Menggali kekayaan
para bapa Gereja, kita dihadapkan pada sebuah sumber yang sangat segar
berkaitan dengan iman kita. Bagaimana ditumbuhkan rasa memiliki pada Gereja,
ketika kanon Kitab Suci dan Credo belum terbentuk dalam bentuk komplit seperti
sekarang ini? Di samping permasalahan doktrinal yang berkaitan dengan isu
kesatuan Gereja, peran para bapa Gereja sangat penting sebagai ujung tombak
kesinambungan iman katolik pasca periode para rasul.
Satu cakrawala yang
hendak dibahas berkaitan dengan sensus ecclesiae yang muncul dalam tulisan-tulisan mereka. Dengan
dilatarbelakangi deskripsi figur dan motivasi pentingnya mempelajari para bapa
Gereja, paper ini akan menuntun kita untuk membaca (terjemahan) teks yang
mereka tulis.
1 Para Bapa Gereja
1.1 Siapakah mereka?
Para bapa Gereja adalah sekelompok orang yang
memiliki relasi dengan para rasul atau setidak-tidaknya pernah memiliki kontak
dengan mereka. Tulisan-tulisan yang dihasilkan ada dalam bentuk surat dan
biasanya tertulis dalam bahasa yunani. Apakah yang diperjuangkan oleh para
penulis patristik ini?
° Menjelaskan kepada umat beriman kegungan karya keselamatan Allah di
dalam Yesus Kristus dengan uraian katekese yang jelas dan bahasa yang
sederhana.
° Mendorong
umat beriman untuk memiliki sikap ketaatan seorang anak kepada para pimpinan
gerejani
° Berusaha menjaga kawanan jemaat umat Allah dari bahaya heresi dan
skisma, yang mengancam kesatuan Gereja
Sejak abad IV, kata bapa mengarah kepada
pribadi-pribadi di masa lampau yang membela ortodoksi iman katolik, disiplin
gerejani dan terasah dalam menyampaikan dan menjelaskan doktrin dan iman
katolik, terutama para uskup dan di dalam konsili.
1.2 Kekhususan para bapa gereja
Ada empat hal yang
merupakan karakter khusus dari para bapa gereja ini.
° Pertama, doctrina
orthodoxa.
° Kedua, sanctitas
vitae.
° Ketiga, antiquitas.
° Keempat, approbatio ecclesiae.
° Jika salah satu dari ketiga unsur pertama
tidak terpenuhi, maka orang tersebut masuk dalam kategori penulis gerejani.
Beberapa tokoh mendapat gelar doktor gereja seperti Ambrosius, Agustinus,
Hieronimus, Gregorius agung di Gereja Barat, sementara Basilius agung,
Gregorius dari Nazianze dan Yohanes Krisostomus di Gereja Timur.
1.3 Mengapa mempelajari para bapa Gereja?
° Pertama, mereka adalah para saksi khusus dari
sebuah tradisi dan lebih dekat dengan peristiwa historis Yesus Kristus dan para
rasul serta menerima panggilan khusus untuk menghidupi masa muda Gereja.
° Kedua, periode para bapa gereja masuk dalam
tahap penataan gereja. Mereka memperoleh tugas dan tanggung jawab untuk
menyusun dasar-dasar fondasi kehidupan menggereja seperti penyusunan credo dan
penetapan kanon kitab suci.
° Ketiga, mereka adalah para saksi dan penjamin
tradisi katolik yang autentik. Oleh sebab itu, wewenang mereka berkaitan dengan
problematika teologi tetap dan akan selalu besar.
° Keempat, mereka telah mewariskan kepada kita
sebuah metode teologis, yang dihidupi dalam kesatuan antara theroia dan praxis.
2 Konteks Gereja purba
Pada bagian ini akan diuraikan sekilas tentang
konteks gereja purba untuk memperoleh gambaran latar belakang yang mempengaruhi
sikap dasar sensus ecclesiae para
bapa Gereja. Bagian lebih lengkap bisa dipelajari pada studi tentang sejarah
Gereja.
° Sebagai sebuah organisasi, agama katolik kerap dihadapkan sebagai musuh
negara dan harus diburu semua pengikutnya.
° Sebagai sebuah agama monoteis, agama katolik berselisih paham dengan
berbagai keyakinan dan keagamaan politeis.
° Sebagai agama berkarakter mesianik, yang melihat di dalam diri Yesus
kristus sebuah kepenuhan perwahyuan ilahi, tidak mengherankan bila yudaisme
sangat menentang!
° Sebagai sebuah kebenaran yang diwahyukan, agama katolik pun berhadapan
dengan filsafat pagan, dalam hal ini terutama filsafat yunani.
Di abad kedua, tema kebenaran mulai muncul di
antara para filsuf pagan. Merekapun beramai-ramai membuat diskursus untuk
menyerang ajaran-ajaran agama katolik. Misalnya, diskursus dari Markus Cornelis
Fronto dari Cirta (+166/170, penulis dan orator romawi); Kaisar Imperator Caesar Marcus Aurelius
Antoninus Augustus (+180, dia adalah kaisar,
filsuf dan penulis romawi);Luciano dari Samosata (+180/192,
penulis dan rektor yunani kuno yang berasal dari Siria) dan Celsus (filsuf
yunani dan romawi kuno berinspirasi platonis dan menurut beberapa sumber juga
mengikuti ajaran epikuros). Celsus berpendapat bahwa umat katolik itu diejek
karena ikatan kasih persaudaraan diantara mereka dan pandangannya yang
menomorduakan kematian. Relasi semakin diperpanas dengan yudaisme yang melihat
agama katolik sebagai agama kepenuhan
dan kesinambungan dari nubuat-nubuat Perjanjian Lama, sementara agama yahudi
dilihat sebagai agama induk.
Tugas utama para apologet adalah menolak
tuduhan-tuduhan yang beredar secara legal maupun desas-desus yang hidup di
tengah-tengah umat. Penolakan ini ada dalam bentuk diskursus atau dialog
ilmiah. Dalam penjelasan tersebut, para apologet memiliki kewajiban untuk
menjelaskan nilai-nilai iman katolik di hadapan filsafat melalui dua jalan,
yaitu dengan menunjukkan mortalitas dan absurditas keyakinan agama mereka yang
tidak bersumber dari Yesus Kristus serta ketidaksempurnaan filsafat mereka di
hadapan perwahyuan kebenaran yang termaktub di dalam Yesus Kristus. Namun perlu
diingat, bahwa para apologet tersebut sangat terbatas. Ada juga yang partisipan
terhadap ajaran gereja, padahal de facto
mereka adalah filsuf pagan.
3 Menggagas Sensus ecclesiae dalam tulisan-tulisan para bapa Gereja
3.1 Clemens dari Roma
Adalah uskup dan paus keempat di Gereja katolik
Roma dari 92-97. Dengan surat-surat yang dikirimkan dari Roma kepada jemaat di
Korintus, kita melihat satu intervensi dari Gereja Roma di sana. Dalam hal ini,
Clemens menjelaskan di bagian awal tentang posisi kedudukannya sebagai
pendamping jemaat dalam kepemimpinan penuh kasih serta peran khususnya di dalam
Gereja dan pelayanan yang dia lakukan. Ada posisi khusus yang dimiliki oleh
Gereja katolik di Roma dibandingan dengan komunitas-komunitas Gereja katolik di
tempat lain. Ada sebuah hak untuk mengintervensi permasalahan-permasalahan yang
terjadi di komunitas lain.
Dia menuliskan ini di bagian awal, untuk memancing
sebuah diskursus tentang suksesi apostolik dan situasi persaudaraan di dalam
komunitas gerejani yang terancam oleh ketiadaan kesatuan hati. Dalam surat ini,
Clemens menulis bahwa
segala sesuatu berasal dari keteraturan
kehendak Allah. Dialah yang mengirimkan para rasul dan dari mereka, kita
memperoleh para pemimpin komunitas (bdk. 1Kor 42,1).
Kemudian pada suratnya yang kedua, dia menegaskan prinsip dasar Gereja bahwa kita semua
seperti anggota dari tubuh yang satu dan sama. Maka, tubuh mistik Kristus
adalah Gereja (2Kor 14.36-39). Oleh sebab itu, komunitas tidak berhak untuk
mengganti para imam mereka, karena mereka tidak memiliki wewenang dan karena
para imam itu menerima penumpangan tangan dari suksesi apostolik, maka mereka berkarya
menurut isi pewartaan Yesus.
3.2 Ignasius dari Antiokhia
Ignasius memahami Gereja sebagai keseluruhan umat
beriman bersama dengan dunia seluruhnya. Maka, dimana ada uskup, di sana ada komunitas. Dimana ada Yesus, di sana ada
Gereja katolik (bdk. Smirna, 8).
Dalam pola ini sudah bisa ditebak keberadaan tiga level hirarki: uskup sebagai
pusat rujukan segala doktrin, disiplin gerejani dan liturgi (Yesus), imam (para
rasul) dan diakon (perintah Allah).
Gereja yang hendak digambarkan oleh Ignasius
adalah sebuah keseluruhan umat beriman. Untuk pertama kalinya Gereja memperoleh
definisi demikian, berangkat dari pemikiran Ignasius. Maka, di sini diungkapkan
wewenang khusus dari Gereja romawi, yang menawarkan hirarki tripartitus (Uskup, Imam, Diakon), yang berkarakter
mengikat pemikiran semua umat beriman, yaitu Yesus Kristus, Uskup dan Gereja.
Tanpauskup, imam dan
diakontidak bisa berbicaratentangGereja. Olehsebabitu,
barangsiapamenjalankansebuah tugas tanpauskup, kolegium para imam dan diakon,
diatidakbertindakdengankesadarannurani yang murni.
Dengan demikian,
Gereja Katolik itu berbeda dari yudaisme karena konsekuensinya adalah mengikuti
jejak Kristus, hidup dalam Kristus, hidup di hadapan Allah dan seturut kehendak
Allah.
3.3 Ireneus dari Lyon
Prinsip-prinsip dasar iman ditemukan di dalam
credo para rasul dan dijaga oleh Gereja melalui suksesi para uskup. Di sinilah
ditemukan rujukan dasar-dasar iman yang benar. Maka, jika ada orang ingin
mencari ketepatan tradisi, dia harus mencari dalam gereja-gereja yang didirikan
oleh para rasul. Kesinambungan
yang tidak terputus sejak zaman para rasul menjamin kebenaran dari pengajaran
mereka. Dengan demikian, prinsip-prinsip iman yang mereka ajarkan berkarakter
apostolik.
3.3.1 Ireneus dari Lyon, Contro le eresie, 3,1-3: Keuskupan Roma dan komunitas Roma
Tradisi
para rasultersebar di seluruhdunia, dapatditemui di setiapGerejaolehmereka yang
inginmelihatkebenaran. Kepadakita, sangatmungkinmembuatsebuahdaftar para uskup
yang menerimatahbisandari para rasulhinggahariini. [...]
Namunkitadapatdibingungkanolehmereka yang karenaberbagaimotivasi, karenakebanggaan,
karenakesombongan, karenakebutaan pada kesalahah,
harusmengharmonisasikandiridenganGereja universal, yaituumatAllah dimana pun
berada. Di dalam mereka terpelihara tradisi-tradisi yang
berasal dari para rasul.
Para rasul yang berbahagia, yang
mendirikan dan membangun Gereja-Gereja ini, mempercayakannya kepada Linus di
tahta petrus untuk menggembalakannya. Linus kemudian dikenang juga oleh Paulus
dalam surat kepada Timoteus. AnakletusmeneruskanwarisanLinus, kemudianadaKlemens, yang juga telahmengenal
para rasul dan berbicaradenganmereka. Ketikakotbah-kotbahmerekaberkumandang,
merekamemilikitradisi yang masihmerekabawa dan merekaterimadari para rasul. Di
bawahpenggembalaanKlemesn, adasebuahkekacauan yang tidakkecildiantara para
saudara di korintus. Olehsebabitu, Gereja di Roma menulissurat yang
sangatmeneguhkankepadaGereja di Korintus, untukmenyerukandamai,
menemukanakarimanmereka dan memegangtradisi yang telahmerekaterimadari para
rasul.
3.3.2 Ireneus dari Lyon, Contro le eresie, 5, 20,1: Terang Allah hanya disampaikan melalui Gereja
“Jalan-jalan dari mereka yang berada di
dalam Gereja mengalir ke seluruh dunia, karena tradisi para rasul itu
sungguh-sungguh benar dan solid. Tradisi ini menunjukkan dengan jelas kepada
kita semua bahwa hanya ada satu saja iman bagi mereka yang percaya kepada satu
Allah Bapa, yang percaya di dalam ekonomi keselamatan Putra Allah dan mengakui
rahmat Roh Kudus, yang menjaga hukum-hukum yang serupa, yang memelihara
konstitusi gerejawi yang sama, yang menantikan kedatangan Tuhan yang sama.
Mereka menantikan keselamatan semua orang. Maka, benar dan solid lah pengajaran
Gereja, yang terbuka dan membuka bagi seluruh dunia hanya satu jalan
keselamatan. Kepada Gereja telah dipercayakan terang ilahi dan oleh sebab itu,
Kebijaksanaan Ilahi, yang menyelamatkan semua orangm melambungkan madah di
jalan-jalan, di lapangan-lapangan ia memperdengarkan suaranya, di atas
tembok-tembok ia berseru-seru, di depan pintu-pintu gerbang kota ia mengucapkan
kata-katanya (Ams 1,20). Dengan demikian, Gereja mewartakan kebenaran
dimana-mana. Gereja adalah sebuah dian bercabang tujuh yang memancarkan sinar
Kristus.”
3.3.3 Ireneus dari Lyon, Contro le eresie, 4,33.7-8: Gereja adalah tanda khas tubuh Kristus
“Iaakanmenghakimi
juga para penciptaskisma. Merekatidakmemiliki cinta kepadaAllah dan
mencarikehendaknyasendiri, bukankesatuanGereja. Karenasebuahalasan yang
kecilatauapa saja, merekamembelah dan memecahtubuhKristus yang mulia dan agung,
dan sejauhdiberikankepadamereka, merekamembunuhnya. Merekaberbicaratentangdamai,
tetapimelakukanperang. Merekamenyelipkanseekornyamuk, tetapimenelanseekor unta.
Taksatupundarireformasimerekaitusebandingdengankehancuran yang
ditimbulkankarenaskisma.
Iaakanmenghakimisemuaorang
yang berada di luarkebenaran, yaitumereka yang berada di luargereja.
Tetapiiatidakdihakimiolehsiapapun. Siapapun yang beradabersamaDiatetapakankokoh
dan taktergoyahkan. [...] dan inilah gnosis yang benar: doktrin pararasul,
semuapengajarangereja di dalamduniaseluruhnya, tanda khastubuhKristus,
dijaminolehkesinambungan para uskup dan oleh para
uskupdisampaikankepadasetiapGereja.
Barangsiapabersekutudengankitaditandaioleh:
kesetiaandalammenjagaKitabSuci, penjelasan yang
menyeluruhtanpapenambahan dan pengurangan, pembacaannya yang bebas
daritipudaya, penjelasannyameyakinkan, benar, harmonis, bebas daribahaya dan
penghujatan.
3.3.4 Ireneus dari Lyon, Adversus Haereses, 3,3,2 (218): Sentralitas Gereja
Gerejaini,
denganberlandaskan pada situasiawalnya yang cemerlang, yang
selalusejalandengansetiapgereja, yaitu para umatberiman yang
datangdarisegalapenjuru, di dalamGerejainilahselaludipeliharatradisi yang
berasaldari para rasul.
3.4 Cyprianus dari Kartago
Kehadiran Roh kudus hanya dalam persekutuan di
dalam Gereja, yang dijamin oleh hirarki gerejawi berdasar pada wewenang satu
uskup yang valid. Maka, di dalam Gereja yang nampak, harus ada persekutuan
uskup, imam dan umat beriman. Dalam buku de
cattolicae ecclesiae unitate, Ciprianus menulis bahwa “hanya ada satu
Kristus, hanya ada satu Gereja-Nya, hanya ada satu iman dan satu jemaat umat
Allah. Di luar ini tidak mungkin ada keselamatan. Maka, habere non potest deum patrem, qui ecclesiam non habet matrem (tidak mungkin memiliki Allah sebagai
Bapa, jika tidak memiliki Gereja sebagai Ibu). Perwujudan dari Gereja lokal ini
termaktub di dalam diri uskup, para penerus rasul, sedangkan perwujudan Gereja
universal berada di dalam kolegium para uskup.
Dalam pemahaman Ciprianus ini, barang siapa tidak
bersekutu dengan uskup, dia tidak berada di dalam Gereja. Para uskup sendiri
tidak berdiri sendiri-sendiri, melainkan bersekutu dan membentuk sebuah
kolegium dengan Petrus yang menjaga kesatuan dalam primasi yurisdiksi. Namun,
wewenang Petrus yang menerima mandat berdasar Mat 16,18 bukanlah wewenang
mutlak, melainkan sebuah wewenang primus
inter pares, sebuah wewenang diantara wewenang yang lain yang menjaga
kesatuan diantara para uskup. Dalam cakrawala ini, Ciprianus melihat salus extra ecclesiam non est, yaitu
perlunya rasa memiliki pada Gereja sebagai jalan keselamatan.
3.4.1 Cipriano di Kartago, L’unità della Chiesa cattolica, 4-5: kesatuan Gereja yang termaktub dalam wewenang Petrus dan para rasul, yang diteruskan kepada para uskup, merujuk pada kesatuan Kristus.
Jika hanya ada satu yang mendirikan
Gereja, maka semua para rasul, setelah kebangkitan, dianugerahi wewenang yang
sama: Seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga Aku sekarang mengutus kamu.
Terimalah Roh kudus. Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan
jia kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada (Yoh 20,21-23).
Untuk mewujudkan kesatuan ini, Dia mendirikan satu gereja saja dan menempatkan
dengan sabdanya, sebuah wewenang bahwa prinsip dari kesatuan ini berasal dari
satu hal saja. Apa yang merupakan wewenang Petrus, tentu juga merupakan
wewenang para rasul yang lain. Semuanya turut berpartisipasi di dalamnya. Hal
ini mau menunjukkan bahwa iman kepada kristus itu tetap satu saja. [...]
Barangsiapa tidak memelihara kesatuan Gereja, mungkinkah dia yakin untuk
memelihara imannya? Barangsiapa melawan dan menentang Gereja, mungkinkah dia
yakin menjadi bagian dari Gereja? [...]
Kesatuan ini harus kita jaga dan kita
bela, terutama kita para uskup, di dalam Gereja dimana kita berada. Dengan
demikian kita menunjukkan bahwa wewenang keuskupan kita itu satu dan tidak
terbagi. Tak seorangpun boleh menipu sesama saudara dengan kebohongan dan tak
seorangpun boleh memecahbelah iman mereka dalam kebenaran dengan kedurhakaan! Keuskupanitusatu,
danmasing-masinguskupmemilikibagiannyamasing-masing, tetapi in solido.Demikian juga Gerejaitusatu dan
menyebarsangatluasseperticahayamatahari, tetapiterangitusatu.
Ranting-rantingpohonadabanyaksekali, tetapihanyasatubatang yang tertanam di
tanah dan terikat pada akarnya. […] Darirahimnyakitalahir, dari air
susunyakitamenerimamakanan dan darirohnyakitadihidupkan.
3.4.2 Cyprianus dariKartago, L’unità della Chiesa cattolica, 6-7. Kesatuan dengan gereja menunjukkan kesatuan di dalam hukum Allah
“Habere non potest Deum patrem qui
Ecclesiam non habet matrem. Allahbersabda:
Aku dan Bapaadalahsatu (Yoh 10,30). Demikian juga tertulisbahwaAllahBapa dan
AllahPutra dan AllahRohKudusadalahsatu (bdk. 1Yoh 5,7). Nah,
dapatkahseseorangyakin bisa memecahkesatuan di dalamGereja, yang
berasaldarihukumilahi dan terkaitdenganmisterisurgawi? Dapatkahseseorangmemecahbelahnya
dan menentangkehendaknya?
Barangsiapatidakmenjagakesatuanini,
diatidakberada di dalamhukumAllah dan tidakberimankepadaBapa dan Putra, dan
tidakmemilikikehidupan dan keselamatan.Misterikesatuanini, ikatankerukunan yang
sempurnainitelahditunjukkan di dalamInjil, dimana berbicaratentangjubahKristus
yang tidakterbagi. Jubahini pada akhirnyatidakdibagi-bagikan, tetapidiundikan,
sehinggabarangsiapamengenakanjubahKristus, diamenerimajubah yang utuh dan
memilikinyadalambentuk yang tidakterbagi. [...] Tidak bisa
memilikijubahKristus, mereka yang memecahbelah dan
memisahkanGerejadariKristus.”
3.5 Fulgenzio dari Ruspe
3.5.1 Fulgenzio dari Ruspe, Regola della vera fede, 3,41-42: persekutuan dengan Gereja mengandaikan keselamatan kekal.
Penyelamat kita bersabda: Jika
seseorang tidak dilahirkan kembali dalam air dan roh, dia tidak dapat masuk ke
dalam Kerajaan Allah (Yoh 3,5). Tak seorangpun, tanpa sakramen pembabtisan,
dapat masuk ke dalam kerajaan surga dan kehidupan kekal. Jika seseorang
menerima Pembabtisan Dalam Nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus di dalam salah
satu gereja skismatik atau heretik, dia menerima sakramen yang sah, tetapi
belum memiliki keselamatan kekal, yang merupakan keutamaan dari sakramen. Dalam
hal ini, dia harus kembali ke Gereja, bukan untuk mengulangi sakramen
pembabtisan lagi, melainkan untuk menerima di dalam komunitas katolik sebuah
kehidupan kekal, yang tidak dapat diterima oleh siapapun jika dia tetap berada
jauh dari Gereja katolik. Meskipun dia melakukan banyak tindak cinta kasih dan
menumpahkan darah demi nama Kristus, dia tidak akan memilki keselamatan kekal,
karena di dalam kehidupan ini dia tidak bersekutu dengan Gereja katolik.
Pembabtisan bisa saja dilaksanakan di luar Gereja, tetapi tidak memiliki
keutamaan jika tidak berada di dalam Gereja.
Dengan demikian, hanya di dalam Gereja
katolik terdapat rahmat pembabtisan, karya kasih dan pengampunan di dalam nama
Kristus. Ini terjadi jika orang tersebut hidup dengan baik! [...] Hal ini mau
menekankan juga, bahwa kehidupan kekal tidak diperoleh di dalam Gereja katolik
hanya melalui pembabtisan saja, tetapi perlu juga hidup dengan baik.
3.5.2 Fulgenzio dari Ruspe, Regola della vera fede, 43: yang baik dan yang jahat di dalam Gereja
Sebuah hal yang sangat pasti dan tidak
diragukan lagi bahwa Gereja merupakan tampah Allah, dan di dalamnya hingga
sepanjang segala abad, sekam tecampur dengan gandum. Maksudnya, orang-orang
fasik dan orang-orang-orang benar bercampur dalam sebuah persekutuan sakramen;
dan di dalam berbagai status kehidupan, baik imam, religius dan awam, mereka
selalu ada bersama-sama. Tidak boleh kita mengabaikan orang benar demi orang
fasik, tetapi harus menopang orang fasik demi orang baik, sejauh membutuhkan
iman dan kasih. Maksudnya, jika mereka tidak menyebarkan di dalam Gereja benih-benih
ketidaktaatan, dan jika tidak mencemarkan kefasikan kepada yang sesama saudara
yang baik lewat contoh-contoh yang mematikan. Tak seorang pun, di dalam Gereja
katolik, memiliki iman yang sejati dan kehidupan yang baik, dapat dicemari oleh
dosa orang lain, jika dia tidak memberikan konsensus kepada mereka. Sungguh
berguna bahwa di dalam Gereja, orang fasik ditoleransi oleh orang benar.Sambil
melihat kehidupan yang baik dari orang-orang benar dan mendengar
nasehat-nasehat mereka, semoga orang fasik membuang kefasikan mereka dan gentar
pada pengadilan Allah yang akan menghakimi mereka karena karya-karya mereka
yang bertentangan. Dengan demikian, semoga dengan rahmat Allah, mereka menjadi
malu dari kefasikan mereka dan bertobat ke jalan kehidupan yang benar karena
belas kasih-Nya.
3.6 Yohanes Krisostomus
Yohanes Krisostomus, Omelie sulla
lettera agli Ebrei, 34,1: Harus taat kepada pemimpin yang jahat sekalipun!
Kelemahan dalam ketiadaan otoritas selalu
merugikan dan menjadi penyebab dari peristiwa yang menyedihkan. Inilah prinsip
ketidakteraturan dan kebingungan. Terutama di Gereja, situasi ini sangat
merusak, demikian juga wewenang yang mengaturnya memiliki kerusakan yang lebih
besar dan lebih dahsyat. Jika engkau mengambil seorang dirigen dalam koor,
engkau tidak akan memiliki ritme dan keharmonisan. Jika engkau mengambil
pemimpin dari sebuah barisan, engkau tidak akan memilki keteraturan dan
ketepatan dalam barisan. Jika engkau mengambil nahkoda dari kapal, maka engkau
akan menenggelamkannya. Demikian juga jika engkau ambil seorang gembala dari
kawanan umat, engkau menjadikan kawanan itu kacau balau dan hancur berantakan.
Maka, ketiadaan otoritas adalah sebuah
aib dan menyebabkan kekacauan. Tetapi, ini adalah sebuah situasi yang serupa
buruknya dengan ketidaktaatan pada otoritas. Masyarakat yang tidak tunduk pada
otoritas itu serupa dengan mereka yang tidak memiliki pemimpin. Bahkan bisa
lebih buruk lagi. Kelompok tanpa pemimpin, jika jatuh dalam kekacaubalauan,
akan menerima indulgenzi karena kekacauan tersebut, sedangkan yang lain, meski
memiliki otoritas tetapi tidak taat, akan dihukum. Namun, ada bentuk ketiga
dari ketidakbaikan: ketika ditemui seorang pemimpin yang jahat. Saya tahu,
bahwa ini bukan kejahatan yang kecil, tetapi bisa lebih jahat dari ketiadaan
otoritas. Memang, adalah lebih baik tidak dipimpin oleh siapapun, daripada
dipimpin oleh kejahatan!
Paulus menulis: Taatilah
pemimpin-pemimpinmu dan tunduklah kepada mereka, (Ibr 13,17) kemudian, Ingatlah
akan pemipin-pemimpin kamu, yang telah menyampaikan firman Allah kepadamu.
Perhatikanlah akhir hidup mereka dan contohlah iman mereka (Ibr 13,7).
Bagaimana ini harus dipahami? Bagaimana bisa kita harus taat kepada pemipin,
jika dia jahat? Apa yang kau pahami tentang kejahatan? Jika yang kau maksudkan
itu berkaitan dengan iman, larilah dari padanya dan hindarilah dia, meskipun
dia adalah malaikat yang turun dari surga! Namun, jika dia itu jahat di dalam
hidupnya, janganlah terlalu memperhatikannya. Nasehat ini bukanlah dari saya,
melainkan tertulis dalam Kitab Suci (Mat 23,2-12). Mereka memiliki otoritas,
tetapi kehidupan mereka tidak murni. Kamu janganlah mencontoh kehidupan mereka,
tetapi perkataan mereka. Mengapa? Karena kondisi mereka itu jelas bagi semua,
dan tak seorang pun dari mereka, meski berada di puncak kejahatan, tidak
mengajarkan sekalipun hal-hal yang jahat. Tetapi dalam cakrawala iman, kondisi
ini tidak jelas bagi semua. Barang siapa jahat, tidak akan malu mengajarkan
kesalahan.
3.7 Agustinus
Agostino, Le Lettere, I, 108,
17.20 (kepada Macrobius): nasehat demi kesatuan Gereja.
“Terancamlah kesatuan, sehingga suami
pergi ke sebuah gereja dan istri di gereja yang lain. Dan diapun berkata:
peliharalah persatuan dengan-ku, karena aku adalah suamimu dan yang lain
menjawab: aku, sebaliknya ingin tetap tinggal di dalam persekutuan dengan
bapaku. Dengan cara
sepertiini, kitamemecahbelahKristus di atas ranjang yang sama.
Dengankebenciankitamembagitempattidur. Terancamlahkesatuan, ketikasanaksaudara,
sesamawarga, sahabat, bahkan para tamu dan siapa saja yang bersekutudenganoranglainolehikatanrelasimanusiawi,
umatkristiani yang satu dan sama, akansetujudan sepakatketikaberbicaratentangperjamuan,
tentangperkawinan, tentangmembeli dan menjual; merekapercaya pada perjanjian
dan kesepakatan, dalammemberisalam, dalammenutupsebuahperjanjian,
dalampermbincangan, dalamseluruhkegiatan dan pekerjaan, ... namunberselisih di
depan altar Allah. Dimana di siniharusberakhirperpecahan,
meskiberatpermasalahan dan apapunpenyebabnya, di
sinilahmerekaseharusnyasalingberdamaidengansesamasaudara dan bersama-sama
mempersembahkananugerah-anugerah yang merekaterimakehadapan altar. Namun sungguh-sungguh di sini tercipta perpecahan, sementara di tempat
lain kesatuan. Saudaraku terkasih, marilah kita menerima damai Kristus dan
menjaganya bersama-sama. Dalam ukuran Allah memberikan kepada kita rahmat-nya,
marilah kita belajar untuk menjadi baik. Selamatkanlah persatuan, dengan saling
melayani melalui berbagai peratutan. Marilah kita bersama-sama menuntun mereka
yang keliru pada jalan yang benar. Demi cinta kasih pada kesatuan, marilah kita
menghormati dengan segala kesabaran yang mungkin. Marilah kita hindarkan,
seperti diperingatkan Kristus kepada kita, membuang biji gandum juga bersamaan
dengan membuang alang-alang sebelum waktunya.”
3.8 Eusebio dari Cesarea
3.8.1 Eusebio, Storia ecclesiastica, 4,23: Uskup Dionisius dari Korintus memuji karitas dan kemurahan hati Gereja di Roma
Saya harus berbicara sekarang tentang
Dionisius, yang sedang menjabat sebagai Uskup di Gereja Korintus, yang
memperlebar semangat kekudusannya tidak hanya kepada mereka yang dipercayakan
kepadanya di dalam keuskupannya, tetapi juga di daerah-daerah yang lain...
kepadanya telah dikirimkan sebuah surat kepada jemaat Roma, yang tertuju kepada
Uskup Soterus (paus selama 8 tahun antara 166-175). Dalam surat tersebut dia
memuji kebiasaan orang-orang roma selama masa penganiayaan jemaat kristiani.
Dia menuliskan demikian, “sejak awal mula telah menjadi kebiasaan kalian untuk
membantu para sesama saudara yang membutuhkan di berbagai Gereja dan di
berbagai kota. Dalam hal ini, anda telah memperhatikan para kebutuhan para
saudara yang berkekurangan dan hidupnya di terpinggirkan. Sungguh-sungguh
karena bantuan tersebut yang terus menerus anda kirimkan, anda sebagai orang
roma telah memelihara tradisi kuno yang kalian wariskan secara turun-temurun.
Sosterus, uskup kalian yang mulia, tidak hanya memelihara waristan tersebut,
tapi juga telah mengembangkannya seperti seorang ayah yang sungguh-sungguh
mencintai anak-anaknya”.
Dalam surat yang sama, Uskup Dionisius
juga mengenang surat Uskup Clemens kepada jemaat di Korintus, dengan menyatakan
juga bahwa surat yang dia tulis pun dibacakan di dalam Gereja. Inilah yang
ditulisnya, “hari ini kita merayakan hari Tuhan, kami membaca surat yang anda
kirimkan, dan akan kami lanjutkan terus membacanya, sebagaimana kebiasaan kami
ketika menerima surat dari uskup Clemens”.
3.8.2 Eusebio, Storia ecclesiastica, 5,22-24: perbincangan tentang Paska antara Uskup di Roma dan Uskup dari Asia
Sedang bergejolak di masa itu (sekitar
tahun 189 pada pemerintahan Kaisa Commodo), sebuah kontroversi yang tidak
ringan di dalam Gereja. Permasalahan pokoknya adalah bahwa Gereja-Gerjadi Asia
kecil, berdasarkan tradisi sangat kuno, merayakan paska pada hari pertama hari
roti tak beragi, hari ke-14 bulan purnama, ketika menurut tatanan yahudi
dikurankan anak domba dan bahwa pada hari itu juga, puasa mencapai batas akhir.
Namun sebaliknya, Gereja-gereja di tempat lain tidak mengikuti tradisi kuno ini
dan berdasar pada sebuah tradisi apostolik hingga sekarang, tetap dipegang
kebiasaan untuk tidak menghentikan puasa jika tidak pada hari kebangkitan
Tuhan. Maka, berkaitan dengan permasalahan ini, berkumpullah sinode dan
asemblea para uskup dan dalam kesatuan hati semuanya menyatakan bahwa tidak
boleh merayakan misteri kebangkitan Tuhan di hari lain selain hari minggu dan
hanya pada hari ini sajalah hukum puasa tidak berlaku.
Masih disimpan hingga hari ini surat
dari para uskup di Palestina yang berkumpul di bawah penggembalaan Teofilus,
Uiskup di Cesarea dan Narcisus, uskup di Yerusalem. Surat dari para uskup yang
berkumpul di Roma berkaitan dengan problematika ini juga tersimpan dengan tanda
tangan Uskup Viktor. Surat dari para uskup Ponto (uskup tertua) yang berada di
Palma juga masih ada di sini. Surat dari komunitas di Gallia, dimana Ireneus
adalah Uskupnya tersimpan dengan baik. Masih ada juga surat dari para uskup di
Osroene dan dari kota-kota di sekitarnya, secara khusus dari Bacchillo, uskup
di Korintus, dan banyak surat yang lain. Semua menyatakan opini yang serupa,
mengambil keputusan yang sama dan memberikan bobot yang sama. Apa peraturan
yang mereka putuskan secara bulat, telah diungkapkan. [...]
Para uskup di Asia, yang mendukung
kesetiaan pada tradisi yang mereka warisi dan di bawah penggembalaan
Policratus, menulis surat kepada Viktor dan Gereja di Roma, menjabarkan tradisi
yang mereka terima begini: “Kami merayakan hari paska yang benar, dan tidak
kita menambahi atau mengurangi sesuatupun dari tradisi. [...] Para orang kudus
yang dimakamkan di sini [Filipus beserta kedua anaknya Yohanes, Polikarpus
(martir dan Uskup di Smirna), Trasea (martir dan uskup di Eumenia)], merayakan
paska pada hari keempatbelas tanpa mengubah peraturan. Demikian juga saya, Policratus, yang terkecil
diantara anda semua, saya memgang tradisi dari para orang tua dan dari para
pendahulu saya. Ada tujuh uskup yang sudah mendahului saya. Mereka selalu
merayakan paska pada hari dimana umat yahudi berpuasa dari roti beragi. Saya
sudah enampuluh lima tahun di dalam Tuhan. Saya selalu berkomunikasi dengan
sesama saudara di seluruh dunia. Saya membaca seluruh Kitab Suci. Saya tidak
akan takut oleh ancaman. Seseorang yang lebih besar dari pada saya menulis:
Taatilah pertama-tama Allah dari pada manusia
(Kis 5,29).
Oleh sebab
itu, para uskup yang hadir dalam pembentukan surat ini, kami sama-sama sehati
dan sejiwa [...] mereka menyetujui surat saya, dengan menyadari bahwa saya
tidak akan memperjuangkan sesuatu yang sia-sia dan saya selalu hidup di dalam
Tuhan”.
Ketika
menjawab surat ini, pemimpin Gereja di Roma, Viktor, bermaksud memisahkan diri
secara langsung dari persekutuan gerejawi dari semua komunitas di Asia dan
Gereja-gereja di sekitarnya, melalui sebuah surat ancaman terbuka bahwa semua
umat beriman di daerah itu akan mendapat ekskomunikasi. Namun, hal ini tidak
menyenangkan semua uskup dan banyak
diantara mereka menasehatinya supaya memiliki semangat damai, persekutuan dan
cinta kasih pada sesama. Masih di simpan di sini beberapa surat reaksi dari
para uskup tersebut yang sangat keras dan mengecutkan hati Viktor, Uskup Roma.
Diantara mereka ada Ireneus, yang menulis surat atas nama saudara-saudara di
Gallia. Dia setuju bahwa harus dirayakan misteri kebangkitan pada hari minggu
saja, namun dia juga menganjurkan Viktor agar tidak mengekskomunikasi seluruh
Gereja Umat Allah yang terus menghidupi warisan yang mereka terima. Diantara
beberapa nasehat, Ireneus menuliskan: kontroversi ini tidak hanya menyangkut
soal hari, tapi juga bentuk dari puasa tersebut (berkaitan dengan puasa ketat
yang mendahului pesta Paska, dan bukan saat pra paska). Beberapa menyatakan
bahwa harus berpuasa sehari sebelum paska, yang lain dua, yang lain berbeda
harinya lagi, sementara yang lan harus berpuasa empat puluh jam siang malam
tanpa henti hingga hari ini. Kebisaan ini tidak muncul di tengah-tengah kita,
namun sudah sejak lama dilakukan juga oleh para pendahulu kita. Mereka, tidak
cukup cerdas mungkin, mewariskan kepada anak cucuk sebuah tradisi karena
ketidaktahuan mereka. Namun, mereka hidup dalam damai dan hingga sekarang kita
hidup dalam damai diantara kita: perbedaan praktek puasa meneguhkan kesatuan
iman.”
Melihat
ini semua, saya perlu menyampaikan sebuah pertimbangan yang sangat penting:
para imam dan uskup di Roma, sebelum Sosterus menggembalakan Gereja, ada
Anicetus dan Pius, Igino dan Telesforo dan Sixtus, tak satupun dari mereka
menggunakan tradisi dari Asia atau memaksakan kebiasaan itu pada umatnya. Namun
demikian, mereka tetap tinggal dalam damai dengan umat yang berasal dari gereja
lain yang mempraktekkan tradisi tersebut. Demikian juga ketika Beato Policarpus
datang ke Roma pada saat Anicetus, karena sedikit perbedaan pandangan,
merekapun segera menyampaikan salam damai dengan berpelukan dan tentang argumen
ini tidak banyak dibicarakan. Memang, Anicetus tidak bisa membujuk Polikarpus
untuk mengabaikan tradisi yang sudah dihidupinya bersama dengan Yohanes, murid
Kristus dan para rasul lain. Demikian juga Polikarpus tidak membujuk Anicetus
yang merasa harus mempertahankan kebiasaan dari para imam dan pendahulunya.
Meskipun perbedaan tetap ada, mereka tetap tinggal dalam persekutuan, dan
Anicetus, sbagai penghormatan kepada Policarpus, memberikan kesempatan
kepadanya untuk merayakan Ekaristi di Gereja di Roma. Pada akhirnya mereka berpisah
dalam damai. Di seluruh Gereja, damai meraja, baik mereka yang mengikuti maupun
tidak mengikuti tradisi dari Gereja Asia.
3.9 Tertullianus
Konsep tentang Gereja yang dimilikinya sangat
berkarakter montanistik: ubi tres, ecclesia est, licet laici. Dimana ada tiga
orang berkumpul, di situ ada Gereja, meski hanya awam saja.
Gereja pada mulanya
hanya satu. Kesatuan ini termaktub dalam diri Petrus.
Primasi kuasa Petrus adalah mengikat dan melepaskan. Namun, kuasa ini hanya ada
pada Petrus, tidak diteruskan kepada para uskup yang lain.
Satu-satunya sumber
kebenaran dan iman, prinsip-prinsip dasar yang menjamin kebenaran iman adalah
apostolisitas Gereja, tradisi apostolik dan regula fidei.
Tertullianus memiliki
konsep Gereja trinitaris. Maksudnya, dimana Uskup, Imam dan Diakon berkumpul,
di sana ada Bapa, Putra dan Roh Kudus yang hadir. Dimana ada Gereja jayalah
hirarki ini. Inilah pandangan Tertullianus yang berkarakter montanis(bdk. de
babtismo 6,2 / de pudicitia 21,16 / Mt 18,12)
3.9.1 Tertullianus, La prescrizione contro gli eretici, 36: asal mula keapostolikan Gereja
Jika engkau ingin memuaskan rasa ingin
tahumu tentang kesehatanmu, cobalah mengevaluasinya melalui Gereja apostolik,
dimana hingga saat ini, tahta para rasul dipelihara. Di sinilah ditemukan
surat-surat asli dari para rasul, dimana masih menggema suara mereka dan kita
masih menghidupinya.
ApakahengkautinggaldekatAcaia?
Di sanaadaKorintus. Jikaengkautidakjauhdari Macedonia,
engkaubisapergikeFilipidanTesalonika.Jikaengkaupergike Asia, di sanaadaEfesus. Jikaengkayberada
di italia, ada Roma... jugakepada kami adawewenang para rasul.
Gereja di Roma ini adalah Gereja yang
sangat berbahagia! Sejak semula para rasul sendirilah yang telah memberikan
semua pengajaran melaluikemartiran. Ini adalah Gereja dimana Petrus mengalami
kematian sejajar dengan Yesus; dimana Paulus dimahkotai kemartiran seperti
YohanesPembabtis; dimana rasul Yohanes ditenggelamkan dalam minyak yang
mendidih dan keluar dari wajan minyak itu tanpa luka sedikitpun (berita dari
Tertullianus dan disebarkan oleh Hieronimus). Kita melihat apa yang Gereja
telah pelajari, apa yang menandai Gereja di Roma, dan kesaksian apa yang
diberikannya. Juga bersama dengan Gereja di Roma, Gereja di Afrika pun
memberikan kesaksian.
Baik, maka Gereja di Roma mengenal
hanya satu Allah, pencipta dunia dan akan Yesus Kristus, lahir dari Perawan
Maria, Putra Allah Sang Pencipta; dan kebangkitan badan. Gereja ini
mempersatukan hukum dan para nabi secara
terintegratif dalam Injil dan dalam surat-surat par rasul. Dari sini ditimba
imannya, memeteraikan dengan air (pembabtisan), mengenakan padanya dandanan Roh
Kudus, memeliharanya dengan roti ekaristi dan terus memompanya dengan
kemartiran dan menentang setiap lawan dari doktrin ini.
3.10 Hieronimus, Le lettere a papa Damaso, I, 15, 1-2: mengapa berkonsultasi pada katedral Petrus?
Dengan berbagai kekerasan yang berlangsung
berabad-abad, bangsa-bangsa di Timur terus menerus dan mencabik-cabik jubah
Tuhan yang ditentun dari atas ke bawah tanpa jahitan. Rubah menghancurkan kebun
anggur Kristus. Di tengah-tengah sumur air yang retak dan tanpa air, sangat
sulit untuk memahami dimana engkau akan menemukan sebuah mata air yang
termeterai, kebun yang tertutup oleh pagar, sebagaimana digambarkan oleh kidung
agung 4,12.
Oleh sebab itu, aku memutuskan untuk
berkonsultasi dengan katedral Petrus, dimana ditemukan iman yang terpancar dari
mulut para rasul. Sekarang aku datang untuk meminta nafkah bagi jiwaku, dimana
pada suatu saat aku menerima jubah Kristus (yaitu saat pembabtisan).
Sungguh, sayatidakmengikutitahta
yang lain selaintahta Petrus. Olehsebabitu, saya menempatkandiri pada persekutuandengankatedral Petrus.
Saya tahubahwadi atas batu (pietra) inididirikanGereja. Barangsiapamenikmatianakdomba
di luarrumahini, diaadalahkegelapan. Barangsipatidakberada di dalambahteraNuh,
diaakantenggelam pada saat air bah.
Pustaka
Aa.Vv., La teologia dei padri: testi
dei padri latini, greci orientali scelti e ordinati per temi, Vol. IV,
Città Nuova, Roma 1975
Altaner, M., Patrologia, Marietti, Torino
1977
Fiedrowicz, M., Teologia dei padri della
Chiesa: Fondamenti dell’antica riflessione cristiana sulla fede,
Queriniana, Brescia 2010
Pustaka dari Internet
http://www.intratext.com/
http://www.newadvent.org/fathers/
http://www.ccel.org/fathers.html
Diambil dari bahan Kuliah Alfonsus Widhi,SX
EmoticonEmoticon