah mereka mengira bahwa selibat merupakan dogma atau doktrin -- bagian dari iman yang sentral dan tidak dapat diubah, yang dipercayai oleh umat Katolik berasal dari Yesus dan para rasul. Dengan itu sebagian kaum Fundamentalis begitu memperhatikan referensi dari Alkitab terhadap ibu-mertua Petrus (Markus 1:30), nampaknya beranggapan bahwa, bila Katolik tahu bahwa Petrus menikah, maka mereka tidak dapat menganggap dia sebagai Paus pertama. Sekali lagi, lini waktu yang dimaksud oleh kaum Fundamentalis akan "ciptaan-ciptaan Katolik" (sebuah bentuk tulisan populer) menetapkan "keharusan selibat imamat" kepada tahun ini atau itu di dalam sejarah Gereja, mengandaikan bahwa sebelum keharusan ini Gereja bukanlah Katolik.

Kaum Fundamentalis ini seringkali terkejut bila mengetahui bahwa selibat bukanlah aturan kepada semua imam Katolik. Faktanya, untuk Katolik Ritus Timur, imam yang menikah adalah hal umum, sama layaknya dengan Kristen Ortodoks dan Oriental.

Bahkan di dalam gereja-gereja Timur, sesungguhnya, selalu ada beberapa pembatasan-pembatasan akan pernikahan dan pentahbisan. Sekalipun pria yang sudah menikah bisa menjadi imam, imam yang tidak menikah tidak boleh menikah, dan imam yang sudah menikah, bila menjadi duda, tidak boleh menikah lagi. Terlebih lagi, ada disiplin Timur kuno yang memilih para uskup dari para biarawan yang selibat, jadi semua uskup-uskup mereka tidak menikah.

Tradisi dalam Gereja Barat atau Ritus Latin adalah bagi imam-imam dan para uskup untuk mengambil kaul selibat, sebuah aturan yang sudah dikukuhkan sejak awal abad pertengahan. Akan tetapi, ada beberapa pengecualian. Sebagai contoh, ada imam-imam Ritus Latin yang menikah yang adalah mereka yang pindah dari Lutheranisme dan Epikospalisme.

Beberapa variasi-variasi dan pengecualian-pengecualian ini mengindikasikan, bahwa selibat bukanlah dogma yang tidak dapat diubah tetapi hanyalah sebuah aturan (disiplin). Fakta bahwa Petrus menikah tidak bertentangan dengan iman Katolik, karena pastor dari Gereja Katolik Maronit juga menikah.

Apakah Pernikahan itu Keharusan?

Kebingungan lain dari kaum Fundamentalis yang agak berbeda adalah anggapan bahwa selibat itu tidak alkitabiah, bahkan "tidak alami." Setiap manusia, klaimnya, harus mematuhi perintah Alkitab untuk "Beranak cuculah" (Kej 1:28); dan Paulus memerintahkan supaya "setiap laki-laki mempunyai isterinya sendiri dan setiap perempuan mempunyai suaminya sendiri" (1 Kor 7:2). Bahkan diargumentasikan bahwa selibat entah bagaimana "menyebabkan", atau paling tidak mempunyai keterkaitan dengan peningkatan insiden dari perilaku seksual yang haram atau menyimpang.

Semua ini tidak benar. Sekalipun hampir semua orang pada suatu titik dalam hidup mereka dipanggil untuk menikah, panggilan selibat sudah dengan jelas dianjurkan -- dan dipraktisikan -- oleh Yesus maupun Paulus.

Jauh dari "memerintahkan" pernikahan di dalam 1 Korintus 7, pada bab yang sama tersebut Rasul Santo Paulus nyatanya mendukung selibat bagi mereka yang mampu akan itu: "Tetapi kepada orang-orang yang tidak kawin dan kepada janda-janda aku anjurkan, supaya baiklah mereka tinggal dalam keadaan seperti aku. Tetapi kalau mereka tidak dapat menguasai diri, baiklah mereka kawin. Sebab lebih baik kawin dari pada hangus karena hawa nafsu." (1 Kor 7:8-9).

Hanya karena "bahaya percabulan" (7:2) itulah Paulus memberikan pengajaran mengenai setiap laki-laki dan wanita memiliki seorang pasangan dan memenuhi "kewajibannya" (7:3); dia secara spesifik menjelaskan, "Hal ini kukatakan kepadamu SEBAGAI KELONGGARAN, BUKAN SEBAGAI PERINTAH. Namun demikian alangkah baiknya, kalau semua orang seperti aku; tetapi setiap orang menerima dari Allah karunianya yang khas, yang seorang karunia ini, yang lain karunia itu." (1 Kor. 7:6-7).

Paulus melangkah lebih jauh lagi untuk berargumen mengenai selibat lebih dari pernikahan: "...Adakah engkau tidak terikat pada seorang perempuan? Janganlah engkau mencari seorang... orang-orang yang demikian akan ditimpa kesusahan badani dan aku mau menghindarkan kamu dari kesusahan itu... Orang yang tidak beristeri memusatkan perhatiannya pada perkara Tuhan, bagaimana Tuhan berkenan kepadanya; Orang yang beristeri memusatkan perhatiannya pada perkara duniawi, bagaimana ia dapat menyenangkan isterinya, dan dengan demikian perhatiannya terbagi-bagi. Perempuan yang tidak bersuami dan anak-anak gadis memusatkan perhatian mereka pada perkara Tuhan, supaya tubuh dan jiwa mereka kudus. Tetapi perempuan yang bersuami memusatkan perhatiannya pada perkara duniawi, bagaimana ia dapat menyenangkan suaminya." (7:27-34)
Kesimpulan Paulus: "Jadi orang yang kawin dengan gadisnya berbuat baik, dan orang yang tidak kawin berbuat lebih baik." (7:38).

Paulus bukanlah rasul pertama yang menyimpulkan bahwa selibat, dalam beberapa artian, "lebih baik" daripada menikah. Setelah pengajaran Yesus dalam Matius 19:12 mengenai cerai dan menikah lagi, para murid berseru, "Jika demikian halnya hubungan antara suami dan isteri, lebih baik jangan kawin." (Matius 19:10). Ucapan ini memulai pengajaran Yesus akan nilai-nilai selibat "demi kerajaan":

"Tidak semua orang dapat mengerti perkataan itu, hanya mereka yang dikaruniai saja. Ada orang yang tidak dapat kawin karena ia memang lahir demikian dari rahim ibunya, dan ada orang yang dijadikan demikian oleh orang lain, dan ada orang yang membuat dirinya demikian karena kemauannya sendiri oleh karena Kerajaan Sorga. Siapa yang dapat mengerti hendaklah ia mengerti." (Matius 19:11-12).

Perhatikan bahwa selibat "demi kerajaan surga" adalah sebuah karunia, sebuah panggilan yang tidak untuk semua orang, atau bahkan kebanyakan orang, tetapi dikaruniakan kepada sebagian. Orang-orang yang lain terpanggil ke dalam pernikahan. Benar pula bahwa seringkali individu-individu yang berada dalam kedua jenis panggilan tersebut gagal dari syarat-syarat yang dibutuhkan akan status mereka, tetapi hal ini tidak mengecilkan kedua panggilan tersebut, maupun itu berarti bahwa individu yang bersangkutan sebenarnya "tidak benar-benar terpanggil" untuk panggilan tersebut. Dosa seorang imam tidak membuktikan bahwa dia seharusnya tidak pernah mengambil kaul selibat, sama halnya dosa seorang laki-laki atau perempuan yang sudah menikah membuktikan bahwa dia seharusnya tidak menikah. Hal yang mungkin bagi kita untuk gagal dalam panggilan sejati kita.

Selibat sesuatu yang alami dan alkitabiah. "Beranak cuculah" tidak mengikat kepada setiap individu; melainkan, ia adalah pedoman umum bagi umat manusia. Jika tidak, setiap laki-laki maupun wanita yang sudah masuk dalam usia menikah akan berada dalam keadaan berdosa dengan tetap melajang, dan Yesus dan Paulus akan bersalah dalam menganjurkan dosa sekaligus pula melakukannya.

Suami Dari Satu Isteri

Argumen Fundamentalis lainnya, sehubungan dengan yang terakhir, adalah bahwa pernikahan itu keharusan bagi pemimpin-pemimpin Gereja. Paulus berkata bahwa seorang uskup haruslah "suami dari satu istri," dan "seorang kepala keluarga yang baik, disegani dan dihormati oleh anak-anaknya. Jikalau seorang tidak tahu mengepalai keluarganya sendiri, bagaimanakah ia dapat mengurus Jemaat Allah?" (1 Tim 3:2,4-5). Ini berarti, seolah-olah mereka benar bahwa hanya seorang pria yang sudah menunjukkan kekeluargaannya layak untuk mengurus Jemaat Allah; seorang yang tidak menikah, implikasinya, belum teruji dan terbukti.

Interpretasi ini menuju kepada kekonyolan yang total. Dalam satu hal, bila "suami dari satu istri" benar-benar berarti bahwa seorang uskup harus menikah, dengan logika yang sama "disegani dan dihormati oleh anak-anaknya" berarti bahwa dia harus mempunyai anak-anak. Suami-suami yang tidak beranak (atau ayah dari seorang anak saja, karena Paulus menggunakan kata jamak) tidak masuk kualifikasi.

Faktanya, mengikuti gaya interpretasi konyol tersebut, puncaknya, karena Paulus berkata uskup-uskup harus memenuhi syarat-syarat ini (bukan akan mereka telah memenuhi syarat tersebut, atau akan kandidat-kandidat uskup yang sudah memenuhinya), juga berarti bahwa uskup yang sudah ditahbiskan yang istri maupun anak-anaknya meninggal akan menjadi tidak layak untuk pelayanan! Jelas-jelas penafsiran harafiah seperti ini harus ditolak.

Teori bahwa pemimpin-pemimpin Gereja harus menikah juga berkontradiksi dengan fakta jelas bahwa Paulus sendiri, seorang pemimpin Gereja unggul, lajang dan bahagia dalam kelajangannya. Terkecuali dia seorang munafik, dia tidak dapat memaksakan persyaratan kepada para uskup dimana dia sendiri tidak memenuhinya. Pertimbangkan pula, implikasi dari sikap positif Paulus terhadap selibat dalam 1 Korintus 7: Orang yang beristeri memusatkan perhatiannya pada perkara duniawi dan perhatiannya terbagi-bagi, tetapi hanya mereka yang layak untuk menjadi uskup-uskup; sedangkan mereka yang tidak menikah dan memusatkan perhatiannya kepada Tuhan, ditolak dari pelayanan!

Saran bahwa laki-laki yang tidak menikah belum teruji atau terbukti jugalah konyol. Setiap panggilan mempunyai tantangannya sendiri; laki-laki selibat harus melatih "pengendalian diri" (1 Kor 7:9); suami harus mengasihi dan berkorban demi istrinya (Ef 5:25); dan seorang ayah harus membesarkan anak-anaknya dengan baik (1 Tim 3:4). Setiap laki-laki harus memenuhi standar Rasul Paulus dalam "mengurus rumah tangganya dengan baik", sekalipun "rumah tangga" ini adalah dirinya sendiri. Bila itu seorang laki-laki selibat menemui standar yang lebih tinggi dari seorang pria berkeluarga yang terhormat.

Jelasnya, maksud dari persyaratan Rasul Paulus bahwa seorang uskup "suami dari satu istri" bukanlah bahwa dia harus mempunyai satu istri, tetapi bahwa dia harus mempunyai satu istri saja. Dinyatakan sebaliknya, Paulus berkata bahwa seorang uskup harus tidak mempunyai anak-anak yang tidak bisa diatur atau tidak disiplin (bukan dia harus mempunyai anak-anak yang harus berperilaku baik), dan tidak boleh menikah lebih dari sekali (bukan dia harus menikah).

Sejatinya, secara tepat mereka yang secara unik "memusatkan perhatian akan perkara-perkara Tuhan" (1 Kor 7:32), kepada mereka yang telah diberikan untuk "membuat dirinya demikian karena kemauannya sendiri oleh karena Kerajaan Sorga" (Mat 19:12), yang secara ideal cocok untuk mengikuti langkah-langkah mereka yang telah "meninggalkan segala-galanya" demi mengikuti Kristus (bdk. Mat 19:27) -- panggilan sebagai imam kaum religi yang dikonsekrasi (para biarawan dan biarawati).

Karena itu Paulus memperingatkan Timotius, seorang uskup muda, bahwa mereka yang dipanggil menjadi "prajurit" Kristus harus menghindari "hal-hal sipil": "Ikutlah menderita sebagai seorang prajurit yang baik dari Kristus Yesus. Seorang prajurit yang sedang berjuang tidak memusingkan dirinya dengan soal-soal penghidupannya, supaya dengan demikian ia berkenan kepada komandannya." (2 Tim 2:3-4). Dalam terang kata-kata Paulus pada 1 Korintus 7 mengenai keuntungan dari selibat, pernikahan dan keluarga jelas-jelas menonjol dalam kaitannya dengan "hal-hal sipil".

Sebuah contoh dari pelayanan selibat juga bisa dilihat pada Perjanjian Lama. Nabi Yeremia, sebagai bagian dari pelayanan nubuatannya, dilarang untuk mengambil seorang istri: "Firman TUHAN datang kepadaku, bunyinya: "Janganlah mengambil isteri dan janganlah mempunyai anak-anak lelaki dan anak-anak perempuan di tempat ini."" (Yer 16:1-2). Tentunya, ini berbeda dengan selibat imamat Katolik, yang tidak ditahbiskan secara ilahi; tetapi preseden ilahi masih mendukung legitimasi dari institusi manusia ini.

Dilarang Untuk Menikah

Tetapi tiada satupun dari ayat-aya ini memberikan kita contoh akan selibat sebagai mandat dari manusia. Selibat Yeremia itu sebuah keharusan, tetapi itu dari Tuhan. Ucapan Paulus kepada Timotius akan "hal-hal sipil" hanyalah peringatan umum, bukan perintah spesifik; dan bahkan dalam 1 Korintus 7 Rasul Paulus menganjurkan untuk selibat dengan menambahkan: "Semuanya ini kukatakan untuk kepentingan kamu sendiri, bukan untuk menghalang-halangi kamu dalam kebebasan kamu, tetapi sebaliknya supaya kamu melakukan apa yang benar dan baik, dan melayani Tuhan tanpa gangguan." (7:35)

Ini membawa kita kepada serangan terakhir kaum Fundamentalis: bahwa, dengan mensyaratkan sebagian dari imam dan kaum religinya untuk tidak menikah, Gereja Katolik jatuh kedalam kutukan Paulus dalam 1 Timotius 4:3 kepada para pembelot yang "melarang pernikahan".

Faktanya, Gereja Katolik tidak melarang siapa pun untuk menikah. Tidak ada yang diharuskan mengambil kaul selibat; mereka yang melakukan hal itu, melakukannya dengan sukarela. Mereka demikian "karena kemauan sendiri" (Mat 19:12); tiada yang melarang hal itu kepada mereka. Seorang Katolik yang tidak ingin mengambil kaul tersebut tidak perlu melakukannya, dan dia bebas untuk menikah dengan restu dari Gereja. Gereja secara sederhana memilih kandidat-kandidat untuk imamat (atau, pada ritus Timur, untuk episkopat) dari mereka yang secara sukarela untuk tidak menikah.

Tetapi apakah ada preseden alkitabiah akan praktisi yang membatasi keanggotaan ke dalam group hanya kepada mereka yang secara sukarela berkaul selibat? Ya. Rasul Paulus, menulis sekali lagi kepada Timotius, menyebut para janda yang bersumpah tidak menikah lagi (1 Tim 5:9-16); dengan tertentu menasihati: "Tolaklah pendaftaran janda-janda yang lebih muda. Karena apabila mereka sekali digairahkan oleh kebirahian yang menceraikan mereka dari Kristus, mereka itu ingin kawin dan dengan memungkiri kesetiaan mereka yang semula kepada-Nya, mereka mendatangkan hukuman atas dirinya." (5:11-12).

"Kesetiaan mereka yang semula" yang dipungkiri oleh pernikahan lagi tidak mungkin mengacu kepada pernikahan mereka yang pertama, karena Paulus tidak mengutuk para janda untuk menikah lagi. (cf. Rom 7:2-3). Itu hanya bisa mengacu kepada sumpah untuk tidak menikah yang diambil para janda yang masuk ke dalam grup ini. Hasilnya, mereka adalah bentuk awal dari group perempuan religi -- Biarawati Perjanjian Baru. Gereja Perjanjian Baru memiliki tatanan dengan keharusan selibat, sama halnya Gereja Katolik saat ini. Pelarang Pernikahan yang dimaksud Rasul Paulus pada saat itu adlaah sekte Gnostik. Gnostik mencela pernikahan, seks, dan menganggap tubuh itu pada hakekatnya jahat. Beberapa bidaah awal masuk ke dalam penjabaran ini, pula kaum Albigensian dan Kataris pada abad pertengahan (yang, ironisnya, dikagumi beberapa penulis anti-Katolik yang tidak kritis, nampaknya hanya karena kebetulan mereka bersikeras untuk menggunakan versi terjemahan bahasa mereka masing-masing akan Alkitab; lihat pada traktat Catholic Answer berjudul Catholic Inventions).

Martabat Dari Selibat dan Pernikahan

Kebanyakan umat Katolik menikah, dan semua umat Katolik diajarkan untuk menghormati pernikahan sebagai institusi kudus -- sebuah sakramen, tindakan Allah akan jiwa kita; salah satu dari hal-hal terkudus yang kita alami dalam hidup ini.

Faktanya, justru karena kesucian pernikahanlah membuat selibat itu berharga; hanya karena apa yang baik dan kudus dalam sendirinya itu bisa diserahkan kepada Allah sebagai persembahan. Sama layaknya puasa mengandaikan kebaikan dari makanan, selibat juga mengandaikan kebaikan dari pernikahan. Dengan memandang rendah selibat, maka dari itu, sama dengan memandang rendah pernikahan itu sendiri -- seperti yang ditunjukkan oleh Bapa-bapa Gereja.

Selibat juga sebuah institusi penegasan kehidupan. Dalam Perjanjian Lama, dimana selibat hampir tidak diketahui, yang tidak beranak seringkali dicela oleh orang-orang lain dan oleh diri mereka sendiri; hanya melalui anak-anak, dirasakan, seseorang mempunyai nilai. Dengan menolak pernikahan, sang selibat menegaskan nilai hakiki dari setiap hidup manusia dalam kesendiriannya, terlepas dari keturunan.

Pada akhirnya, selibat adalah pertanda eskatologi akan Gereja, sebuah tanda kehidupan saat ini akan selibat universal dari sorga: "Karena pada waktu kebangkitan orang tidak kawin dan tidak dikawinkan melainkan hidup seperti malaikat di sorga." (Mat 22:30)

NIHIL OBSTAT: I have concluded that the materials
presented in this work are free of doctrinal or moral errors.
Bernadeane Carr, STL, Censor Librorum, August 10, 2004
IMPRIMATUR: In accord with 1983 CIC 827
permission to publish this work is hereby granted.
+Robert H. Brom, Bishop of San Diego, August 10, 2004

CATATAN KAKI:
Sumber asal: http://www.catholic.com/tracts/celibacy-and-the-priesthood
Diterjemahkan oleh Maximinus

Mengenal 7 Malaikat Pelayan Allah


(Foto/Pixabay).

Mengenal 7 Malaikat Pelayan Allah

Gereja Katolik mengakui dan mengimani keberadaan makhluk rohani tanpa badan yang disebut Malaikat. Keberadaan malaikat merupakan kebenaran iman, kesaksian Kitab Suci dan kesepakatan tradisi. “Bahwa ada makhluk rohani tanpa badan, yang oleh Kitab Suci biasanya dinamakan ‘malaikat’, adalah satu kebenaran iman. Kesaksian Kitab Suci dan kesepakatan tradisi tentang itu bersifat sama jelas” (KGK 328). Santo Agustinus mengatakan: “Malaikat menunjukkan jabatan, bukan kodrat. Kalau engkau menanyakan kodratnya, maka ia adalah roh; kalau engkau menanyakan jabatannya, maka ia adalah malaikat” (Psal. 103,1,15). Oleh sebab itu dalam keadaannya malaikat adalah pelayan dan pesuruh Allah (Mat. 18:10, Mzm. 103:20 (Bdk. KGK 329). Mereka adalah makhluk rohani murni yang mempunyai akal budi dan kehendak; mereka adalah wujud pribadi (bdk. Pius XII: DS 3891. Dan tidak dapat mati (bdk. Luk 20:36)….Mereka adalah makhluk yang melampaui makhluk yang lain dalam kesempurnaan (bdk. KGK 330).

Kitab Suci memberikan informasi tentang keberadaan ketujuh malaikat."...Maka datanglah seorang dari ketujuh malaikat yang memegang ketujuh cawan,....(Wahyu 21:9, 17:1, 15:6). Meskipun demikian hanya tiga Malaikat Agung yang sering dibahas yaitu Gabriel, Mikhael dan Rafael. Oleh sebab itu, kisah tentang ketiga malaikat tersebut tidak asing lagi bagi sebagian umat. Katekismus Gereja Katolik (KGK) mengajarkan bahwa ‘Sejak masa anak-anak (bdk. Mat. 18:10) sampai kematiannya (bdk. Luk. 16:22) malaikat-malaikat mengelilingi kehidupan manusia dengan perlindungan (bdk. Mzm 34:8; 91:10-13) dan doa permohonan (bdk. Ayb 33:23-24; Za 1:12; Tob. 12:12). “Seorang malaikat mendampingi setiap orang beriman sebagai pelindung dan gembala, supaya menghantarnya kepada kehidupan” (Basilius, Eun. III, 1). Sejak di dunia ini, dalam iman, kehidupan Kristen mengambil bagian di dalam kebahagiaan persekutuan para malaikata dan manusia yang bersatu dalam Allah [KGK 336]. Selain itu, Litani Malaikat Agung St. Rafael menyebutkan bahwa ada tujuh malaikat yang melayani Allah dan berada dihadit-Nya. Siapakah mereka itu? Pada kesempatan ini tim JalaPress menjelaskan secara singkat tentang ketujuh malaikat yang disebutkan dalam Kitab Suci, dan doa Malaikat Agung St. Rafael.

Pertama, Malaikat Agung Santo Gabriel

Gabriel artinya ‘kekuatan Allah’. Kisah malaikat Gabriel dapat kita temukan dalam berbagai ayat Kitab Suci. Kisah malaikat Gabriel dapat kita temukan dalam Injil Lukas. Malaikat Gabriel bertindak sebagai pembawa kabar gembira tentang kelahiran Yesus. Malaikat Gabriel masuk ke rumah Bunda Maria dan memberi salam (bdk. Luk. 1:26-38).

Kedua, Malaikat Agung Santo Mikhael

Mikhael artinya ‘Siapakah seperti Tuhan’. Malaikat Mikhael disebut sebagai penghulu Malaikat. Kitab Daniel menyebutkan bahwa Dia akan muncul pada akhir zaman sebagai pemimpin besar (bdk. Daniel 12:1). Selain itu, ia juga disebutkan dalam suatu perselisihan dengan iblis mengenai mayat Musa. Mikhael tidak berani menghardik iblis, namun ia mengatakan ‘kiranya Tuhan menghardik engkau! (Yud. 1:9).’

Ketiga, Malaikat Agung Santo Rafael

Rafael artinya Tuhan yang menyembuhkan. Kisah malaikat Rafael dapat ditemukan dalam Kitab Deuterokanonika Tobit  (Tobit 3:17, 12:15). Ia menyebut diri sebagai salah seorang dari ketujuh malaikat yang melayani Allah (bdk. Wahyu 21:9, Tobit 12:15). Malaikat berperan dalam penyembuhan mata Tobit yang buta dan menjadi pelindung bagi Tobias dalam upaya mencari obat untuk menyembuhkan ayahnya, Tobit. Selain itu, ia melepaskan Tobias dari pengaruh setan Asmodeus (bdk. Tobit 3:17). 

Dalam Konsili Roma pada tahun 745 di bawah pemerintahan Paus Saint Zachary, Gereja Katolik secara resmi hanya mengakui nama tiga dari tujuh Malaikat: St. Michael, St. Gabriel, dan St. Raphael. Meskipun Gereja mengakui bahwa ada tujuh Malaikat menurut Kitab Suci dan Tradisi Suci, karena ketiga Malaikat ini adalah satu-satunya malaikat yang disebutkan dalam Kitab Suci, tiga malaikat tersebut secara resmi diakui sebagai nama malaikat dalam doktrin Katolik. Empat nama malaikat yang tidak masuk secara resmi dalam doktrin Gereja Katolik adalah St. Uriel, St. Yehudiel, St. Barachiel, St. Sealtiel.

Catatan Kaki:

Baca Dokumen Konsili Roma pada tahun 745; https://www.ccel.org/ccel/schaff/npnf214.viii.vii.iii.xl.html?fbclid=IwAR1P62zCN1en0KJrCqOCll1D7E5TGhgYMLL3nnjqwDKeM04dKPGWdkfOwZM

Arti singkatan RD dan RP untuk Pastor atau Imam





Arti singkatan RD dan RP untuk Pastor atau Imam

RD = Reverendus Dominus

RD adalah singkatan dari Bahasa Latin dari kata Reverendus Dominus yang artinya Bapak atau Tuan yang terhormat. Ini singkatan yang sudah lama dipakai dalam Gereja Katolik untuk menunjuk imam sekular atau Imam Diosesan. Dengan menggunakan RD didepan nama seorang Imam Diosesan maka selanjutnya tidak lagi menggunakan Pr dibelakang nama dari Imam itu. Contoh: Markus Boby Pr. Maka akan menjadi RD. Markus Boby.

Lalu apa sebenarnya pemahaman mengenai Imam Diosesan? Imam Diosesan adalah Imam Paroki. 'Diosesan' berasal dari kata Yunani yang berarti 'menata rumah' dan kata Yunani 'paroki' yang berarti 'tinggal dekat'. Seorang imam diosesan adalah seorang imam yang terlibat dalam kehidupan sehari-hari umat. Ia 'tinggal dekat mereka' dalam segala hal dan membantu uskup setempat untuk 'menata rumah' dalam keluarga Allah, entah sebagai seorang pastor pembantu atau sebagai pastor kepala paroki dan kadang kala dalam pelayanan-pelayanan seperti pengajaran, atau melayani sebagai pastor mahasiswa, atau pastor di rumah sakit, di pangkalan militer, atau di penjara. Seorang pastor paroki bertanggung jawab atas segala pelayanan yang diselenggarakan oleh paroki dan atas administrasi paroki.

Sebagian besar imam di seluruh dunia adalah imam diosesan. Mereka ditahbiskan untuk berkarya di suatu diosis (keuskupan) atau di suatu arki-diosis (keuskupan agung) tertentu. Seorang imam diosesan merupakan bagian dari satu presbiterium (dewan imam) yang beranggotakan para imam dari suatu diosis atau arki-diosis yang sama dan karenanya berada di bawah kepemimpinan uskup yang sama. Jadi dapat dikatakan Imam Diosesan berkarya hanya pada satu keuskupan dan dapat berpindah-pindah dari satu paroki ke paroki lain tetapi dalam keusukupan yang sama.

RP = Raverendus Pater

RP adalah singkatan dari Bahasa Latin dari kata Reverendus Pater yang artinya Ayah yang terhormat atau Tuan Pastor. Sebutan ini diberikan kepada Imam Religius atau yang terikat dalam suatu Ordo atau lembaga Religius. Perbedaannya dengan RD untuk imam religius didepannya namanya menggunakan RP dan dibelakang namanya ditambahkan nama Ordo atau konggregasinya. Contoh: RP. Markus Boby OFM.

Suatu ordo atau lembaga religius adalah suatu serikat yang dibentuk Gereja guna mempromosikan suatu gaya hidup atau suatu spiritualitas tertentu atau untuk melaksanakan suatu karya tertentu. Sebagian besar anggota komunitas religius berkarya di lebih dari satu keuskupan dan banyak lainnya berkarya lintas negara. Setiap komunitas religius memiliki konstitusinya sendiri dan para anggotanya hidup menurut suatu peraturan hidup yang ditetapkan. Sebagian anggota komunitas religius berkarya di paroki-paroki, sedangkan yang lainnya tidak. Para imam religius berkarya sebagai pastor rumah sakit, memberikan retret, mengajar, pembicara, pastor paroki, misionaris dan di berbagai macam bidang lainnya. Setiap komunitas religius memiliki karisma atau karunia Roh Kudus. Para imam yang adalah anggota suatu komunitas religius membawa karisma itu ke dalam karya mereka.

Oh ya, saya tahu pendapat saya ini tak mungkin sempurna karena saya ini cuma remah-remah di kaleng kosong. Semoga bermanfaat, Tuhan beserta kita." (bil/dari berbagai sumber)

Doa Brevir 7 Waktu

(Foto/ilustrasi)


Buku Puji Syukur menulis kebiasaan orang-orang Kristen, salah satunya adalah melaksanakan ibadah Harian. Gereja tiada putusnya memuji Tuhan dan memohonkan keselamatan seluruh dunia bukan hanya dengan merayakan Ekaristi, melainkan dengan cara-cara lain juga, terutama dengan mendoakan Liturgi Harian (Sacrosanctum Consilium art. 83)

Dasar Alkitab

Allah menyucikan waktu pagi, siang dan malam, oleh sebab itu, ia memberi perintah kepada pra imam untuk menyucikan hari melalui kurban sembelihan pada pagi dan petang (lihat Kel. 29:38-39, Bil. 28:3-8, 1 Raj. 18:36). Setelah penghancuran Bait Allah Praktek tersebut diganti dengan pembacaan Taurat, Mazmur dan kurban pujian di sinagoga. Praktek doa tersebut dapat kita temukan dalam berbagai ayat Kitab Mazmur (lihat Mzm 5:4, 88:14, 119:164, 141:2). Bahkan pada masa pembuangan umat Israel melaksanakan doa-doa pada jam-jam tertentu(lih. Dan 6:10;6:13). Misalnya, pemazmur melaksanakan puji-pujian, tujuh kali dalam sehari (lihat Mzm. 119:164).

Pada masa penjajahan Romawi, kaum Yahudi mengikuti sistem pembagian waktu Romawi dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini juga mempengaruhi waktu doa kaum Yahudi. Adapun di kota-kota jajahan itu, terdapat bel penanda jam kerja. Waktu itu bel biasanya berbunyi pada jam enam pagi, sembilan, tengah hari, jam satu siang, jam tiga dan jam enam sore untuk sebagai penanda waktu kerja ditutup. Jemaan perdana mengikuti dan meneruskan tradisi Yahudi terutama jam-jam doa pada waktu tertentu di sepanjang hari, terutama sistem waktu yang dipengaruhi oleh Romawi. Injil sendiri seringkali mengisahkan Yesus dan para rasul berdoa pada jam-jam tertentu (lihat Luk 3:21-22, 6:12, 9:28-29; 11:1, 9:18, 22:32, 5:16,  Mat 4:19; 15:36,11:25,19:13, 4:1, 14:23, 14:23.25, Yoh 11:41, Mrk 1:35, 6:46). Bahkan para rasul juga berdoa pada jam-jam tertentu antara lain jam tiga, jam enam, jam sembilan dan tengah malam (lih. Kis 3:1, 10:3, 9-49; 16:25). Setelah Kristen Perdana terpisah dari Yudaisme, praktek berdoa pada waktu-waktu tertentu berlanjut terus. Jemaat perdana mendaraskan Mazmur, membaca Kitab Suci dan mengucapkan madah (lihat Kis. 4:23-30).
Masa Para Bapa Gereja
            
Penetapan waktu doa juga tercatat dalam Kitab Didache (95 M) yang berjudul “Orismenois Kairois Kai Horeis”. Selain itu tertulis juga dalam Dokumen Konstitusi Rasuli (380) dan Bapa Gereja. St. Basilius Agung (330-379) dalam Regulae Fusius Tractate mengatakan bahwa penetapan waktu-waktu berdoa atau sembahyang telah dilakukan oleh para rasul sendiri di Yerusalem. Hampir semua Bapa Gereja baik Gereja Timur seperti Santo Yohanes Krisostomos (354-407) dan Gereja Barat seperti Santo Hieronimus (340-420) menulis tentang tradisi penyucian waktu tersebut. Bahkan St. Agustinus dari Hippo dalam aturan hidup membiara menganjurkan ‘untuk bertekun dengan setia dalam doa pada jam-jam dan waktu-waktu yang telah ditentukan”. Selain itu, St. Benediktus Nursia dalam regulanya menuliskan panduan praktek doa ibadah harian. Pada masa itu doa harian disebut doa Ofisi Ilahi. Ungkapan St. Benediktus Nursia yang terkenal adalah “Orare est laborare, laborare est orare”. Kemudian pada abad ketiga, para rahib pertapa mengikuti anjuran Santo Paulus untuk ‘berdoa tanpa henti’ dan mempraktekkan doa tersebut secara berkelompok (lihat 1 Tes. 5:17). Sementara itu, perkembangan Ibadah Harian di Gereja Timur beralih dari Yerusalem menuju Konstantinopel. St. Theodorus (758-826) memadukan doa tersebut dengan pengaruh Byzantium dan madah gubahannya sendiri. Selanjutnya doa Ibadat Harian berkembang lebih pesat dalam praktek hidup monastic baik di barat maupun di timur. Memasuki abad keempat, praktek doa ibadat harian telah mendapat bentuk yang lebih pasti, baik untuk kaum awam, monastik, dan imam sekuler. Meskipun demikian pada awalnya buku panduan doa kurang lengkap karena terpisah-pisah, sehingga tidak bisa memenuhi kebutuhan gereja. Ada buku yang isinya hanya kumpulan mazmur, ada yang berisi kumpulan masah dan ada yang berisi buku Injil untuk bacaan Kitab Suci. Oleh sebab itu, disusunlah versi sederhana dari doa-doa ibadat harian tersebut dalam satu buku yaitu Buku Brevir (latin: pendek)

Konsili Trente-Paus Pius V

Konsili Trente (13 Desember 1545 hingga 4 Desember 1563) mempercayakan kepada Paus Pius IV untuk mereformasi brevir. Kemudian pada tanggal 9 Juli 1968, Paus Pius V mengumumkan sebuah edisi sederhana Brevir Romawi.

Konsili Vatikan II

Setelah itu, Paus Clement VIII melakukan penyederhanaan. Kemudian Paus Urban VIII dan Pius X melakukan penyederhanaan yang cukup besar. Lalu Paus Pius XII melakukan penyederhanaan dan terakhir Paus Yohanes XXIII kembali lagi melakukan penyederhanaan pada tahun 1960. Maka sejak akhir abad kelima hingga sebelum Konsili Vatikan II, doa liturgi harian sebagai berikut:

·         Matutinum artinya ibadat tengah malam (Vigile).
·         Laudes, dilakukan saat fajar menyingsing (PS. 148, 149,150).
·         Primus artinya doa di awal pagi (jam 6).
·         Tertia artinya doa di awal tengah hari (jam 9).
·         Sexta artinya doa tengah hari (jam 12 siang).
·         Nona artinya doa setelah tengah hari (jam 15.00).
·         Vesper artinya doa sore (dilakukan pada saat matahari terbenam).
·         Completorium artinya doa penutup hari.

Penyederhanaan kembali dilakukan oleh Konsili Vatikan II agar mudah dilakukan oleh awam (umat), sehingga doa tersebut tidak hanya monopoli biarawan-biarawati. Konsili Vatikan II menggabungkan doa primus pada doa Laudes. Kemudian mengubah Matutinum menjadi Ibada Bacaan sehingga fleksibel untuk dilakukan. Lalu Konsili menata ulang mazmur-mazmur sehngga seluruhnya dapa didoakan selama empat minggu (sebelumnya hanya didoakan satu minggu). Sejak Konsili Vatikan II nama Roman Breviary diganti menjadi Liturgy of the Hours (liturgi Harian/Liturgia Horarum) yang terbagi dalam empat volume (sesuai kalender Liturgi gereja):

·         Volume I, masa Adven dan Natal
·         Volume II, Prapaskah, Trihari Suci dan Masa Paskah.
·         Volume III, Minggu Biasa 1 sampai 17.
·         Volume IV, Minggu Biasa 18 sampai 34.

Praktek Ibadat Harian dalam Gereja Katolik Roma saat ini meliputi:

·         Ibadat Pembukaan (ibadat pertama; bisa Ibadat Bacaan dan Ibadat Pagi).
·         Ibadat Bacaan (Matutinum).
·         Ibadat Pagi (Laudes)
Ibadat Siang, terdiri atas:
·         Tertia (Ibadat sebelum tengah hari).
·         Sextia (Ibadat tepat tengah hari).
·         Nona (Ibadat setelah tengah hari).
·      Ibadat Sore (Vesper).
·      Ibadat Malam (Completorium).**



Maria Ratu Surga, Alkitabiah



(Gambar ilustrasi oleh 12019 / Pixabay)

Banyak orang non Katolik dari aliran tertentu menuduh bahwa Bunda Maria yang dihormati oleh umat Katolik bukan Bunda Maria, ibu Yesus. Mereka menuduh bahwa Bunda Maria yang dihormati oleh umat Katolik adalah ratu surga yang dimaksud dalam Yer. 7:18. 44:17. Namun tuduhan tersebut tidak benar karena Bunda Maria yang dihormati oleh umat Katolik adalah Bunda Maria, ibu Yesus. Berikut penjelasannya:

Pertama, gelar Ratu Surga (gebiyrah) yang diberikan kepada Bunda Maria tidak sama dengan Ratu Surga (Meleket) yang diberikan kepada dewi kesuburan bangsa semit dalam Yer. 7:18, 44:17. Adapun dewi kesuburan bangsa semit adalah Astoret atau Astarte.

Kedua, Gelar Bunda Maria sebagai Ratu Surga mengacu pada penglihatan Rasul Yohanes dalam Wahyu 12:1-6. Seorang perempuan digambarkan bermahkota dan melahirkan seorang anak yang menggembalakan segala bangsa dengan gada besi (bdk. Why. 12: 1, 5). Perempuan yang bermahkota dan melahirkan seorang anak itu adalah Maria. Sementara itu, anak yang dilahirkan adalah Yesus, gembala segala bangsa.

Ketiga, para kudus menerima mahkota kehidupan termasuk Bunda Maria (bdk. 2 Tim. 4:8). Terlebih Bunda Maria melaksanakan kehendak Allah sampai akhir hayatnya. Oleh sebab itu, ia pasti menerima mahkota kehidupan (bdk. Yak. 1:12, 1 Pet. 5:4, Why. 2:10).

Keempat, Perjanjian Lama mencatat bahwa Ratu (Gebiyrah) dihormati bersama raja dan namanya dicantumkan bersama dengan raja (bdk. Yer. 13:18, 1 Raj. 14:21, 15:9-10, 22:42; 2 Raj. 12:2; 14:2; 15:33). Oleh sebab itu, pemberian gelar Ratu Surga untuk Bunda Maria bukan saingan atas keutamaan Yesus Kristus sebagai penyelamat. Gelar Bunda Maria sebagai Ratu Surga sesungguhnya berkaitan dengan perannya yang melahirkan Yesus Kristus, Sang Raja dan penyelamat (bdk. Mat. 1:22-23, Yes. 7:14).

Yesus Bukan Allah? Are You Sure?



Sekilas judul artikel ini sangat kontroversial karena Yesus diimani oleh umat Kristiani sebagai Allah Putra. Seperti diketahui, tidak ada dalam Alkitab pula perkataan Yesus yang mengatakan ‘Aku Bukan Allah, Jangan Sembah Aku.’ Sesungguhnya judul di atas adalah sebuah tantangan bagi sekelompok orang yang mengatakan Yesus bukan Allah. Jika Yesus bukan Allah, mampukah mereka membuktikan perkataan Yesus yang mengatakan ‘Aku Bukan Allah’?. Rasa-rasanya tidak ada dalam Alkitab perkataan semacam itu. Belakangan ini, banyak tulisan-tulisan yang bertebaran di media sosial yang mengulang argument Zakir Naik yang menanyakan tentang ke-Allah-an Yesus. Namun, argument tersebut tergolong cacat nalar, karna pembuat pernyataan ketika ditanya balik pasti tidak mampu menjawab.

Pernyataan Zakir Naik kurang lebih begini “Tunjukkan kepadaku dimana dalam Bible Yesus mengatakan ‘Akulah Allah dan Sembahlah Aku.’ Benarkah umat Kristiani tidak dapat menjawab pernyataan itu?. Rasa-rasanya Zakir Naik salah kaprah, karena selama ini dia hanya debat satu arah dan bahkan membungkam lawan untuk membatasi pembicaraan. Hal ini tentu tidak fair. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini, tim JalaPress.com memberikan sedikit siraman Rohani untuk pengagum Zakir Naik dan penyebar tulisan dari pernyataan Zakir Naik.

Benarkah Yesus Bukan Allah?

Perlu diketahui bahwa Alkitab tidak mencatat secara langsung perkataan Yesus yang mengatakan ‘Akulah Allah dan Sembahlah Aku.’ Namun, hal ini bukanlah landasan untuk menyimpulkan bahwa Yesus Allah atau bukan. Sebab kesimpulan sesuatu bukan sekedar mencomot ayat lepas lalu mencocok-cocokkan atau mengkontradiksikannya. Seperti dikatakan pada pengantar diawal Yesus tidak pernah berkata ‘Aku Bukan Allah, Jangan Sembah Aku.’ Dan sudah tentu jika pertanyaan sebaliknya diberikan kepada pembuat pernyataan pasti tidak mampu menunjukkan pula dimana Yesus pernah berkata ‘Aku Bukan Allah, Jangan Sembah Aku.’ Sebaliknya, malah kita dapat menunjukkan bahwa dalam berbagai ayat Yesus tidak melarang siapapun yang menyembahnya. Tiba-tiba Yesus berjumpa dengan mereka dan berkata: “Salam bagimu.” Mereka mendekati-Nya dan memeluk kaki-Nya serta menyembah-Nya. Maka kata Yesus kepada mereka: “Jangan takut. Pergi dan katakanlah kepada saudara-saudara-Ku, supaya mereka pergi ke Galilea, dan di sanalah mereka akan melihat Aku.” Ketika melihat Dia mereka menyembah-Nya, tetapi beberapa orang ragu-ragu. Yesus mendekati mereka dan berkata: “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.”(Mat. 28:9-10, 17-20).

Sebelum naik ke surga, Yesus pernah berkata ‘karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam NAMA Bapa dan Anak dan Roh Kudus (πορευθέντες οὖν μαθητεύσατε πάντα τὰ ἔθνη, βαπτίζοντες αὐτοὺς εἰς τὸ ὄνομα τοῦ πατρὸς καὶ τοῦυἱοῦ καὶ τοῦ ἁγίου πνεύματος,).[1] Kata Nama (ὄνομα) berasal dari bahasa Yunani ONOMA’ yang merupakan jenis tunggal. Meskipun pada ayat itu kita melihat ada tiga nama, yakni Bapa, Anak/Putra dan Roh Kudus. Namun kata ‘ONOMA’ menggunakan bentuk tunggal. Bahkan dalam bahasa Inggris ONOMA’ diterjemahkan menjadi name (tunggal) dan bukan names (Jamak). Selain itu dalam terjemahan bahasa Indonesia juga digunakan kata nama bukan nama-nama. Dengan demikian ayat itu menunjukkan bahwa Bapa, Anak (Putra) dan Roh Kudus adalah satu hakekat. Penggunaan kata ONOMA’ ditunjukkan kepada Bapa, Anak (Putra) dan Roh Kudus, hal itu menunjukkan bahwa ada kesejajaran dalam hakekat keilahian. Dengan demikian, Yesus mengajarkan bahwa ia sejajar dengan Bapa.

Selain itu, Yesus juga mengajarkan bahwa ia dapat membangkitkan orang mati dan menghidupkan siapa saja yang ia kehendaki, sama seperti Bapa. "Sebab sama seperti Bapa membangkitkan orang-orang mati dan menghidupkannya, demikian juga Anak menghidupkan barangsiapa yang dikehendaki-Nya." (Yohanes 5:21). Yesus menempatkan diri sebagai pemilik kehidupan manusia. Ia memiliki kuasa eksklusif atas kehidupan manusia. Dengan demikian hal ini menunjukkan bahwa Yesus adalah Allah. Kuasa serupa tidak diberikan kepada para nabi, terutama kuasa yang sama dengan kuasa Allah yang diberikan kepada Yesus. Yesus satu-satunya yang menyamakan kuasanya dengan Allah, sehingga dapat menghidupkan orang mati sesuai kehendak hatinya. Ingat, Yesus berkata, ‘KUASANYA SAMA SEPERTI BAPA.’ Oleh sebab itu, ia memiliki kuasa yang hakiki yang hanya dimiliki secara eksklusif oleh Allah sendiri. Maka Yesus adalah Allah!. 

Perkataan Yesus lainnya yang mencengangkan adalah Ia mengajarkan agar semua orang menghormati dirinya sama seperti semua orang menghormati Allah. ‘Supaya semua orang menghormati Anak sama seperti mereka menghormati Bapa. Barangsiapa tidak menghormati Anak, ia juga tidak menghormati Bapa, yang mengutus Dia." (Yohanes 5:23). Ayat ini menunjukkan bahwa Yesus menyetarakan dirinya dengan Allah. Ia meminta kepada semua orang agar menghormati dirinya sama seperti semua orang menghormati Allah. Jelas! Tidak ada para nabi yang meminta agar mereka dihormati seperti menghormati Allah. Hanya Yesus satu-satunya yang dihormati sama dengan menghormati Allah. Maka Yesus adalah Allah!.

Tindakan Yesus yang lebih spektakuler adalah mengubah hukum-hukum Allah dalam Perjanjian Lama, bahkan ia menyimpulkan menjadi dua hukum utama dan terutama yaitu “mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama” (baca Mat. 5:21-48). Kiranya jelas bahwa Yesus mengutip ulang ayat-ayat Perjanjian Lama dan mengubah hukum-hukum itu menjadi hukum ‘baru.’ Hanya Allah satu-satunya yang dapat mengubah hukum-hukum dan ketetapan. Tidak ada para nabi yang mampu mempunyai kuasa untuk mengubah hal itu. Maka Yesus satu-satunya yang dapat mengubah hukum-hukum karena ia adalah Allah.

Yesus Diangkat Menjadi Tuhan Pada Konsili Nicaea 325? What?

Sebagian orang mungkin masih ragu menerima bukti di atas, karena ada tuduhan bahwa Yesus diangkat jadi Tuhan pada konsili Nicea. Eitts, mereka terdiri dari dua kelompok, pertama kelompok yang mengatakan bahwa Rasul Paulus menuhankan Yesus, kedua, kelompok yang mengatakan konsili Nicaea mengangkat Yesus menjadi Tuhan. Dan ternyata tidak ada yang benar dari kedua pernyataan kelompok itu. Malahan pernyataan mereka menunjukkan kedangkalan pengetahuan mereka. Sejak kapan Yesus jadi Tuhan?. Injil Yohanes ayat 8: 58 menunjukkan bahwa Yesus telah ada sejak semula bahkan sebelum Abraham ada. Yohanes 8:58 ειπεν αυτοις ο ιησους αμην αμην λεγω υμιν πριν αβρααμ γενεσθαι εγω ειμι (Eipen autois ho lesous amen amen lego humim prin Abraam Genesthai Ego Eimi:Kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sebelum Abraham jadi, Aku telah ada). Ketika kita membaca ayat ini dalam bahasa Yunani, mungkin kita akan tercengang karena kata Amen, Amen (sungguh/sesungguhnya) diucapkan oleh Yesus pada kalimat depan. Padahal ketika anda dan saya berdoa kata Amen/Amin selalu berada dibagian terakhir. Secara sederhana menunjukkan bahwa Yesus tidak sama dengan manusia seperti kita. Selain itu, Yesus mengatakan bahwa dirinya telah ada sebelum Abraham jadi. Hal ini menunjukkan maksud yang dalam tentang keberadaan Yesus sebelum datang ke dalam dunia. Ternyata ucapan Yesus tersebut bukanlah ucapan kosong. Dalam doa Yesus untuk murid-muridnya, ia meminta agar Bapa mempermuliakan diri-Nya seperti kemuliaan yang ada pada-Nya sebelum dunia ada (Bdk. Yoh. 17:5). Bahkan, lagi-lagi Yesus menyamakan diri-Nya dengan Allah yang dapat memberikan memberikan kehidupan yang kekal (bdk. Yoh. 17:2)

Selain itu, Yoh. 1:1 juga memberikan gambaran siapa Yesus, Ἐν ἀρ¦χῇ ἦν ὁ λό¦γος, καὶ ὁ λό¦γος ἦν πρὸς τὸν θε¦όν, καὶ θε¦ὸς ἦν ὁ λό¦γος (En arkhe en ho logos, Kai ho logos en pros ton theos). Ayat ini meneguhkan kesatuan hakekat Allah dan Yesus. Perkataan ini pula bukanlah perkataan kosong, melainkan perkataan yang sungguh-sungguh diteguhkan oleh Yesus.  Dalam Yohanes Yoh. 8:42, Yesus berkata bahwa ia keluar dan datang dari Allah. ‘….Sebab Aku keluar dan datang dari Allah…

 Mungkin mereka masih belum yakin. So, kita bisa berikan ayat Yoh. 13:13-14, υμεις φωνειτε με ο διδασκαλος και ο κυριος και καλως λεγετε ειμι γαρ ει ουν εγω ενιψα υμων τους ποδας ο κυριος και ο διδασκαλος και υμεις οφειλετε αλληλων νιπτειν τους ποδας (Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan. Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamupun wajib saling membasuh kakimu).

Para ‘penuduh’ sontak akan mengatakan bahwa Kurios (κυριος) dalam bahasa inggris diterjemahkan ‘Lord atau master’, oleh sebab itu mereka akan mengatakan itu bukan Tuhan tetapi Tuan. So mudah saja menjawabnya, coba tunjukkan pengertian Tuhan dan Tuan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Tuan adalah majikan, kepala, pemilik, yang empunya, orang tempat mengabdi, sebagai lawan dari kata hamba. Sementara itu Tuhan adalah sesuatu yang diyakini, dipuja, di sembah oleh manusia sebagai yang Mahakuasa, Mahaperkasa. Dua kata ‘tuan dan Tuhan’ mempunyai persamaan yang hakiki yaitu tempat mengabdi, lawan dari hamba, pemilik/Mahakuasa, yang empuya/Mahaperkasa. Maka sesungguhnya, memakai kata Tuhan ataupun Tuan makna dan maksud yang mau disampaikan adalah sama, bahwa Yesus adalah Tuhan. oleh sebab itu Yesus adalah Allah dan konsili Nicaea tidak pernah mengangkat Yesus jadi Tuhan. Ketuhanan/Ke-Allah-an Yesus bersumber dari kesaksian Alkitab. Meskipun demikian, jangan lupa bahwa Gereja Katolik tidak menyangkal kemanusiaan Yesus sebagai nabi dari Nazaret. Gereja Katolik mengakui kedua kodrat Yesus sebagai Allah dan manusia. So, sekarang teguhkan imanmu, abaikan angin lalu dan berita dari kabar burung yang mengatakan Yesus bukan Allah.



[1] https://biblehub.com/text/matthew/28-19.htm