NN, Malang.
Penyelidikan
lebih lanjut menemukan adanya sumber Imam atau Priester (P) dan juga Deuteronomium (D). Jika kita membaca secara
sekilas, kita akan menemukan banyak bentuk sastra yang berbeda-beda. Maka, kita
bisa menyimpulkan, bahwa kitab-kitab yang dibakukan dalam Taurat, berasal dari
banyak orang dan banyak tempat. Tidak mungkin kitab-kitab Taurat itu ditulis hanya
oleh seorang nabi Musa.
Kedua, rujukan Injil Yohanes dan Lukas
di atas harus dimengerti sebagai mengulangi begitu saja kepercayaan yang
berlaku pada tradisi saat itu; yaitu bahwa kelima kitab Taurat berasal dari
Musa. Rujukan itu bukanlah pembuktian teknis tentang asal-usul kitab-kitab
Taurat, seperti yang dilakukan oleh para ahli peneliti Kitab Suci.
Ketiga, dalam kitab-kitab biblis, memang ada kebiasaan literer untuk mengalamatkan tulisan-tulisan tertentu kepada sosok yang terkenal, meskipun pribadi itu sudah lama meninggal. Misalnya, Raja Salomo, yang meninggal sekitar tahun 920 sebelum Masehi, adalah seorang bijak yang sangat menonjol dalam tradisi Yahudi, bahkan dikenal sampai di luar batas-batas kerajaannya. Penulis-penulis sesudah Salomo dalam tradisi kebijaksanaan Yahudi tanpa ragu mengalamatkan kepada Salomo sebagai penulis dari hasil karyanya, meskipun karya itu ditulis berabad-abad sesudah kematian Salomo. Misalnya, Kitab Amsal (1:1) diawali dengan “Amsal-Amsal Salomo bin Daud, raja Israel,” sedangkan Kitab Kidung Agung (1:1) dengan jelas menunjukkan “Kidung Agung dari Salomo”. Menurut para ahli Kitab Suci , kedua kitab itu, dalam bentuknya yang kita miliki sekarang, disusun lebih dari 400 tahun sesudah kematian Raja Salomo Kebiasaan literer ini dilakukan tanpa maksud untuk menipu atau berbuat tidak jujur. Bisa dimengerti dan sangat umum diterima, bahwa seseorang menyatukan karya tulisnya dengan tradisi yang mendahuluinya. Bagi penulis asli, adalah suatu kehormatan jika hasil karya tulisnya, bisa disatukan dan dipandang sebagai bagian dari tradisi luhur yang sudah ada sebelumnya dan sudah dihormati masyarakat pada waktu itu. Dengan pemikiran yang sama, sama sekali tidak ada masalah mengatakan Kitab Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan dan Ulangan (Pentateukh) sebagai “buku-buku Musa” karena buku-buku itu memang ditulis dengan maksud untuk memperjelas dan memperluas hukum dan perjanjian yang aslinya diwahyukan kepada sosok pahlawan dari sejarah Yahudi, yaitu Musa.
Konsultasi
Iman “Majalah Hidup-Mingguan Katolik, 38 tahun ke- 71, 17 September 2017” hlm.
18, oleh Petrus Maria Handoko CM, Imam Kongregasi Misi, Doktor Teologi Dogmatik
Universitas Gregoriana Roma.
EmoticonEmoticon