Penulisan Kitab Taurat

 
Ada seorang imam yang berkata dalam khotbahnya bahwa Kitab-kitab Taurat tidak ditulis oleh Musa. Benarkah demikian? Kalau demikian, siapa yang menulis Kitab-kitab Taurat? Mengapa Yoh. 1:17 dan Luk. 16:29 merujuk Kitab Taurat kepada Musa?

NN, Malang.

Pertama, memang benar bahwa kitab-kitab Taurat tiak ditulis oleh Musa, karena sangat banyak tulisan dalam kitab-kitab itu yang menunjukkan asal-usulnya bukan dari masa hidup Musa. Musa sendiri kemungkinan hidup pada abad XIII Sebelum Masehi. Contoh yang sangat jelas ialah bahwa tidak mungkin Musa sendiri yang menulis tentang kematiannya (Ul. 34). Bukti lain ialah adanya cara penyebutan Allah yang berbeda. Beberapa bagian menyebut Allah sebagai Yahweh, sedangkan lainnya menyebut Allah sebagai Elohim. Masing-masing merupakan ungkapan pemikiran yang khas dari masing-masing bagian, yang kemudian disebut Yahwista (Y) dan Elohista (E). 
 
 Penyelidikan lebih lanjut menemukan adanya sumber Imam atau Priester (P) dan juga Deuteronomium (D). Jika kita membaca secara sekilas, kita akan menemukan banyak bentuk sastra yang berbeda-beda. Maka, kita bisa menyimpulkan, bahwa kitab-kitab yang dibakukan dalam Taurat, berasal dari banyak orang dan banyak tempat. Tidak mungkin kitab-kitab Taurat itu ditulis hanya oleh seorang nabi Musa. 

Kedua, rujukan Injil Yohanes dan Lukas di atas harus dimengerti sebagai mengulangi begitu saja kepercayaan yang berlaku pada tradisi saat itu; yaitu bahwa kelima kitab Taurat berasal dari Musa. Rujukan itu bukanlah pembuktian teknis tentang asal-usul kitab-kitab Taurat, seperti yang dilakukan oleh para ahli peneliti Kitab Suci.

Ketiga, dalam kitab-kitab biblis, memang ada kebiasaan literer untuk mengalamatkan tulisan-tulisan tertentu kepada sosok yang terkenal, meskipun pribadi itu sudah lama meninggal. Misalnya, Raja Salomo, yang meninggal sekitar tahun 920 sebelum Masehi, adalah seorang bijak yang sangat menonjol dalam tradisi Yahudi, bahkan dikenal sampai di luar batas-batas kerajaannya. Penulis-penulis sesudah Salomo dalam tradisi kebijaksanaan Yahudi tanpa ragu mengalamatkan kepada Salomo sebagai penulis dari hasil karyanya, meskipun karya itu ditulis berabad-abad sesudah kematian Salomo. Misalnya, Kitab Amsal (1:1) diawali dengan “Amsal-Amsal Salomo bin Daud, raja Israel,” sedangkan Kitab Kidung Agung (1:1) dengan jelas menunjukkan “Kidung Agung dari Salomo”. Menurut para ahli Kitab Suci , kedua kitab itu, dalam bentuknya yang kita miliki sekarang, disusun lebih dari 400 tahun sesudah kematian Raja Salomo Kebiasaan literer ini dilakukan tanpa maksud untuk menipu atau berbuat tidak jujur. Bisa dimengerti dan sangat umum diterima, bahwa seseorang menyatukan karya tulisnya dengan tradisi yang mendahuluinya. Bagi penulis asli, adalah suatu kehormatan jika hasil karya tulisnya, bisa disatukan dan dipandang sebagai bagian dari tradisi luhur yang sudah ada sebelumnya dan sudah dihormati masyarakat pada waktu itu. Dengan pemikiran yang sama, sama sekali tidak ada masalah mengatakan Kitab Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan dan Ulangan (Pentateukh) sebagai “buku-buku Musa” karena buku-buku itu memang ditulis dengan maksud untuk memperjelas dan memperluas hukum dan perjanjian yang aslinya diwahyukan kepada sosok pahlawan dari sejarah Yahudi, yaitu Musa. 

Uraian tentang hukum dan perjanjian itu mendapatkan otoritas dan keluhurannya di bawah nama Musa. Cara berpikir masyarakat waktu itu berbeda dengan cara berpikir masyarakat masa kini yang sangat dipengaruhi oleh gagasan “hak cipta” dna karena itu menekankan penulis asli sebagai asal usul sebuah tulisan.

Konsultasi Iman “Majalah Hidup-Mingguan Katolik, 38 tahun ke- 71, 17 September 2017” hlm. 18, oleh Petrus Maria Handoko CM, Imam Kongregasi Misi, Doktor Teologi Dogmatik Universitas Gregoriana Roma.


EmoticonEmoticon