Kesaksian Scott Hahn


Gambar mungkin berisi: 1 orang, duduk

Cahayakristus7.blogspot.com - Jakarta - Prof. Dr. Scott Hahn adalah mantan seorang pendeta denominasi Prebyterian, yang sangat brilian, yang lewat studi Alkitab, percaya bahwa Gereja Katolik sebagai Gereja yang didirikan Yesus Kristus sendiri, tiang dan pondasi kebenaran. Beliau masuk Katolik pada pertengahan 1980-an dan buku-bukunya maupun kesaksiannya merupakan kaset/buku terlaris di Amerika Serikat dan terus menjadi sumber inspirasi bagi mereka yang mengikuti jejak langkahnya ke dalam Gereja Katolik.
Ekaristi merupakan sesuatu yang menempati tempat penting di dalam perjalanan hidup Scott Hahn menjadi seorang Katolik. Hal tersebut tidak terlepas dari keyakinan Scott Hahn saat itu sebagai seorang PROTESTAN. Sebagai seorang Protestan, ia memang diajarkan bahwa Misa Kudus merupakan penghinaan terbesar yang dilakukan oleh umat manusia terhadap iman Kristiani. Misa Kudus merupakan ritual yang dibuat untuk “mengurbankan kembali Yesus Kristus.”
Apa yang dirasakan oleh Scott Hahn saat mengikuti Ekaristi pertama kalinya? Ini ungkapannya:
“Di SURGA SEKARANG”, apa yang saya temukan pada Misa pertama saya
“Di sanalah saya berdiri sembunyi-sembunyi menyelinap masuk ke bagian belakang sebuah Kapel Katolik di kota Milwaukee untuk menyaksikan Misa Kudus saya yang pertama.”
Rasa ingin tahu telah membawa saya ke sana, dan saya masih ragu apakah ini rasa ingin tahu saya yang sehat. Saat itu saya sedang mempelajari tulisan-tulisan umat Kristen perdana, saya menemukan referensi yang tak terhitung banyaknya tentang “Liturgi”, “Ekaristi”, “Kurban”.
Bagi umat Kristen perdana, Kitab Suci (buku yang paling saya cintai di atas segala-galanya) tidak bisa terlepaskan dari acara ritual yang sekarang ini oleh umat Katolik disebut sebagai “Misa Kudus”.
Saya ingin memahami pemikiran umat Kristen perdana, akan tetapi saya tidak punya pengalaman sedikitpun menyangkut liturgi. Jadi saya membujuk diri saya sendiri untuk pergi dan melihat tetapi dengan tetap bersikeras bahwa saya tidak akan berlutut ataupun ikut mengambil bagian dalam penyembahan berhala ini.
Saya mengambil tempat duduk di bagian yang terlindung, di barisan paling belakang dari kapel yang berada di lantai dasar tersebut. Di depan saya ada sekelompok umat Katolik yang lumayan jumlahnya, laki-laki dan perempuan berbagai usia. Siakp mereka waktu berlutut mengesankan saya, seperti juga agaknya konsentrasi mereka sewaktu berdoa.
Kemudian sebuah bel berbunyi dan mereka semua berdiri ketika seorang imam memasuki pintu yang berada di samping altar.
Saya tidak tahu harus berbuat apa, saya memutuskan untuk tetap duduk. Selama bertahun-tahun sebagai penginjil dan pendeta dari aliran Kalvinis, saya diajarkan untuk percaya bahwa Misa Kudus adalah penghinaan terbesar yang dilakukan oleh umat manusia terhadap iman Kristiani. Saya telah diajarkan bahwa Misa Kudus adalah ritual yang dibuat untuk “mengurbankan kembali Yesus Kristus“. Maka dari itu, saya akan tetap menjadi pengamat. Saya akan tetap duduk dengan Alkitab terbuka lebar-lebar di samping saya.
DIPENUHI AYAT-AYAT ALKITAB

Akan tetapi, sewaktu Misa Kudus berlangsung sesuatu membuat saya tersadar. Kitab Suci saya tidak hanya berada di samping saya saja. Kitab Suci berada di hadapan saya – dalam kata-kata di dalam Misa Kudus! Satu ayat dari Kitab Yesaya, satu lagi dari Kitab Mazmur, satu lagi dari Surat Rasul Paulus. Pengalaman ini sungguh luar biasa. Saya ingin menghentikan mereka dan berteriak,
“Hei, bolehkah saya menjelaskan apa yang sedang terjadi di sini dari Kitab Suci ini? Wow, ini benar-benar hebat!”
Tetapi saya tetap menjaga status saya sebagai pengamat.
Saya tetap berada di luar lapangan sampai saya mendengar imam mengucapkan kalimat konsekrasi:
“Inilah Tubuh-Ku… Inilah Piala Darah-Ku”.
Lalu segala keraguan saya hilang seketika. Pada saat saya melihat imam mengangkat hosti yang berwarna putih tersebut, saya merasakan suatu doa meluap dari dalam hati saya dalam sebuah bisikan:
“Ya Tuhanku dan Allahku. Sungguh-sungguh Engkaulah itu!”
Mungkin Anda bisa menyebut keadaan saya pada saat itu seperti orang tuna-daksa, terkesima tak mampu berbuat apa-apa. Tidak dapat saya bayangkan sukacita yang lebih besar daripada apa yang telah diperbuat oleh kata-kata tersebut terhadap saya. Dan pengalaman itu semakin memukau sesaat kemudian, ketika saya mendegar seluruh umat mengucapkan:
“Anak Domba Allah … Anak Domba Allah … Anak Domba Allah.”
Dan sang imam menjawab:
“Inilah Anak Domba Allah …”
sambil mengangkat hosti itu!
Hanya dalam waktu kurang dari satu menit, kalimat “Anak Domba Allah” telah bergema empat kali. Selama bertahun-tahun mempelajari Kitab Suci, dengan serta merta saya tahu di mana saya berada saat ini. Saya sedang berada dalam Kitab Wahyu, di mana Yesus dipanggil dengan sebutan ANAK DOMBA tidak kurang dari 28 kali sepanjang 22 bab dalam KITAB WAHYU. Saya sedang berada di Perjamuan Nikah yang dijelaskan oleh Rasul Yohanes pada bagian terakhir dari Alkitab. Saya sedang berada di hadapan Takhta Surga, di mana Yesus dipuji-puju untuk selama-lamanya sebagai Anak Domba. Saya sungguh tidak siap untuk menerima kenyataan ini –
Saya sedang berada dalam Misa Kudus!
ASAP SUCI

Saya kembali menghadiri Misa Kudus pada hari berikutnya dan pada hari berikutnya dan pada hari berikutnya. Setiap kali saya kembali, saya “menemukan” lebih banyak lagi Kitab Suci terpenuhi di depan mata kepala saya. Akan tetapi tidak ada kitab lain yang lebih nyata bagi saya, selain Kitab Wahyu, yang menggambarkan para malaikat dan orang kudus menyembah di Surga.
Seperti di dalam Kitab Wahyu, demikian pula di dalam kapel itu, saya melihat imam yang berjubah, sebuah altar, melihat kepulan asap dupa, saya mendengar seruan para malaikat dan orang kudus. Saya sendiri ikut menyanyikan Alleluya, karena saya telah ditarik lebih dalam lagi daripada sebelumnya ke dalam ibadat ini.
Saya tetap duduk di bangku bagian belakang dengan Kitab Suci, dan saya nyaris tidak tahu harus memperhatikan yang mana – kepada peristiwa0peristiwa dalam Kitab Wahyu atau kepada peristiwa yang terjadi di altar. Makin lama, keduanya makin tampak menyerupai satu dengan yang lain.
Saya membenamkan diri dengan semangat baru yang meluap-luap untuk mempelajari Kekristenan pada awalnya, dan saya menemukan bahwa uskup-uskup yang paling pertama, yaitu para Bapa Gereja, telah mendapatkan “penemuan” yang sama seperti yang saya alami setiap pagi (sewaktu menghadiri Misa Kudus). Mereka berpendapat bahwa Kitab Wahyu adalah Kunci bagi Liturgi dan bahwa Liturgi adalah Kunci bagi Kitab Wahyu. Sesuatu yang sangat luar biasa sedang terjadi pada diri saya sebagi seorang teolog dan orang Kristen. Kitab dalam Kitab Suci yang bagi saya paling sulit dimengerti – yaitu Kitab Wahyu – saat ini justru menerangi gagasan-gagasan yang paling fundamental dari iman Kristen: gagasan tentang Perjanjian sebagai ikatan kudus keluarga Allah. Lebih jauh lagi, peristiwa yang sebelumnya saya anggap penghinaan terbesar terhadap Allah, yaitu Misa Kudus, sekarang justru menjadi ritual yang mengokokohkan Perjanjian dengan Allah. “Inilah Piala Darah-Ku, Darah Perjanjian yang Baru dan Kekal”.
Saya sungguh kewalahan dengan segala hal yang baru ini. Selama bertahun-tahun saya telah mencoba untuk memahami Kitab Wahyu sebagai semacam pesan rahasia yang tersembunyi tentang hari kiamat, tentang penyembahan di surga yang nun jauh, tentang sesuatu yang tidak dapat dialami oleh umat Kristen selama mereka masih berada di dunia ini. Sekarang setelah dua minggu menghadiri Misa harian, rasanya saya ingin bangkit berdiri selama liturgi itu berlangsung dan berseru,
“Hai saudara-saudari, kalau boleh, saya ingin memberitahukan di mana Anda berada sekarang ini dalam Kitab Wahyu!! Lihat pasal empat ayat delapan. Anda sekarang sedang berada di Surga!!”
SALAM KASIH, BERKAH DALEM
Sumber dari The Lamb’s Supper, karangan Scott Hahn 


EmoticonEmoticon