Menelusuri Sejarah Reformasi dan Tindakan Fatal Pendirinya
Martin Luther adalah salah seorang biarawan Ordo Agustinus, yang cukup kritis pada zamannya. Martin Luther sebenarnya protes terhadap salah satu kalimat dari perkataan salah seorang pengkhotbah bernama Johann Tetzel-dari Ordo Dominikan. Tetzel membuat sebuah pantun yang disalahartikan oleh Martin Luther, pantun itu berbunyi: “Begitu terdengar bunyi koin emas di kotak, bangkitlah jiwa menuju Surga.” Pantun tersebut disalahartikan oleh Martin Luther sebagai penjualan Surat Pengampunan dosa. Tentu tuduhan ini tidak benar karena tidak pernah Surat Pengampunan Dosa dijual. Memang saat itu temanya adalah mengenai derma/amal (Mat. 6:2), dan uang pemberian itu digunakan untuk membangun basilika. Tentu saja menyumbang atau memberi kolekte bukanlah membayar pengampunan dosa. Jika demikian yang terjadi, lalu apa bedanya dengan Gereja-gereja Protestan zaman Martin Luther hingga sekarang yang mewajibkan perpuluhan?
Martin Luther mungkin melihat akan adanya penyelewengan yang akan terjadi karena ucapan Tetzel tersebut, maka ia protes kepada Uskup Agung Albert dari Mainz. Protes Martin Luther merupakan awal perubahan Gereja yang pada masa itu dapat dikatakan sedang berada dalam keadaan “gelap”. Protes Martin Luther sebenarnya merupakan puncak dari serangkaian protes-protes sebelumnya. Memang tak dapat dipungkiri bahwa pada masa itu ada pula penyelewengan dari oknum-oknum tertentu, namun tentu itu bukan ajaran dari Gereja Katolik. Adalah kesalahan besar jika salah satu oknum yang salah, digeneralisir kepada seluruh Gereja Katolik. Lagi pula kejadian yang dilakukan Tetzel hanya terjadi di Jerman,dan bukan disegala tempat. Jika saja Martin Luther melakukan reformasi dari dalam seperti Ignatius dari Loyola tentu tidak akan terjadi perpecahan yang tidak diharapkan.
Ada beberapa tanggapan berkaitan dengan reformasi yang dilakukan Martin Luther, antara lain:
Pertama, Martin Luther hampir membuang Kitab Yakobus dan Wahyu dan ia mengatakan bahwa Kitab itu "Kitab Jerami' dalam arti tertentu adalah Palsu.
Sebenarnya penolakan akan Kitab Yakobus yang dilakukan oleh Martin Luther, karena ajaran Sola Fidei dan Sola Gracia buatannya sangat bertentangan dengan isi keseluruhan kitab Yakobus. Martin Luther pun memberi lebel pada kitab ini sebagai Kitab Apocrypha perjanjian Baru bersama dengan Kitab Wahyu. Apocrypha artinya tidak Kanonik, sehingga dalam Kitab terjemahan Martin Luther dalam bahasa Jerman, ia menempatkan Kitab Yakobus dan Wahyu sebagai Appendix
Kedua, Martin Luther tidak pernah berniat mendirikan ribuan aliran melainkan pembaharuan dari dalam. Namun akhirnya kebablasan karena ia mengikuti anjuran politis bangsawan Jerman.
Marthin Luther hampir tidak pernah berpikir jika reformasi yang ia buat akan berakibat seperti sekarang, dengan ribuan aliran bahkan ada aliran yang justru menolak ajaran-ajarannya. Reformasi artinya membaharui dari dalam sebagaimana diteladankan oleh Ignatius dari Loyola. Tetapi Marthin Luther semakin berani protes karena dukungan para bangsawan Jerman, yang pada masa itu membuat propaganda bahwa Vatikan akan menguasai Jerman dalam bidang politik dan ekonomi, sehingga para bangsawan mendukung supaya ada reformasi agar keagamaan di Jerman pun tidak berkaitan lagi dengan Vatikan.
Ketiga, Martin Luther menghilangkan 7 Kitab PL yang sudah dipakai sejak abad pertama dan bahkan dikutip oleh Rasul-rasul dalam surat mereka.
Salah satu Kitab yang bertentangan dengan Sola dari Martin Luther adalah Kitab 2 Makabe, dimana di sana dijelaskan bagaimana setiap orang dapat mendoakan orang yang sudah meninggal, yang dilakukan oleh Gereja Katolik setiap tanggal 2 November. Marthin Luther pun merasa bahwa ketujuh Kitab tidaklah kanonik, meskipun Kitab tersebut sudah masuk dalam Kanon Kitab Suci Umat Kristiani sejak abad ke 3, dan merupakan bagian dari Perjanjian Lama. Meskipun Marthin Luther tidak mengakuinya sebagai Kanonik, namun ia tetap menyertakan ketujuh kita itu dalam Alkitab yang ia terjemahkan. Marthin Luther mengatakan bahwa Kitab-kitab itu hanya layak dibaca saja. Namun, menurut Admin Katolisitas baru tahun 1827 the British and Foreign Bible Society mencoret dan membuang ke 7 Kitab dalam Kitab mereka dan itulah yang diikuti oleh sebagian besar penganut Protestan hingga saat ini. Pdt. Anwar Tjen, Phd dalam sebuah seminar di Gereja Katedral Jakarta yang membahas mengenai Kitab Deuterokanonika pernah berkata dan menjelaskan bahwa para rasul dan bahkan penulis Injil mengutip sebagian isi Kitab Deuterokanonika.
Keempat, Martin Luther membuat ajaran 'Sola' yang sesungguhnya bertentangan dengan Alkitab.Sola artinya "Hanya" dan Scriptura artinya Alkitab/Kitab. Ajaran Sola Scriptura sebenarnya bertentangan dengan Alktiab. Sebab Rasul Paulus pernah berkata 2Tes 2:15 Sebab itu, berdirilah teguh dan berpeganglah pada ajaran-ajaran yang kamu terima dari kami, baik secara lisan, maupun secara tertulis. Jadi, Ajaran Lisan dan Tertulis itu tetap ada, tidak semua hal tercatat di Alkitab (Yoh. 21:25). Sementara itu ajaran Sola Fidei bertentangan dengan sebagian besar isi Surat Yakobus, terutama perkataan: Iman tanpa perbuatan adalah mati, sehingga iman harus bekerjasama dengan perbuatan dan diwujudkan dalam perbuatan. Kemudian Sola Gracia, yang menekankan hanya rahmat saja, tentu ada benar tetapi kurang lengkap, bahwa Rahmat itu membutuhkan sarana yakni Sakramen yang diikuti dengan tindakan dan respon dari manusia. Maka Rahmat Tuhan selalu ada, tetapi juga membutuhkan respon dan tindakan manusia dalam bentuk-bentuk simbolik, misalnya Sakremen-sakramen.
Penulis: Silvester Detianus Gea
EmoticonEmoticon