Mengapa umat Kristen non-Katolik tidak boleh menerima komuni dalam Ekaristi?. (Foto/Pixabay.com). |
Tidak
asing bagi orang Katolik bahwa syarat seseorang agar boleh menerima komuni
harus dibaptis secara Katolik dan telah menerima komuni pertama. Tidak dapat
dipungkiri ada perayaan-perayaan tertentu yang juga dihadiri oleh umat
non-Katolik. Namun mereka tidak boleh menerima komuni pada perayaan Ekaristi.
Mengapa?. Selain alasan baptisan dan telah menerima komuni pertama, masih ada
alasan-alasan lain mengapa Kristen non-Katolik tidak boleh menerima komuni pada
perayaan Ekaristi.
Pertama, Kristen
non-Katolik menolak hosti dan anggur yang terlah dikonsekrasi sebagai
sunguh-sungguh Tubuh Kristus (bdk. Kanon 844). Kristen non-Katolik hanya
meyakininya sebagai lambang. Sementara Gereja Katolik meyakini bahwa hosti dan
anggur yang telah dikonsekrir sebagai sungguh-sungguh tubuh dan darah Kristus. …’Sebab apa yang telah kuteruskan
kepadamu, telah aku terima dari Tuhan, yaitu bahwa Tuhan Yesus, pada malam
waktu Ia diserahkan, mengambil roti dan sesudah itu Ia mengucap syukur atasnya;
Ia memecah-mecahkannya dan berkata: “Inilah tubuh-Ku, yang diserahkan bagi
kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku!” Demikian juga Ia mengambil
cawan, sesudah makan, lalu berkata: “Cawan ini adalah perjanjian baru yang
dimeteraikan oleh darah-Ku; perbuatlah ini, setiap kali kamu meminumnya,
menjadi peringatan akan Aku!” Sebab setiap kali kamu makan roti ini dan minum
cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang. Jadi barangsiapa
dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan, ia berdosa
terhadap tubuh dan darah Tuhan. Karena itu hendaklah tiap-tiap orang menguji
dirinya sendiri dan baru sesudah itu ia makan roti dan minum dari cawan itu.
Karena barangsiapa makan dan minum tanpa mengakui tubuh Tuhan, ia mendatangkan
hukuman atas dirinya (bdk. 1 Kor. 11:23-29). Oleh sebab itu, setiap umat
disatukan dengan Kristus dan seluruh umat beriman, di bawah satu gembala
penerus Rasul Petrus yakni Paus (bdk. Yoh. 21:15-19).
Kedua, Ketika Kristen non-Katolik
memisahkan diri dari Gereja Katolik, maka Sakramen Tahbisan atau Imamat
tercabut dari padanya. Dengan demikian persekutuan-persekutuan Gereja Reformasi
telah kehilangan hakikat misteri Ekaristi yang otentik dan penuh (bdk. KGK, 1400, UR 22). Walaupun Kristen
non-Katolik seringkali mengadakan perjamuan Kudus, namun makna dan nilai yang
terkandung di dalamnya hanyalah lambang. Oleh sebab itu, seluruh umat beriman
yang menerima Tubuh dan Darah Kristus mesti percaya dogma yang sama, yaitu kehadiran
Yesus secara nyata dalam setiap perayaan Ekaristi.
Ketiga,
Gereja Katolik meyakini bahwa Sakramen Ekaristi menuntuk orang pada
keselamatan. Oleh sebab itu, dalam keadaan darurat atau mendesak komuni dapat
diterima oleh umat Kristen non-Katolik. Namun ia harus yakin bahwa hosti dan
anggur yang telah dikonsekrir sungguh-sungguh tubuh dan darah Kristus. Hal itu
dilakukan jika berasal dari niat mereka untuk meminta atau memohon pastor untuk memberikan
Tubuh dan darah Kristus kepada mereka (Bdk.
KGK, 1401, CIC, can. 844 -4).
Keempat,
Katekismus Gereja Katolik (KGK) 1396. Kesatuan Tubuh Mistik: Ekaristi
membangun Gereja. Siapa yang menerima Ekaristi, disatukan lebih erat dengan
Kristus. Olehnya Kristus menyatukan dia dengan semua umat beriman yang lain
menjadi satu tubuh: Gereja. Karena keagungan misteri ini, santo Augustinus
berseru: “O, Sakramen kasih sayang, tanda kesatuan, ikatan cinta” (ev. Jo
26,6,13) Bdk. SC 47.. Dengan demikian orang merasa lebih sedih lagi karena perpecahan
Gereja yang memutuskan keikutsertaan bersama pada meja Tuhan; dengan
demikian lebih mendesaklah doa-doa kepada Tuhan, supaya saat kesatuan sempurna
semua orang yang percaya kepada-Nya, pulih kembali (KGK, 1398)
Kelima, Kitab
Hukum Kanonik (KHK) 844 – § (artikel) 1. Para pelayan Katolik menerimakan
sakramen-sakramen secara licit hanya kepada
orang-orang beriman Katolik, yang memang juga hanya menerimanya secara
licit dari pelayan katolik, dengan tetap berlaku ketentuan § 2, § 3 dan § 4
kanon ini dan kan. 861, § 2. § 3. Pelayan-pelayan katolik menerimakan secara
licit sakramen-sakramen tobat, Ekaristi dan pengurapan orang sakit kepada
anggota-anggota Gereja Timur yang tidak
memiliki kesatuan penuh dengan Gereja Katolik, jika mereka memintanya dengan sukarela dan berdisposisi baik; hal
itu berlaku juga untuk anggota Gereja-gereja lain, yang menurut penilaian
Takhta Apostolik, sejauh menyangkut hal
sakramen-sakramen, berada dalam kedudukan yang sama dengan Gereja-gereja Timur
tersebut di atas. § 4. Jika ada bahaya
mati atau menurut penilaian Uskup diosesan atau Konferensi para Uskup ada keperluan berat lain yang mendesak,
pelayan-pelayan katolik menerimakan secara licit sakramen-sakramen tersebut
juga kepada orang-orang kristen lain
yang tidak mempunyai kesatuan penuh dengan Gereja Katolik, dan tidak
dapat menghadap pelayan jemaatnya sendiri serta secara sukarela memintanya,
asalkan mengenai sakramen-sakramen itu mereka memperlihatkan iman Katolik dan berdisposisi baik. § 5. Untuk
kasus-kasus yang disebut dalam § 2, § 3 dan § 4, Uskup diosesan atau Konferensi
para Uskup jangan mengeluarkan norma-norma umum, kecuali setelah mengadakan
konsultasi dengan otoritas yang berwenang, sekurang-kurangnya otoritas setempat
dari Gereja atau jemaat tidak Katolik yang bersangkutan.
Kiranya
dengan penjelasan sederhana di atas umat beriman dapat mengerti dan memahami
mengapa umat non-Katolik tidak diperkenankan menerima komuni dalam perayaan
Ekaristi.
Penulis:
Silvester Detianus Gea
EmoticonEmoticon