Hubertus Soejono, Tokoh Katolik

Hubertus Soejono dan rekan-rekan
Soejono adalah seorang perwira muda, sekaligus penganut agama Katolik. Pada akhir tahun 1948, Soejono dikirim oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta ke Sumatera. Ia mengembang tugas untuk membangun lapangan udara di salah satu kota di Sumatera. Pada tanggal 19 Desember 1948, Belanda melancarkan aksi militer kedua, sehingga Soejono terhambat untuk melaksanakan tugas tersebut.[1] Pada waktu itu, selain Soejono, Syafruddin Prawiranegara berkunjung pula ke Sumatera. Pada tanggal 22 Desember 1948, Soejono bersama pejabat-pejabat Republiken lainnya membentuk PDRI. Soejono seorang Angkatan Udara dengan pangkat paling tinggi di antara mereka. Menurut Rosihan Anwar, pada masa colonial, Soejono adalah Letnan KNIL. Ia pernah belajar di sekolah penerbangan Belanda di Kalijati. Ia ditunjuk sebagai Kepala staf Angkatan Udara (KSAU) PDRI pada saat KSAU RI berada di Yogyakarta. pangkat Soejono pada saat itu naik dari Opsir Udara II menjadi Komodor. Angkatan Udara PDRI pimpinan Soejono hanya mempunyai pesawat pemancar radio, yang sangat penting bagi PDRI pada masa itu. Mereka memang tidak punya pesawat terbang

Soejono memiliki jasa besar yaitu membangun jaringan sender radio (pengirim pesan) sebanyak enam buah di Sumatera sehingga PDRI dapat berkomunikasi ke Jawa dan luar negeri.[2] Sutan Muhammad Rasjid dalam autobiografinya pun mengakui: “Anggota-anggota AURI di bawah pimpinan Soejono, sangat besar jasanya dalam memelihara sender-sender tersebut. Meskipun dalam keadaan yang cukup sulit, mereka dapat menyelamatkan sender-sender yang ada. Soejono bersama pasukan lainnya melakukan sabotase jembatan antara payakumbuh dan koto-tinggi untuk menghambat tentara Belanda. Ketika mereka melakukan gerilya, banyak hambatan termasuk menyalakan radio pemancar. Mereka butuh generator listrik dan bahan bakar minyak. Ketika bensin tak ada, minyak tanah yang berkaleng-kaleng dari Muara Tebo, Jambi, digotong oleh Soejono dan 40 anak buahnya.[3]

Sejak Desmber 1948, selama berbulan-bulan, Soejono dan Republiken PDRI lain bergerilya di hutan. Tempat Soejono bertugas termasuk daerah yang mayoritas penganut agama Islam, yakni Mingkabau dan Jambi. Soejono sangat menghormati agama rekan-rekannya, sehingga ia ikut puasa, ketika bulan puasa tiba. Soejono seorang Katolik-Jawa dengan nama baptis Hubertus. Akhirnya, PDRI resmi bubar pada Juli 1949 setelah Prawiranegara menyerahkan mandat ke Hatta.

DAFTAR PUSTAKA

Rosihan Anwar dalam In Memoriam (2004).
In Memoriam (2004)
Mustika Zed dalam Pemerintah Darurat Republik Indonesia (1997)
[1] Rosihan Anwar dalam In Memoriam (2004).
[2] Ibid, In Memoriam (2004)
[3] Mustika Zed dalam Pemerintah Darurat Republik Indonesia (1997)

Penulis: Silvester Detianus Gea

3 comments

Bpk Presiden yg saya hormati mhn merespon perihal Hubertus Soejono pahlawan pejuang yg tidak dikenali masyarakat dan anaknya membutuhkan pekerjaan, terimakasih 087870597999
dewiarimbi1171@gmail.com

This comment has been removed by the author.


EmoticonEmoticon