Doa Brevir 7 Waktu

(Foto/ilustrasi)


Buku Puji Syukur menulis kebiasaan orang-orang Kristen, salah satunya adalah melaksanakan ibadah Harian. Gereja tiada putusnya memuji Tuhan dan memohonkan keselamatan seluruh dunia bukan hanya dengan merayakan Ekaristi, melainkan dengan cara-cara lain juga, terutama dengan mendoakan Liturgi Harian (Sacrosanctum Consilium art. 83)

Dasar Alkitab

Allah menyucikan waktu pagi, siang dan malam, oleh sebab itu, ia memberi perintah kepada pra imam untuk menyucikan hari melalui kurban sembelihan pada pagi dan petang (lihat Kel. 29:38-39, Bil. 28:3-8, 1 Raj. 18:36). Setelah penghancuran Bait Allah Praktek tersebut diganti dengan pembacaan Taurat, Mazmur dan kurban pujian di sinagoga. Praktek doa tersebut dapat kita temukan dalam berbagai ayat Kitab Mazmur (lihat Mzm 5:4, 88:14, 119:164, 141:2). Bahkan pada masa pembuangan umat Israel melaksanakan doa-doa pada jam-jam tertentu(lih. Dan 6:10;6:13). Misalnya, pemazmur melaksanakan puji-pujian, tujuh kali dalam sehari (lihat Mzm. 119:164).

Pada masa penjajahan Romawi, kaum Yahudi mengikuti sistem pembagian waktu Romawi dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini juga mempengaruhi waktu doa kaum Yahudi. Adapun di kota-kota jajahan itu, terdapat bel penanda jam kerja. Waktu itu bel biasanya berbunyi pada jam enam pagi, sembilan, tengah hari, jam satu siang, jam tiga dan jam enam sore untuk sebagai penanda waktu kerja ditutup. Jemaan perdana mengikuti dan meneruskan tradisi Yahudi terutama jam-jam doa pada waktu tertentu di sepanjang hari, terutama sistem waktu yang dipengaruhi oleh Romawi. Injil sendiri seringkali mengisahkan Yesus dan para rasul berdoa pada jam-jam tertentu (lihat Luk 3:21-22, 6:12, 9:28-29; 11:1, 9:18, 22:32, 5:16,  Mat 4:19; 15:36,11:25,19:13, 4:1, 14:23, 14:23.25, Yoh 11:41, Mrk 1:35, 6:46). Bahkan para rasul juga berdoa pada jam-jam tertentu antara lain jam tiga, jam enam, jam sembilan dan tengah malam (lih. Kis 3:1, 10:3, 9-49; 16:25). Setelah Kristen Perdana terpisah dari Yudaisme, praktek berdoa pada waktu-waktu tertentu berlanjut terus. Jemaat perdana mendaraskan Mazmur, membaca Kitab Suci dan mengucapkan madah (lihat Kis. 4:23-30).
Masa Para Bapa Gereja
            
Penetapan waktu doa juga tercatat dalam Kitab Didache (95 M) yang berjudul “Orismenois Kairois Kai Horeis”. Selain itu tertulis juga dalam Dokumen Konstitusi Rasuli (380) dan Bapa Gereja. St. Basilius Agung (330-379) dalam Regulae Fusius Tractate mengatakan bahwa penetapan waktu-waktu berdoa atau sembahyang telah dilakukan oleh para rasul sendiri di Yerusalem. Hampir semua Bapa Gereja baik Gereja Timur seperti Santo Yohanes Krisostomos (354-407) dan Gereja Barat seperti Santo Hieronimus (340-420) menulis tentang tradisi penyucian waktu tersebut. Bahkan St. Agustinus dari Hippo dalam aturan hidup membiara menganjurkan ‘untuk bertekun dengan setia dalam doa pada jam-jam dan waktu-waktu yang telah ditentukan”. Selain itu, St. Benediktus Nursia dalam regulanya menuliskan panduan praktek doa ibadah harian. Pada masa itu doa harian disebut doa Ofisi Ilahi. Ungkapan St. Benediktus Nursia yang terkenal adalah “Orare est laborare, laborare est orare”. Kemudian pada abad ketiga, para rahib pertapa mengikuti anjuran Santo Paulus untuk ‘berdoa tanpa henti’ dan mempraktekkan doa tersebut secara berkelompok (lihat 1 Tes. 5:17). Sementara itu, perkembangan Ibadah Harian di Gereja Timur beralih dari Yerusalem menuju Konstantinopel. St. Theodorus (758-826) memadukan doa tersebut dengan pengaruh Byzantium dan madah gubahannya sendiri. Selanjutnya doa Ibadat Harian berkembang lebih pesat dalam praktek hidup monastic baik di barat maupun di timur. Memasuki abad keempat, praktek doa ibadat harian telah mendapat bentuk yang lebih pasti, baik untuk kaum awam, monastik, dan imam sekuler. Meskipun demikian pada awalnya buku panduan doa kurang lengkap karena terpisah-pisah, sehingga tidak bisa memenuhi kebutuhan gereja. Ada buku yang isinya hanya kumpulan mazmur, ada yang berisi kumpulan masah dan ada yang berisi buku Injil untuk bacaan Kitab Suci. Oleh sebab itu, disusunlah versi sederhana dari doa-doa ibadat harian tersebut dalam satu buku yaitu Buku Brevir (latin: pendek)

Konsili Trente-Paus Pius V

Konsili Trente (13 Desember 1545 hingga 4 Desember 1563) mempercayakan kepada Paus Pius IV untuk mereformasi brevir. Kemudian pada tanggal 9 Juli 1968, Paus Pius V mengumumkan sebuah edisi sederhana Brevir Romawi.

Konsili Vatikan II

Setelah itu, Paus Clement VIII melakukan penyederhanaan. Kemudian Paus Urban VIII dan Pius X melakukan penyederhanaan yang cukup besar. Lalu Paus Pius XII melakukan penyederhanaan dan terakhir Paus Yohanes XXIII kembali lagi melakukan penyederhanaan pada tahun 1960. Maka sejak akhir abad kelima hingga sebelum Konsili Vatikan II, doa liturgi harian sebagai berikut:

·         Matutinum artinya ibadat tengah malam (Vigile).
·         Laudes, dilakukan saat fajar menyingsing (PS. 148, 149,150).
·         Primus artinya doa di awal pagi (jam 6).
·         Tertia artinya doa di awal tengah hari (jam 9).
·         Sexta artinya doa tengah hari (jam 12 siang).
·         Nona artinya doa setelah tengah hari (jam 15.00).
·         Vesper artinya doa sore (dilakukan pada saat matahari terbenam).
·         Completorium artinya doa penutup hari.

Penyederhanaan kembali dilakukan oleh Konsili Vatikan II agar mudah dilakukan oleh awam (umat), sehingga doa tersebut tidak hanya monopoli biarawan-biarawati. Konsili Vatikan II menggabungkan doa primus pada doa Laudes. Kemudian mengubah Matutinum menjadi Ibada Bacaan sehingga fleksibel untuk dilakukan. Lalu Konsili menata ulang mazmur-mazmur sehngga seluruhnya dapa didoakan selama empat minggu (sebelumnya hanya didoakan satu minggu). Sejak Konsili Vatikan II nama Roman Breviary diganti menjadi Liturgy of the Hours (liturgi Harian/Liturgia Horarum) yang terbagi dalam empat volume (sesuai kalender Liturgi gereja):

·         Volume I, masa Adven dan Natal
·         Volume II, Prapaskah, Trihari Suci dan Masa Paskah.
·         Volume III, Minggu Biasa 1 sampai 17.
·         Volume IV, Minggu Biasa 18 sampai 34.

Praktek Ibadat Harian dalam Gereja Katolik Roma saat ini meliputi:

·         Ibadat Pembukaan (ibadat pertama; bisa Ibadat Bacaan dan Ibadat Pagi).
·         Ibadat Bacaan (Matutinum).
·         Ibadat Pagi (Laudes)
Ibadat Siang, terdiri atas:
·         Tertia (Ibadat sebelum tengah hari).
·         Sextia (Ibadat tepat tengah hari).
·         Nona (Ibadat setelah tengah hari).
·      Ibadat Sore (Vesper).
·      Ibadat Malam (Completorium).**



Benarkah Yesus Tidak Disalib? Apa Kata Sejarawan?




Benarkah Yesus Tidak Disalib? Apa Kata Sejarawan?

Hingga kini sebagian orang meragukan peristiwa penyaliban Yesus. Bahkan ada tulisan-tulisan yang membantah tentang penyaliban Yesus. Namun demikian data-data sejarah tentang peristiwa penyaliban Yesus cukup banyak. Oleh sebab itu banyak orang meyakini bahwa penyaliban Yesus adalah suatu peristiwa nyata atau sebuah fakta sejarah. Berikut adalah tulisan para ilmuan tentang peristiwa penyaliban Yesus

Pertama, Flavius Josephus, Sejarawan Yahudi. Flavius Josephus bernama asli Joseph bin Matthias yang lahir dari keluarga imam pada tahun 37 Masehi di Yerusalem. Ia meninggal pada tahun 100 Masehi di Roma. Dalam bukunya berjudul Antiquitates Judaicae 18, 63-64 ia menulis tentang peristiwa penyaliban Yesus.

“Pada masa inilah muncul Yesus, seorang yang bijaksana, kalau boleh dia disebut manusia. Karena dia adalah seorang yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang menakjubkan dan seorang guru bagi mereka yang menerima kebenaran yang menyenangkan, dan dia telah memikat banyak orang Yahudi dan orang Yunani. Dia ini adalah Kristus. Dan ketika Pilatus, atas desakan orang-orang terkemuka di antara kita, telah menghukum-Nya di kayu salib, mereka yang sejak semula mengasihinya tidak berhenti (mengasihinya) karena pada hari ketiga dia telah menampakkan diri kepada mereka dalam keadaan hidup kembali. Para nabi Allah telah menubuatkan hal ini dan berbicara tentang aneka hal ajaib tentang dia. Dan klan [suku] Kristen, demikian disebut menurut [nama]nya, masih bertahan sampai hari ini.[1]

Kedua, Cornelius Tacitus, Sejarawan Romawi. Cornelius Tacitus lahir sekitar tahun 52-54 Masehi dan meninggal sekitar tahun 120 Masehi. Dalam bukunya berjudul Annals Volume XV, 15, 44. 2-3 ia menulis tentang peristiwa penyaliban Yesus.

“…Nero dari keaiban oleh karena dituduh telah sengaja menimbulkan kebakaran besar di Roma. Jadi, untuk menghentikan desas-desus itu dia mengalihkan tuduhan dengan memfitnah dan menghukum dengan siksaan paling keji terhadap orang-orang yang disebut Kristen, yang dibenci karena kejahatannya, Kristus, dari mana nama ia berasal, yang menderita hukuman ekstrem dalam pemerintahan Tiberius, di tangan prokurator kita, Pontius Pilatus, dan suatu hal yang tidak masuk akal yang banyak mencelakakan, karena ketika dicek pada waktu itu, meletus lagi tidak hanya di Yudea, sumber pertama kejahatan ini, tetapi bahkan di Roma, dimana segala kengerian dan kebencian dari setiap bagian dunia mendapatkan pusatnya dan menjadi popular.[2]

Ketiga, Lucianus dari Samosata, filsuf dan sejarawan Yunani. Lucianus dari Samosata lahir di Samosata pada tahun 120 Masehi dan meninggal sekitar tahun 180 Masehi di Athena. Dalam bukunya yang berjudul De Morte Peregrini (Kematian Peregrinus) ia menulis tentang “Peregrinus yang telah memeluk agama Kristen dan memiliki sesama pemeluk di Palestina yang masih menyembah orang yang telah disalibkan di Palestina”.[3]

Keempat, Mara Bar Sarapion, filsuf Stoa dari Syria. Mara Bar Sarapion menulis surat yang ditujukan kepda anaknya, Sarapion yang berada dalam penjara Romawi.
“Apakah baiknya orang-orang Athena membunuh Socrates, karena perbuatan mereka dibalas kelaparan dan wabah?Apakah faedahnya orang-orang Samian membakar Phytagoras, karena akhirnya negeri mereka seluruhnya terkubur di bawah pasir pada saat itu? Dan apakah manfaatnya orang-orang Yahudi membunuh raja mereka yang bijaksana, karena kerajaan mereka akhirnya direbut dari mereka dari saat itu?Tuhan dengan adil telah membalaskan ketiga orang bijaksana ini. Orang-orang Athena mati oleh kelaparan, orang-orang Samian ditenggelamkan ke laut, dan orang-orang Yahudi disembelih dan dihalau dari kerajaannya, sehingga mereka hidup terpencar di mana-mana. Socrates tidak mati, berterimakasihlah pada Plato; demikian pula Phytagoras, karena patung Hera. Demikian juga sang raja bijaksana tidak mati, karena hukum baru yang ia berikan.[4]

Dari data di atas kita dapat menyimpulkan bahwa peristiwa penyaliban Yesus adalah fakta sejarah. Jika muncul data yang mengatakan bahwa Yesus tidak disalibkan, maka data tersebut tidak valid karena jarak penulisan dan peristiwa penyaliban sangat jauh.


[1] Gerd Theissen dan Annete Merz, The Historical Jesus: A Comprehensive Guide (London: SCM Press, 1998), hlm. 64-65.
[2] Ibid, Gerd Theissen dan Annete Merz, hlm. 82.
[3] Raymond Brown, The Death of Messiah (New York: Double Day, 1994), hlm. 381.
[4] Ibid, Gerd Theissen dan Annete Merz, hlm. 77

Doa Bapa Kami Tidak Diubah

Sumber: Pixabay


Beberapa hari ini beredar kabar bahwa Paus Fransiskus mengubah Doa Bapa Kami. Banyak netizen media sosial membagikan berbagai berita yang intinya menuduh bahwa tindakan Paus tidak tepat. Tindakan tersebut banyak dilakukan oleh sebagian orang yang memang tidak begitu senanga dengan iman Katolik. Berita tersebut mereka jadikan sebagai bahan untuk menyerang umat Katolik. Meskipun pada kenyataannya mereka tidak membaca isi dari berita yang mereka bagikan. Tak dipungkiri banyak juga umat Katolik yang bertanya-tanya tentang berita tersebut. Bagaimana seharusnya kita menjelaskan? Setidaknya kita perlu menjelaskan beberapa hal:

Pertama. Paus Fransiskus menyetujui perubahan terjemahan Misale (Buku Misa) bahasa Italia, antara lain terjemahan Doa Bapa Kami dan Kemuliaan. Oleh sebab itu, tidak benar bahwa Paus mengubah Doa Bapa Kami dalam bahasa asli, Yunani atau Latin. Doa Bapa Bapa Kami dalam bahasa asli tidak pernah diubah, tetap seperti apa adanya.

Kedua, perubahan terjemahan adalah hal yang wajar. Bahkan Lembaga Alkitab Indonesia telah merevisi beberapa kali terjemahan Alkitab, misalnya Alkitab Terjemahan Lama (TL), Alkitab Terjemahan Baru (TB), Alkitab Bahasa Indonesia Sehari-hari (BIS) atau Alkitab Bahasa Indonesia Masa Kini (BIMK), Alkitab Terjemahan Baru versi 2. Perlu diketahui yang direvisi bukan bahasa asli dari Alkitab melainkan terjemahan dari Alkitab. Revisi diadakan untuk menyesuaikan dengan perkembangan bahasa. Demikian pula yang terjadi dengan Doa Bapa Kami dalam bahasa Italia, bukan direvisi bahasa asli Alkitabnya, melainkan direvisi bahasa terjemahannya agar sesuai dengan perkembangan bahasa.

Ketiga, revisi terjemahan diperlukan karena  terjemahan pada masa lampau memiliki kata/kalimat yang sulit dipahami pada masa kini, dalam terjemahan dalam bahasa Indonesia misalnya ada beberapa kalimat yang pada masa kini agaknya tidak dimengerti oleh banyak orang; fasik, bertarak dan lain sebagainya. Bisa juga ada kata yang maknanya bergeser, misalnya perkasa dan lain sebagainya.

Keempat, perubahan terjemahan yang dilakukan pada terjemahan Misale (Buku Misa) bahasa Italia tidak berdampak terhadap Misale (Buku Misa) di Indonesia. Dengan kata lain, perubahan terjemahan itu hanya berlaku di Italia.

Kelima, kalimat yang direvisi dari terjemahan lama adalah ‘dan jangan masukkan kami ke dalam pencobaan’ menjadi ‘dan jangan biarkan kami jatuh ke dalam pencobaan’. Dua terjemahan ini sama sekali tidak saling bertentangan, maka tidak ada yang perlu dipersoalkan.




Doa Rosario Bertele-tele? Kamu harus tahu!

(Sumber: katolisitas.org)


Pada suatu kesempatan seorang teman bertanya: Benarkah Doa Rosario itu bertele-tele seperti yang dimaksud Matius 6:7 "Lagipula dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata-kata doanya akan dikabulkan."? Hal itu ia tanyakan karena banyak orang non-Katolik yang menuduh bahwa doa Rosario adalah doa yang bertele-tele. Bagaimana menjawab pertanyaan tersebut? Setidaknya ada beberapa hal yang perlu kita jelaskan kepada orang yang bertanya:

Pertama, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia bertele-tele adalah bercakap-cakap tidak jelas ujung pangkalnya; melantur-lantur; berlarut-larut. Sementara itu, doa Rosario jelas mempunyai ujung pangkal, tidak melantur dan berlarut-larut. Doa Rosario justru bukan bertele-tele melainkan mengulang-ulang doa Salam Maria, Bapa Kami, Kemuliaan, dan Terpujilah. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia mengulang-ulang adalah mengerjakan/melakukan hal yang sama berkali-kali; mengulang lagi beberapa kali; mengulangi. Dengan demikian doa Rosario tidak masuk dalam kategori bertele-tele seperti yang dimaksud Matius 6:7.

Kedua, Kitab Suci tidak melarang doa yang diulangi berkali-kali. Yesus sendiri di atas kayu salib mengulangi kata-kata Eli-Eli atau Eloi-Eloi Lama Sabakhtani (bdk. Mat. 27:46, Mrk. 15:34). Selain itu, kata yang diulangi pula bisa ditemukan dalam Mazmur 22:1-3. Bahkan dalam Kitab Wahyu Para Kudus memuji Allah dengan mengulang kata, kudus, kudus, kuduslah Tuhan Allah, Yang Mahakuasa..(bdk. Why. 4:8). Masih banyak doa atau kata yang diulang-ulang dalam Kitab Suci sebab hal itu tidak dilarang atau tidak seperti yang dimaksud oleh Matius 6:7.

Ketiga, doa Rosario merupakan doa renungan atas misteri keselamatan mulai ketika Yesus dikandung hingga Roh Kudus diutus. Selain itu, doa Salam Maria didaraskan sebanyak sepuluh kali. Didaraskan berulang-ulang bertujuan untuk memusatkan perhatian pada misteri keselamatan. Kemudian disisipkan bacaan singkat, renungan atau nyanyian di antara dasa Salam Maria. Berikut adalah dua puluh peristiwa yang direnungkan: Peristiwa-peristiwa Gembira, khususnya selama Masa Adven dan Natal [Maria menerima kabar gembira dari Malaikat Gabriel (Luk 1:26-38), Maria mengunjungi Elisabet, saudarinya (Luk 1:39-45), Yesus dilahirkan di Bethlehem (Luk 2:1-7), Yesus dipersembahkan dalam Bait Allah (Luk 2:22-40), Yesus diketemukan dalam Bait Allah (Luk 2:41-52)], Peristiwa-peristiwa Sedih, khususnya selama Masa Prapaskah dan tiap hari Jumat [Yesus berdoa kepada Bapa-Nya di surga dalam sakratul maut (Luk 22:39-46), Yesus didera (Yoh 19:1), Yesus dimahkotai duri (Yoh 19:2-3),Yesus memanggul salib-Nya (ke Gunung Kalvari) (Luk 22:26-32), Yesus wafat di salib (Luk 23:44-49)], Peristiwa-peristiwa Mulia, khususnya selama Masa Paskah dan tiap hari Minggu [Yesus bangkit dari kematian (Luk 24:1-5), Yesus naik ke surga (Luk 24:50-53), Roh Kudus turun atas para Rasul (Kis 2:1-13), Maria diangkat ke surga (1Ko r15:23; DS 3903), Maria dimahkotai di surga (Why 12:1, DS 3913-3917)], Peristiwa-peristiwa Terang [Yesus di baptis di sungai Yordan (Ma 3:16-17),Yesus menyatakan diri-Nya dalam pesta pernikahan di Kana (Yoh 2:11), Yesus memberitakan Kerajaan Allah dan menyerukan pertobatan (Mat4:17-23), Yesus menampakan kemuliaan-Nya (Mat 17:2-5), Yesus menetapkan Ekaristi (Mrk 14:22-24)].[1]


[1] Baca tata cara berdoa Rosario di https://www.imankatolik.or.id/doarosario.html