Maria Ratu Surga, Alkitabiah



(Gambar ilustrasi oleh 12019 / Pixabay)

Banyak orang non Katolik dari aliran tertentu menuduh bahwa Bunda Maria yang dihormati oleh umat Katolik bukan Bunda Maria, ibu Yesus. Mereka menuduh bahwa Bunda Maria yang dihormati oleh umat Katolik adalah ratu surga yang dimaksud dalam Yer. 7:18. 44:17. Namun tuduhan tersebut tidak benar karena Bunda Maria yang dihormati oleh umat Katolik adalah Bunda Maria, ibu Yesus. Berikut penjelasannya:

Pertama, gelar Ratu Surga (gebiyrah) yang diberikan kepada Bunda Maria tidak sama dengan Ratu Surga (Meleket) yang diberikan kepada dewi kesuburan bangsa semit dalam Yer. 7:18, 44:17. Adapun dewi kesuburan bangsa semit adalah Astoret atau Astarte.

Kedua, Gelar Bunda Maria sebagai Ratu Surga mengacu pada penglihatan Rasul Yohanes dalam Wahyu 12:1-6. Seorang perempuan digambarkan bermahkota dan melahirkan seorang anak yang menggembalakan segala bangsa dengan gada besi (bdk. Why. 12: 1, 5). Perempuan yang bermahkota dan melahirkan seorang anak itu adalah Maria. Sementara itu, anak yang dilahirkan adalah Yesus, gembala segala bangsa.

Ketiga, para kudus menerima mahkota kehidupan termasuk Bunda Maria (bdk. 2 Tim. 4:8). Terlebih Bunda Maria melaksanakan kehendak Allah sampai akhir hayatnya. Oleh sebab itu, ia pasti menerima mahkota kehidupan (bdk. Yak. 1:12, 1 Pet. 5:4, Why. 2:10).

Keempat, Perjanjian Lama mencatat bahwa Ratu (Gebiyrah) dihormati bersama raja dan namanya dicantumkan bersama dengan raja (bdk. Yer. 13:18, 1 Raj. 14:21, 15:9-10, 22:42; 2 Raj. 12:2; 14:2; 15:33). Oleh sebab itu, pemberian gelar Ratu Surga untuk Bunda Maria bukan saingan atas keutamaan Yesus Kristus sebagai penyelamat. Gelar Bunda Maria sebagai Ratu Surga sesungguhnya berkaitan dengan perannya yang melahirkan Yesus Kristus, Sang Raja dan penyelamat (bdk. Mat. 1:22-23, Yes. 7:14).

Yesus Bukan Allah? Are You Sure?



Sekilas judul artikel ini sangat kontroversial karena Yesus diimani oleh umat Kristiani sebagai Allah Putra. Seperti diketahui, tidak ada dalam Alkitab pula perkataan Yesus yang mengatakan ‘Aku Bukan Allah, Jangan Sembah Aku.’ Sesungguhnya judul di atas adalah sebuah tantangan bagi sekelompok orang yang mengatakan Yesus bukan Allah. Jika Yesus bukan Allah, mampukah mereka membuktikan perkataan Yesus yang mengatakan ‘Aku Bukan Allah’?. Rasa-rasanya tidak ada dalam Alkitab perkataan semacam itu. Belakangan ini, banyak tulisan-tulisan yang bertebaran di media sosial yang mengulang argument Zakir Naik yang menanyakan tentang ke-Allah-an Yesus. Namun, argument tersebut tergolong cacat nalar, karna pembuat pernyataan ketika ditanya balik pasti tidak mampu menjawab.

Pernyataan Zakir Naik kurang lebih begini “Tunjukkan kepadaku dimana dalam Bible Yesus mengatakan ‘Akulah Allah dan Sembahlah Aku.’ Benarkah umat Kristiani tidak dapat menjawab pernyataan itu?. Rasa-rasanya Zakir Naik salah kaprah, karena selama ini dia hanya debat satu arah dan bahkan membungkam lawan untuk membatasi pembicaraan. Hal ini tentu tidak fair. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini, tim JalaPress.com memberikan sedikit siraman Rohani untuk pengagum Zakir Naik dan penyebar tulisan dari pernyataan Zakir Naik.

Benarkah Yesus Bukan Allah?

Perlu diketahui bahwa Alkitab tidak mencatat secara langsung perkataan Yesus yang mengatakan ‘Akulah Allah dan Sembahlah Aku.’ Namun, hal ini bukanlah landasan untuk menyimpulkan bahwa Yesus Allah atau bukan. Sebab kesimpulan sesuatu bukan sekedar mencomot ayat lepas lalu mencocok-cocokkan atau mengkontradiksikannya. Seperti dikatakan pada pengantar diawal Yesus tidak pernah berkata ‘Aku Bukan Allah, Jangan Sembah Aku.’ Dan sudah tentu jika pertanyaan sebaliknya diberikan kepada pembuat pernyataan pasti tidak mampu menunjukkan pula dimana Yesus pernah berkata ‘Aku Bukan Allah, Jangan Sembah Aku.’ Sebaliknya, malah kita dapat menunjukkan bahwa dalam berbagai ayat Yesus tidak melarang siapapun yang menyembahnya. Tiba-tiba Yesus berjumpa dengan mereka dan berkata: “Salam bagimu.” Mereka mendekati-Nya dan memeluk kaki-Nya serta menyembah-Nya. Maka kata Yesus kepada mereka: “Jangan takut. Pergi dan katakanlah kepada saudara-saudara-Ku, supaya mereka pergi ke Galilea, dan di sanalah mereka akan melihat Aku.” Ketika melihat Dia mereka menyembah-Nya, tetapi beberapa orang ragu-ragu. Yesus mendekati mereka dan berkata: “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.”(Mat. 28:9-10, 17-20).

Sebelum naik ke surga, Yesus pernah berkata ‘karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam NAMA Bapa dan Anak dan Roh Kudus (πορευθέντες οὖν μαθητεύσατε πάντα τὰ ἔθνη, βαπτίζοντες αὐτοὺς εἰς τὸ ὄνομα τοῦ πατρὸς καὶ τοῦυἱοῦ καὶ τοῦ ἁγίου πνεύματος,).[1] Kata Nama (ὄνομα) berasal dari bahasa Yunani ONOMA’ yang merupakan jenis tunggal. Meskipun pada ayat itu kita melihat ada tiga nama, yakni Bapa, Anak/Putra dan Roh Kudus. Namun kata ‘ONOMA’ menggunakan bentuk tunggal. Bahkan dalam bahasa Inggris ONOMA’ diterjemahkan menjadi name (tunggal) dan bukan names (Jamak). Selain itu dalam terjemahan bahasa Indonesia juga digunakan kata nama bukan nama-nama. Dengan demikian ayat itu menunjukkan bahwa Bapa, Anak (Putra) dan Roh Kudus adalah satu hakekat. Penggunaan kata ONOMA’ ditunjukkan kepada Bapa, Anak (Putra) dan Roh Kudus, hal itu menunjukkan bahwa ada kesejajaran dalam hakekat keilahian. Dengan demikian, Yesus mengajarkan bahwa ia sejajar dengan Bapa.

Selain itu, Yesus juga mengajarkan bahwa ia dapat membangkitkan orang mati dan menghidupkan siapa saja yang ia kehendaki, sama seperti Bapa. "Sebab sama seperti Bapa membangkitkan orang-orang mati dan menghidupkannya, demikian juga Anak menghidupkan barangsiapa yang dikehendaki-Nya." (Yohanes 5:21). Yesus menempatkan diri sebagai pemilik kehidupan manusia. Ia memiliki kuasa eksklusif atas kehidupan manusia. Dengan demikian hal ini menunjukkan bahwa Yesus adalah Allah. Kuasa serupa tidak diberikan kepada para nabi, terutama kuasa yang sama dengan kuasa Allah yang diberikan kepada Yesus. Yesus satu-satunya yang menyamakan kuasanya dengan Allah, sehingga dapat menghidupkan orang mati sesuai kehendak hatinya. Ingat, Yesus berkata, ‘KUASANYA SAMA SEPERTI BAPA.’ Oleh sebab itu, ia memiliki kuasa yang hakiki yang hanya dimiliki secara eksklusif oleh Allah sendiri. Maka Yesus adalah Allah!. 

Perkataan Yesus lainnya yang mencengangkan adalah Ia mengajarkan agar semua orang menghormati dirinya sama seperti semua orang menghormati Allah. ‘Supaya semua orang menghormati Anak sama seperti mereka menghormati Bapa. Barangsiapa tidak menghormati Anak, ia juga tidak menghormati Bapa, yang mengutus Dia." (Yohanes 5:23). Ayat ini menunjukkan bahwa Yesus menyetarakan dirinya dengan Allah. Ia meminta kepada semua orang agar menghormati dirinya sama seperti semua orang menghormati Allah. Jelas! Tidak ada para nabi yang meminta agar mereka dihormati seperti menghormati Allah. Hanya Yesus satu-satunya yang dihormati sama dengan menghormati Allah. Maka Yesus adalah Allah!.

Tindakan Yesus yang lebih spektakuler adalah mengubah hukum-hukum Allah dalam Perjanjian Lama, bahkan ia menyimpulkan menjadi dua hukum utama dan terutama yaitu “mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama” (baca Mat. 5:21-48). Kiranya jelas bahwa Yesus mengutip ulang ayat-ayat Perjanjian Lama dan mengubah hukum-hukum itu menjadi hukum ‘baru.’ Hanya Allah satu-satunya yang dapat mengubah hukum-hukum dan ketetapan. Tidak ada para nabi yang mampu mempunyai kuasa untuk mengubah hal itu. Maka Yesus satu-satunya yang dapat mengubah hukum-hukum karena ia adalah Allah.

Yesus Diangkat Menjadi Tuhan Pada Konsili Nicaea 325? What?

Sebagian orang mungkin masih ragu menerima bukti di atas, karena ada tuduhan bahwa Yesus diangkat jadi Tuhan pada konsili Nicea. Eitts, mereka terdiri dari dua kelompok, pertama kelompok yang mengatakan bahwa Rasul Paulus menuhankan Yesus, kedua, kelompok yang mengatakan konsili Nicaea mengangkat Yesus menjadi Tuhan. Dan ternyata tidak ada yang benar dari kedua pernyataan kelompok itu. Malahan pernyataan mereka menunjukkan kedangkalan pengetahuan mereka. Sejak kapan Yesus jadi Tuhan?. Injil Yohanes ayat 8: 58 menunjukkan bahwa Yesus telah ada sejak semula bahkan sebelum Abraham ada. Yohanes 8:58 ειπεν αυτοις ο ιησους αμην αμην λεγω υμιν πριν αβρααμ γενεσθαι εγω ειμι (Eipen autois ho lesous amen amen lego humim prin Abraam Genesthai Ego Eimi:Kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sebelum Abraham jadi, Aku telah ada). Ketika kita membaca ayat ini dalam bahasa Yunani, mungkin kita akan tercengang karena kata Amen, Amen (sungguh/sesungguhnya) diucapkan oleh Yesus pada kalimat depan. Padahal ketika anda dan saya berdoa kata Amen/Amin selalu berada dibagian terakhir. Secara sederhana menunjukkan bahwa Yesus tidak sama dengan manusia seperti kita. Selain itu, Yesus mengatakan bahwa dirinya telah ada sebelum Abraham jadi. Hal ini menunjukkan maksud yang dalam tentang keberadaan Yesus sebelum datang ke dalam dunia. Ternyata ucapan Yesus tersebut bukanlah ucapan kosong. Dalam doa Yesus untuk murid-muridnya, ia meminta agar Bapa mempermuliakan diri-Nya seperti kemuliaan yang ada pada-Nya sebelum dunia ada (Bdk. Yoh. 17:5). Bahkan, lagi-lagi Yesus menyamakan diri-Nya dengan Allah yang dapat memberikan memberikan kehidupan yang kekal (bdk. Yoh. 17:2)

Selain itu, Yoh. 1:1 juga memberikan gambaran siapa Yesus, Ἐν ἀρ¦χῇ ἦν ὁ λό¦γος, καὶ ὁ λό¦γος ἦν πρὸς τὸν θε¦όν, καὶ θε¦ὸς ἦν ὁ λό¦γος (En arkhe en ho logos, Kai ho logos en pros ton theos). Ayat ini meneguhkan kesatuan hakekat Allah dan Yesus. Perkataan ini pula bukanlah perkataan kosong, melainkan perkataan yang sungguh-sungguh diteguhkan oleh Yesus.  Dalam Yohanes Yoh. 8:42, Yesus berkata bahwa ia keluar dan datang dari Allah. ‘….Sebab Aku keluar dan datang dari Allah…

 Mungkin mereka masih belum yakin. So, kita bisa berikan ayat Yoh. 13:13-14, υμεις φωνειτε με ο διδασκαλος και ο κυριος και καλως λεγετε ειμι γαρ ει ουν εγω ενιψα υμων τους ποδας ο κυριος και ο διδασκαλος και υμεις οφειλετε αλληλων νιπτειν τους ποδας (Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan. Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamupun wajib saling membasuh kakimu).

Para ‘penuduh’ sontak akan mengatakan bahwa Kurios (κυριος) dalam bahasa inggris diterjemahkan ‘Lord atau master’, oleh sebab itu mereka akan mengatakan itu bukan Tuhan tetapi Tuan. So mudah saja menjawabnya, coba tunjukkan pengertian Tuhan dan Tuan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Tuan adalah majikan, kepala, pemilik, yang empunya, orang tempat mengabdi, sebagai lawan dari kata hamba. Sementara itu Tuhan adalah sesuatu yang diyakini, dipuja, di sembah oleh manusia sebagai yang Mahakuasa, Mahaperkasa. Dua kata ‘tuan dan Tuhan’ mempunyai persamaan yang hakiki yaitu tempat mengabdi, lawan dari hamba, pemilik/Mahakuasa, yang empuya/Mahaperkasa. Maka sesungguhnya, memakai kata Tuhan ataupun Tuan makna dan maksud yang mau disampaikan adalah sama, bahwa Yesus adalah Tuhan. oleh sebab itu Yesus adalah Allah dan konsili Nicaea tidak pernah mengangkat Yesus jadi Tuhan. Ketuhanan/Ke-Allah-an Yesus bersumber dari kesaksian Alkitab. Meskipun demikian, jangan lupa bahwa Gereja Katolik tidak menyangkal kemanusiaan Yesus sebagai nabi dari Nazaret. Gereja Katolik mengakui kedua kodrat Yesus sebagai Allah dan manusia. So, sekarang teguhkan imanmu, abaikan angin lalu dan berita dari kabar burung yang mengatakan Yesus bukan Allah.



[1] https://biblehub.com/text/matthew/28-19.htm

Mengapa Pusat Agama Katolik Berada di Vatikan (seri II)?

alefolsom / Pixabay


Pada suatu kesempatan seseorang pernah bertanya kepada saya. Mengapa pusat agama Kristen Katolik adanya di Roma dan bukan di Yerusalem? Bukankah Para Rasul berasal dari Yerusalem dan memulai misi penyebaran Injil dari sana?. Pertanyaan serupa mungkin pernah dilontarkan kepada bapak, ibu, dan saudara-saudari. Pada kesempatan ini, tim jalapress setidaknya menjelaskan sedikit latar belakang keberadaan Pusat Agama Katolik di Roma.

Pertama, pada masa Gereja Perdana ada lima pusat kekristenan yakni Yerusalem, Antiokhia, Roma (Vatikan), Konstantinopel dan Alexandria. Yesus sendiri memerintahkan Para Rasul untuk menjadi saksinya mulai dari Yerusalem, Yudea, Samaria dan sampai ke ujung bumi. Banyak ahli menafsirkan bahwa ‘ujung bumi’ dalam kisah para rasul adalah Vatikan, Roma (bdk. Kis. 1:8).

Kedua, Vatikan, Roma menjadi pusat Agama Katolik karena latar belakang di mana Petrus mewartakan Injil selama 25 tahun dan martir pada masa kaisar Nero.[1] Kitab Suci memberi kesaksian bahwa Rasul Petrus ditunjuk oleh Yesus untuk menggembalakan domba-dombanNya (bdk. Yoh. 21:15-19, Kis.15:7). Hal itu menunjukkan bahwa Yesus memberikan tugas khusus kepada Petrus sebagai ‘ketua’ dari para rasul. Cukup banyak bukti Kitab Suci yang mencatat bagaimana Petrus berlaku sebagai ‘ketua’ misalnya saat pemilihan pengganti Yudas, khotbah Pentakosta, khotbah di Serambi Salomo, berlaku sebagai ‘hakim’ atas persembahan Ananias dan Safira dan lain sebagainya (baca Kisah Para Rasul dari bab 1-15). Seperti diketahui, dimana ada pemimpin di situ ada pusat kepemimpinan. Contoh sederhana; Jakarta menjadi ibu kota Indonesia, karena Presiden menjalankan roda pemerintahan di Jakarta.

Ketiga, St. Klemens dari Roma paus ketiga (bdk. Flp. 4:3) dalam suratnya kepada jemaat di Korintus (96): 1 Klemens 5:1-6 menasehati jemaat agar meneladan Gereja Katolik Roma dan Rasul Petrus serta Paulus yang telah dianiaya hingga wafat.

Keempat, Gereja melestarikan dan mengenang akan Rasul Petrus dan sejarah Gereja Perdana.


[1]Lihat Eusebius, The Chronicle 42, 43, 68, Jurgens, Faith of the Early Fathers, 1:291 dan Tertullian, Antidote Against the Scorpion 15,3 in Jurgens, Faith of the Early Fathers, 1:152.

Mengapa Pusat Agama Katolik Berada di Roma?



Banyak kaum Evangelis mempertanyakan mengapa Gereja berakhir di Roma. Menurut mereka Kitab Suci mengatakan mengenai "Yerusalem Baru" dan tidak mengatakan mengenai Gereja di Roma sampai pada akhir Kitab Kisah Para Rasul. Memahami hal ini sesungguhnya kembali kepada penerimaan kita bahwa Petrus diberikan kunci-kunci Kerajaan oleh Yesus (Mat. 16:18). [Selain itu, Rasul Petrus diberikan mandat untuk menjadi gembala atas domba-domba (bdk. Yoh. 21:15-19)]. Gereja Katolik meyakini adany bukti biblis dan historis[a] tak terbantahkan yang mendukung keunggulan Petrus. Petrus mewartakan Injil sampai ke Roma dan meninggal di sana. Setelah itu penerus-penerusnya berada di sana dan melanjutkan penggembalaan. [hal ini tentu saja untuk menggenapi perkataan Yesus bahwa ia akan menyertai GerejaNya sampai akhir jaman]. Sementara, itu di Yerusalem sekitar tahun 70, terjadi penganiayaan hebat yang membuat Gereja hampir mati suri sampai sekitar tahun 130. Banyak artikel yang meneguhkan keberadaan Rasul Petrus dan wafatnya di Roma.[b].
                                                                                          
Yerusalem Baru Dalam Kitab Wahyu Bukan Sebuah Tempat Fisik

Sama halnya Perjanjian Lama penuh dengan bayangan akan [tipologi] Perjanjian Baru, umat Katolik meyakini bahwa Alkitab menunjukkan jelas bahwa Yerusalem Baru dalam Kitab Wahyu bukanlah kota historis Yerusalem. Kita tidak percaya bahwa Israel masa kini adalah sebuah wujud spiritual yang sama dengan Israel dalam sejarah sebelum masa Kristus. Setelah penyaliban, tabir Bait Suci Yahudi terbelah menjadi dua (Mar 15:37-39, Luk 23:44-46, Mat 27:51). Pada titik itu, pemindahan otoritas terjadi dan kita percaya bahwa bibit Gereja menjadi Israel Baru.

 Katekismus Gereja Katolik artikel 63 menjelaskan: Israel adalah bangsa imam-imam Allah (Bdk. Kel 19:6), yang telah diberkati dengan "nama Allah" (Ul 28:10). Itulah bangsa orang-orang, "yang menerima Sabda Allah sebelum kita" (MR, Jumat Agung, Doa umat meriah 6), bangsa "kakak-kakak" dalam iman Abraham. [KGK #63]. Setelah wafat Yesus, nubuatan Perjanjian Lama mengenai Yerusalem secara jelas dipahami sebagai referensi akan umat Allah dan bukannya kota historis Yerusalem. Ini berarti bahwa takhta Gereja dapat berada dimanapun di bumi. Ini membuka pintu akan kepindahan ke tempat yang paling bagus untuk bibit Gereja yang sedang berjuang. Itu bukan berarti tidak ada kepentingan historis akan Yerusalem maupun ia menyangkal bahwa Allah masih mempunyai hati kepada umat Yahudi dan suati hari mereka akan bertobat. Lihat artikel saya mengenai Teologi Penggantian[c] untuk lebih jelasnya.


Ujung Dunia Dalam Kisah Para Rasul adalah Roma

Yesus ingin agar Injil diwartakan ke seluruh dunia. Bila tidak terjadi penganiayaan di Yerusalem dapat dipertanyakan sejauh mana Injil dapat berjalan. Penganiayaan memaksa para rasul untuk keluar dari Yerusalem. Kita melihat dalam Kisah Para Rasul sebuah gerakan yang kuat untuk mendirikan Gereja di Roma sebagai ‘ujung bumi’. Disitulah Kisah Para Rasul berakhir. Santo Lukas menyatakan, "Inilah bagaimana kita akhirnya sampai di Roma" (Kis 28:14). Beberapa Evangelis berpikir bahwa Kisah para Rasul berakhir terlalu tiba-tiba. Mereka gagal melihat bahwa pendirian Gereja Perdana di Roma adalah tujuan dan Lukas mengakhiri bukunya saat hal ini terpenuhi. Kepindahan ke Roma terjadi sangat awal dalam sejarah Kristiani yang kita dapat temukan dalam Alkitab. Yesus sendiri berkata "jadikanlan semua bangsa murid-Ku" (bdk. Mat 28:19) dan itu dapat terpenuhi apabila Injil telah diwartakan sampai ke ujung bumi yakni Roma. Mereka yang berpikir bahwa Roma adalah kota binatang [dalam Wahyu] mungkin perlu membaca ini[d].
                                                     
Petrus Mempunyai Kedudukan Tertinggi Diantara Para Rasul

Seorang imam Ortodoks menunjukkan bahwa Yakobus yang membuat keputusan seputar permasalahan sunat di Yerusalem, bukan Petrus (Kis 15:19). Seperti kita ketahu, Yakobus adalah Uskup Yerusalem sehingga masuk akal bahwa Yakobus akan membuat keputusan di dalam wilayah pelayanannya/keuskupannya. Dia membuat keputusan tersebut berdasarkan ceramah Petrus (Kis 15:14). Keputusannya adalah tanggapan atas petunjuk Petrus. Tiada bukti biblis akan perebutan kekuasaan diantara Santo Yakobus (Uskup Yerusalem) dan Santo Petrus. Akan tetapi ada banyak bukti bahwa Petrus adalah sebagai pemimpin. Sekedar untuk kita ketahui, Petrus disebut lebih banyak dari para rasul lainnya dalam Kitab Suci (152 kali). Ia berdiri dan berkata mewakili para rasul (Mat 19:27, Kis 1:15, 2:14). Ia berdiri pada kelahiran Gereja saat Pantekosta untuk memimpin mereka (Kis 2:14). Selain itu, para murid disebut dengan "Petrus dan para rasul" (Kis 2:37, 5:29) dan Petrus diberikan otoritas ‘kuasa melepas dan mengikat’ sebelum para rasul lainnya (Mat 16:18). Ia  selalu disebut pertama saat daftar para rasul dimunculkan (Mat 10:1-4, Mar 3:16-19, Luk 6:14-16, Kis 1:13) -- beberapa kali hanya "Petrus dan mereka yang bersama dia" (Luk 9:32).Yohanes berlari mendului Petrus ke makam akan tetapi saat dia tiba dia berhenti dan tidak masuk ke dalam. Dia menunggu dan membiarkan Petrus masuk. (Yoh 20:4). Petrus turun dari perahu di tengah badai, sekalipun mereka semua takut mereka akan mati di dalam badai (Mat 14:29).

Petrus adalah yang tertua

Yesus berkata pada petrus untuk "Berilah makan domba-dombaKu [Yunani: 'arnia']... gembalakanlah domba-dombaKu [Yunani: 'probata']... berilah makan domba-dombaKu [Yunani: 'probata']" (Yoh 21:15-17). Perbedaan antara 'arnia' dan 'probata' sangat signifikan. 'Arnia' adalah anak/nayi domba, sedangkan 'probata' adalah domba dewasa. Kemungkinan Yesus meminta kepada Petrus untuk menjaga baik umat awam (arnia), dan para rasul (probata). Terlepas dari penafsiran akan anak-anak domba dan domba dewasa, secara jelas Yesus meminta kepada Petrus untuk memberi makan dan menggembalakan kawanan dombaNya. Nampaknya Dia meminta Petrus untuk menggembalakan GerejaNya di bumi, mewakiliNya."Simon, Simon, lihat, Iblis telah menuntut untuk menampi kamu (Yunani: 'hymas', bentuk jamak, atau "kamu semua") seperti gandum, tetapi Aku telah berdoa untuk engkau (Yunani 'sou', bentuk tunggal personal, atau "kamu sendiri"), supaya imanmu jangan gugur. Dan engkau, jikalau engkau sudah insaf, kuatkanlah saudara-saudaramu." (Lukas 22:31-32). Petrus mengawasi 'masuknya' bangsa Samarita, dan non Yahudi [ke dalam Gereja]. Ini dapat menghancurkan iman, akan tetapi dibawah bimbingan Petrus Gereja turut bersama, karena Petrus adalah pempimpin mereka.

Perpindahan Pusat Kekristenan Dari Yerusalem Ke Roma


Dari sudut pandang praktis, kita tidak dapat membayangkan bagaimana seandainya kepausan berada di Yerusalem. Yerusalem selalu berada dalam keadaan kacau, dan telah ditaklukkan berkali-kali. Yerusalem di bawah kekuasa Islam selama berabad-abad setelah masa Kristus. Kita dapat membayangkan nasib Kepausan di bawah kekuasaan Islam. Itu akan menjadi bencana. Benar, Roma telah dijarah berkali-kali pada tahun 410, 455 dan 546 oleh suku-suku Jerman [barbar], dan sekali lagi pada tahun 1527 oleh Kaisar Agung Roma, Charles V, akan tetapi ini tidak ada apa-apanya dibandingkan kekacauan Yerusalem. Umat Katolik percaya Allah tahu persis apa yang Dia lakukan saat Dia memindahkan takhta Gereja ke Roma jauh dari timur tengah selama generasi pertama sesudah Kristus.


CATATAN KAKI
[a] http://catholicbridge.com/catholic/pope_peter_rock.php
[b] http://catholicbridge.com/catholic/did_peter_die_in_rome.php
[c] http://catholicbridge.com/catholic/replacement_theology.php

Sumber: http://catholicbridge.com/…/why_did_the_catholic_church_mov…


Mengapa Yesus memanggil ibunya ‘perempuan/wanita’?



falco / Pixabay

Ketika kita membaca Alkitab, kita menemukan bahwa Yesus memanggil ibunya ‘wanita’. Namun terjemahan tersebut disesuaikan sehingga menjadi ‘ibu”. Tidak sedikit orang menuduh bahwa perkataan Yesus itu menunjukkan bahwa Maria, ibunya hanyalah sebagai ‘alat saja” yang dipakai oleh Allah. Oleh sebab itu menurut mereka tidak penting lagi menghormati Maria, ibu Yesus. Tentu saja pandangan demikian sangat bertentangan dengan iman Katolik. Iman Katolik mengajarkan bahwa Maria adalah bunda semua pengikut Yesus (lihat Yoh. 19:25-27). Maka setiap pengikut Yesus patut menghormati Maria, ibu Yesus, sebagaimana sebagai manusia kita menghormati orangtua dan orang-orang terhormat. Benarkah Yesus tidak menghormati ibunya, sehingga memanggilnya sebagai ‘wanita’? Tentu saja Yesus sangat menghormati ibunya bahkan melebihi hormat kita pada Maria, ibunya.

Pertama, memanggil seorang perempuan dengan sebutan ‘wanita” merupakan hal yang wajar pada zaman Yesus (Lihat Yoh. 4:21, 8:1). Oleh sebab itu, Maria tidak pernah tersinggung dengan panggilan tersebut. Malah tidak ada sama sekali reaksi marah terhadap Yesus yang memanggilnya ‘wanita”.
Kedua, Setidaknya ada dua kali Yesus memanggil Maria sebagai ‘wanita’ (lihat Yoh. 2:4, 19:26). Hal itu hendak menunjukkan bahwa Maria selalu hadir di awal dan di akhir karya Yesus. Sebutan ‘wanita’ pada kedua ayat tersebut berasal dari kata Gune.

Ketiga, gaya penulisan Injil Yohanes mirip dengan gaya penulisan awal Kitab Kejadian memakai kata “pada mulanya”. Penulis kedua kitab hendak mengatakan bahwa kehadiran Yesus dalam Injil sejajar dengan kisah penciptaan. Selain itu, kesejajaran yang sama dapat kita temukan pula pada inklusi penyebutan Maria sebagai ‘wanita’ dengan peran Hawa (Lihat Kej. 3:15). Dengan demikian semakin jelas inklusi Maria sebagai ‘wanita’ (Yun:gune) (Lihat Kej. 3:15). Sebagaimana Hawa dan Adam hadir sebagai mitra kerja yang ‘menghasilkan dosa’, demikian pula Maria (Hawa baru) mitra kerja Kristus untuk menyelamatkan manusia.

Keempat, Yesus sendiri telah menyerahkan ibunya kepada Yohanes, "Inilah ibumu!", sementara itu kepada Yohanes (dan untuk kita), "Ibu, inilah, anakmu!". Oleh sebab itu, penyebutan Maria sebagai ‘wanita’ menunjukkan kapasitasnya sebagai ‘Hawa baru’, ibu dari pengikut Yesus. Keibuan Maria bukan semata-mata karena status melainkan karena perannya sebagai ibu yang melahirkan, membesarkan, dan mendampingi Yesus dari awal hingga akhir karyanya.




Benarkah Yesus Menyangkal Ibu-Nya?

falco / Pixabay


Dalam berbagai kesempatan saya diskusi dengan orang-orang yang sangat tidak suka dengan iman Katolik. Berbagai cara mereka gunakan untuk membantah iman Katolik, mulai dari mencomot-comot ayat hingga menuduh tanpa dasar. Namun ketika cara mereka saya ikuti, sehingga tuduhan mereka terjawab, mereka tidak mampu menerima dan tetap menuduh Katolik sesat. Salah satu hal yang sering mereka serang adalah keberadaan Maria, ibu Yesus yang dihormati (devosi) oleh umat Katolik. Mereka seringkali salah paham tentang devosi, namun ketika diberi penjelasan tetap saja tidak mau menerima. Saya sebagai seorang Katolik memiliki tanggungjawab untuk menjelaskan iman saya dengan lemah lembut (bdk. 1 Pet. 3:15-16). Biasanya mereka mengutip ayat berikut dan menyimpulkan bahwa Yesus tidak mengakui ibu-Nya.

Pertama, Ketika Yesus masih berbicara dengan orang banyak itu, ibu-Nya dan saudara-saudara-Nya berdiri di luar dan berusaha menemui Dia. Lalu seseorang berkata kepada-Nya, “Lihatlah, ibu-Mu dan saudara-saudara-Mu ada di luar dan berusaha menemui Engkau.” Tetapi jawab Yesus kepada orang yang menyampaikan berita itu kepada-Nya, “Siapa ibu-Ku? Siapa saudara-saudara-Ku?” Lalu kata-Nya, sambil menunjuk ke arah murid-murid-Nya, “Inilah ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku! Sebab siapa saja yang melakukan kehendak Bapa-Ku di surga, dialah saudara-Ku laki-laki, saudara-Ku perempuan dan ibu-Ku” (Mat 12:46-50).

Menurut mereka, Yesus pada ayat itu menyangkal atau tidak mengakui ibu-Nya. Tentu tafsiran mereka ini sangatlah keliru karena tidak melihat dan membaca pula bagaimana pribadi Bunda Maria. Jawaban yang diberikan Yesus merupakan majas retorik yang sesungguhnya tidak perlu dijawab. Bahkan yang mendengarkan Yesus juga tidak menjawab pertanyaan Yesus. Majas retorik adalah sebuah kalimat tanya yang tidak memerlukan jawaban, karena tujuan kalimat itu adalah menegaskan, menyindir dan membangkitkan pola pikir. Yesus pada perikop itu tidak bermaksud menyangkal ibu-Nya, melainkan menegaskan bahwa yang mau mengikuti Dia harus seperti Maria, ibu-Nya yang melakukan kehendak Allah (baca Luk. 1:26-66, 2:29-35). Dengan demikian terjawab sudah bahwa Yesus tidak menyangkal ibu-Nya pada ayat di atas.

Kedua, “Ketika Yesus masih berbicara, berserulah seorang perempuan dari antara orang banyak dan berkata kepada-Nya: "Berbahagialah ibu yang telah mengandung Engkau dan susu yang telah menyusui Engkau. Tetapi Ia berkata: "Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya. (Luk. 11:27-28)

Lagi-lagi mereka mengutip ayat untuk menunjukkan bahwa Yesus menyangkal ibu-Nya. Namun tipu muslihat mereka dengan sederhana dapat dibongkar. Ayat di atas sama sekali tidak berisi penyangkalan melainkan penegasan. Buktinya, Maria dalam Nyanyian Pujiannya (lihat Luk 1:46-56) mengatakan bahwa ….., sesungguhnya segala keturunan akan menyebut aku berbahagia….”. Selain itu, Maria juga seorang yang mendengarkan dan memelihara Firman Allah (baca Luk. 1:26-37, 2:51). Dengan demikian terjawab bahwa Yesus tidak menyangkal ibu-Nya pada ayat di atas.

Ketiga, Dan ketika orang tua-Nya melihat Dia, tercenganglah mereka, lalu kata ibu-Nya kepada-Nya: "Nak, mengapakah Engkau berbuat demikian terhadap kami? Bapa-Mu  dan aku dengan cemas mencari Engkau." 2:49 Jawab-Nya kepada mereka: "Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu, bahwa “Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?" Lukas 2:48-49).

Tuduhan terhadap ayat di atas agak sedikit berbeda. Mereka menuduh bahwa Yesus melawan kepada orangtuanya. Namun tuduhan ini pun tidak benar dan justru menunjukkan ketidaktahuan mereka. Yesus pada ayat itu memakai majas retorik, sehingga kedua orangtuanya tidak menjawab, karena itu bukan pertanyaan yang membutuhkan jawaban. Pertanyaan itu adalah penegasan yang mengarah kepada hal yang lebih dalam. Setidaknya Bunda Maria baru mengerti jawaban atas pertanyaan di atas, setelah ia mengikuti karya Yesus dari awal hingga akhir. Selain itu, ayat berikut setidaknya menunjukkan apa yang ditegaskan oleh Yesus, “Cinta untuk Rumah-Mu menghanguskan Aku (bdk. Mazmur 69:9, Yoh. 2:17).” Dengan demikian terjawab bahwa Yesus pada ayat di atas tidak pernah melawan orangtuanya. Oleh sebab itu, saran terindah bagi mereka yang menuduh adalah pelajari iman Katolik dengan hati jernih.




Martin Luther: Maria adalah ratu




Banyak aliran masa kini merasa terganggu jika menyebut nama Maria, Bunda Yesus dalam sebuah perkumpulan. Mereka langsung tertuju pada ‘prasangka’ bahwa tindakan itu akan menduakan Yesus. Bahkan mereka tertuju pada ‘prasangka’ bahwa itu tergolong sebagai penyembahan kepada Maria, Bunda Yesus. Tentu saja pikiran semacam ini sangatlah sempit dan picik, karena tidak bertanya kepada sumber awal kekristenan atau kepada induk dari aliran-aliran itu, yang justru lebih mengenal dan memahami iman Katolik dengan benar. Salah satu yang perlu mereka pahami adalah pendapat pendahulu dari Protestan (1517) tentang Maria, ibu Yesus. Penganut-penganut Protestan awal sangat mengenal iman Katolik dengan benar bahkan mengakuinya. Namun aliran-aliran masa kini yang terus berkembang karena perpecahan membuat ajaran tanpa ada kendali dan patokan yang jelas dan baku. Berikut adalah pendapat atau sanjungan Martin Luther terhadap Bunda Maria, ibu Yesus.

“Apakah persamaan dari para dayang istana, bangsawan, raja, ratu, pangeran dan Kaisar dunia bila dibandingkan dengan Perawan Maria, Putri Daud. Ia adalah Bunda dari Allah kita, Pribadi yang amat agung di bumi ini. Setelah Kristus, dialah permata terindah dalam kekristenan. Sang Ratu yang ditinggikan di atas segala kebijaksanaan, kesucian dan ke¬agungan ini tak akan pernah cukup dipuji”.

Kemudian Martin Luther melanjutkan sanjungan itu: “Sungguh pantas apabila sebuah kereta kencana emas mengiringi dia, dengan ditarik oleh empat ribu kuda dengan abdi utusan yang meniup sangkakala serta dengan lantang ber¬seru: "Lihatlah dia, Bunda Yang Agung, Putri Umat Manusia" tetapi yang ada hanyalah: seorang Perawan berjalan kaki dalam sebuah perjalanan jauh untuk mengunjungi Elisabet. Perjalanan ini ditempuhnya walaupun saat itu ia sudah menjadi Bunda Allah. Bukan merupakan sebuah keajaiban apabila kerendahan hatinya dapat membuat gunung-gunung melonjak menari sukacita”.

Lantas Martin Luther mengutip Nyanyian Pujian Maria untuk menunjukkan betapa Maria layak dihormati. “Melalui perkataannya sendiri dalam Magnificat (Lukas 1:46-55), dan melalui pengalamannya, Maria mengajar kita bagaimana caranya mengenal, mengasihi dan memuji Allah... Sejak awal, umat manusia telah menyimpulkan segala kemuliaan yang diberikan kepada Maria di dalam sebuah kalimat: "Bunda Allah". Sekalipun manusia mempunyai lidah sebanyak daun di Pohon, rumput di padang, bintang di langit atau pasir di lautan, tak seorangpun mampu mengatakan hal yang lebih agung kepada Maria atau mengenai Maria. Perlu direnungkan dalam hati apakah artinya menjadi seorang Bunda Allah”

Referensi
1.    William Johnston SJ. Mistik Kristiani. Sang Rusa Terluka. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 1987.
2.    Frans Harjawiyata OCSO. Kehidupan Devosional Dalam Gereja-gereja Timur. Seri Sumber Hidup 16. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Cetakan pertama 1993.
3.    Dr. Alexander Roman. Orrologion. Martin Luther on the Mother of God. Dalam http://orrologion.blogspot.com/2006/01/martin-luther-on-mother-of-god.html.








Maria, Cermin Kekudusan



Didgeman / Pixabay

Banyak gelar-gelar yang dipakai untuk menghormati Bunda Maria. Tak sedikit umat beriman bertanya tentang makna dari gelar-gelar  itu. Adapun gelar-gelar tersebut tertera secara detail dalam Litani St. Perawan Maria (Puji Syukur 214). Salah satu gelar Bunda Maria adalah Cermin Kekudusan. Bagaimana memahami gelar tersebut?. Berikut adalah penjelasannya: 

Pertama, gelar Bunda Maria ‘Cermin Kekudusan’ berasal dari kata Iustitia yang artinya ‘keadilan’. Makna iustitia dalam konteks biblis-teologis dapat dilihat pula dalam Mat. 1:19, di mana St. Yosef disebut sebagai seorang yang benar (Just). ‘Benar’ artinya Kudus, suci dan sempurna dalam menjalankan perintah-perintah Allah. Dengan demikian sejak semula manusia diciptakan dengan ‘keadilan asali’ sehingga berada dalam keharmonisan dengan Allah, diri sendiri dan seluruh ciptaan. Maka dalam konteks tersebut Maria diberi gelar Speculum Justitiae.

Kedua, Gelar Speculum Justitiae diberikan kepada Bunda Maria karena ia memantulkan keutamaan keadilan. Ia mencerminkan kekudusan, kesucian, dan kesempurnaan dalam melaksanakan kehendak Allah. Ia sungguh murni dan rendah hati sehingga memancarkan ‘keadilan Ilahi’. Selain itu, Bunda Maria dalam seluruh kehidupannya sungguh-sungguh menampilkan diri sebagai Citra Allah (bdk. Kej. 1:26).

Ketiga, Bunda Maria dalam Keb. 7:26 diberi gelar sebagai Cermin Kekudusan. “Karena kebijaksanaan merupakan pantulan cahaya kekal, dan cermin tak bernoda dan kegiatan Allah, dan gambar kebaikan-Nya (Keb. 7:26). Dengan demikian, Allah menganugrahkan keutamaan kepada Bunda Maria sehingga menjadi teladan bagi umat beriman.

Maria dalam Kitab Suci

OpenClipart-Vectors / Pixabay
Nama Maria tentu tidak asing bagi umat beriman. Nama itu telah mendunia dan populer sehingga dipakai oleh sebagian orang. Demikian pula nama Maria pada zaman Yesus bukanlah nama yang langka melainkan nama yang mendunia dan populer. Oleh sebab itu orang yang bernama Maria tidak hanya ibu Yesus. Ada pula orang-orang  yang memakai nama yang sama, bahkan kerabat terdekat Yesus. Setidaknya Kitab Suci menulis sekitar lima orang yang memakai nama Maria:
Pertama, Maria ibu Yesus. Maria ibu Yesus dikisahkan dalam beberapa perikop Kitab Suci (bdk. Mat. 1:18-23, Luk. 1:26-56, 34-35, Yoh. 19:25-27, Kis. 1:14). Setiap kisah yang menyangkut Maria, ibu Yesus selalu ada penekanan atau keterangan yang menunjukkan bahwa Maria yang dimaksud adalah ibu Yesus. Biasanya memakai kata ‘ibu-Nya atau Maria, ibu Yesus’. Hal tersebut menunjukkan pula bahwa Maria yang disebut dalam Kitab Suci bukan hanya satu atau dua orang. Oleh sebab itu, pengetahuan tentang nama Maria dalam Kitab Suci mempengaruhi pula pemahaman dan penafsiran akan Kitab Suci.
Kedua, Maria ibu Yakobus, Yoses, Simon, dan Yudas. Maria ibu Yakobus, Yoses, Simon dan Yudas disebutkan dalam Injil Yohanes.  “Dan dekat salib Yesus berdiri ibu-Nya dan saudara ibu-Nya, Maria, isteri Klopas dan Maria Magdalena. Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya: “Ibu, inilah, anakmu!” Kemudian kata-Nya kepada murid-murid-Nya: “Inilah ibumu!” Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya.(Yohanes 19:25-27).
Jika diperhatikan secara seksama, maka kita menemukan dua nama yaitu ibu-Nya (Maria ibu Yesus) dan Maria, isteri KlopasSeperti saya sebutkan pada point pertama, pengatahuan tentang nama Maria dalam Kitab Suci mempengaruhi pemahaman dan tafsir. Iman Katolik meyakini bahwa Maria ibu Yesus tidak mempunyai anak selain Yesus. Oleh sebab itu Yakobus, Yoses/Yusuf, Simon dan Yudas Tadeus yang seringkali disebut sebagai saudara Yesus adalah saudara sepupu, anak dari Maria, isteri Klopas. Selanjutnya penulis Kitab Suci menyebut Yakobus, Yoses, Simon dan Yudas sebagai saudara Yesus. Menurut fragmen Exposition of the Sayings of the Lord karya Papias dari Hierapolis (sekitar 70-163), Kleopas dan Alfeus adalah orang yang sama. Oleh sebab itu, Maria isteri Kleopas atau Alfeus adalah ibu dari Yakobus ‘saudara’ Yesus, Simon, Yoses/Yusuf dan Yudas Tadeus.
Ketiga, Maria saudara Lazarus dan Marta. Maria saudara Lazarus dan Marta tinggal di Betania (bdk. Yoh.11:1-45, 12:1-8).
Keempat, Maria Magdalena. Mari yang berasal dari Magdala, seorang perempuan Yahudi yang menjadi murid Yesus. Maria Magdalena disebut dalam beberapa perikop Kitab Suci (bdk. Yoh. 20:1-18, Mat. 28:1-10, Mrk. 16:1-8).
Kelima, Miryam/Maryam saudara Musa dan Harun. Kisah tentang Miryam/Maryam dicatat dalam beberapa perikop Kitab Suci (bdk. Kel. 2:1-10, Bil. 20:1-2). Miryam/Maryam saudara Musa dan Harun bukanlah Maria ibu Yesus. Maria ibu Yesus baru ada sekitar 1.400 tahun setelah Miryam/Maryam.  Miryam/Maryam sendiri lahir dari keturunan Suku Benyamin sedangkan Maria ibu Yesus lahir dari keturunan Yehuda. Oleh sebab itu tidak mungkin Miryam/Maryam saudara Musa dan Harun adalah ibu dari Yesus. *